Ethicaldigest

Efektifitas Ventilator Non Invasif pada Berbagai Kondisi

Efektifitas ventilator non invasif tidak diragukan lagi. Tujuan penggunaan ventilasi mekanik adalah untuk mengoptimalkan pertukaran gas, dengan mempertahankan ventilasi alveolar dan pengiriman oksigen. Ventilator tekanan positif non invasif merupakan terapi defenitif, pada pasien yang mengalami hipoksemia dan hiperkapnia, tanpa membutuhkan intervensi invasif berupa saluran nafas buatan.

Ventilator tekanan positif mengembangkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas. Dengan demikian mendorong alveoli mengembang selama inspirasi. Efektifitas ventilator tekanan positif non invasif dapat menurunkan usaha bernafas pasien, sehingga dapat memperbaiki ventilasi alveolar, sembari mengistirahatkan otot-otot pernafasan.

Ventilator tekanan positif non invasif dapat berupa ventilator tekanan terkontrol, bilevel positive airway pressure (BiPAP), atau continous positive airway pressure (CPAP). Udara bertekanan positif dihantarkan melalui masker nasal atau masker wajah. Karena itu, teknik ini dapat mengeliminasi kebutuhan intubasi atau trakeostomi.

Brochard (1995) membandingkan  efektivitas penggunaan ventilator tekanan positif non invasif, dengan peralatan standar di ICU. Hasilnya menunjukkan ventilator tekanan positif non invasif dapat menurunkan komplikasi, durasi rawat inap dan menurunkan angka kematian.

Gagal Nafas

Ram (2004) melakukan studi Cochrane Systematic Review  terhadap 14 penelitian mengenai efikasi ventilator tekanan positif non invasif, dalam manajemen pasien gagal nafas akibat eksaserbasi akut COPD. Hasilnya menunjukkan, ventilator tekanan positif non invasif dapat menurunkan mortalitas  (relative risk/RR 0.52), kebutuhan intubasi (RR 0.41), kegagalan penanganan (RR 0.48), penurunan terjadinya komplikasi (RR 0.38) dan durasi rawat inap rata-rata adalah 3,24 hari.

Udem Paru Akut

Berbagai studi menunjukkan, CPAP merupakan terapi yang efektif untuk tatalaksana udem paru akut, memperbaiki oksigenasi dan hiperkapnia, menurunkan usaha bernafas, dan menurunkan kebutuhan intubasi endotrakeal. Park (2004) membandingkan efektivitas terapi oksigen, CPAP dan BiPAP terhadap kebutuhan intubasi endotrakeal, pada pasien dengan udem paru akut kardiogenik. Hasilnya, dibanding terapi oksigen, CPAP dan BiPAP menunjukkan tanda vital dan gas dalam arah yang sama dengan terapi oksigen. Namun, terapi CPAP atau BiPAP menunjukkan penurunan kebutuhan intubasi endotrakeal.

Asma Akut

Studi tidak terkontrol terhadap 17 pasien asma dengan rata-rata pH awal 7.25 dan PaCO2 65 mmHg yang ditangani dengan terapi ventilator tekanan positif non invasif melaporkan, hanya 2 pasien yang membutuhkan intubasi untuk mengatasi hiperkapnia. Didapatkan, durasi rata-rata ventilasi adalah 16 jam, dan tidak terjadi komplikasi. Dapat disimpulkan, ventilator tekanan positif non invasif merupakan modalitas yang efektif dalam memperbaiki abnormalitas pertukaran udara, pada pasien dengan eksaserbasi asma berat.

Cystic Fibrosis

Sebuah studi menggambarkan penggunaan ventilator tekanan positif non invasif, dalam mengatasi 6 pasien cystic fibrosis dengan forces expiratory volumes dalam 1 detik (FEV1) 350-800 ml dengan retensi karbondioksida akut atau pun kronik. Pasien diberi terapi selama 3-36 hari. Hasilnya menunjukkan, 4 pasien dapat bertahan hidup hingga dilakukannya transplantasi paru atau jantung. Dapat disimpulkan, ventilator tekanan positif non invasif dapat digunakan sebagai terapi pendukung bagi pasien csytic fibrosis, sebagai jembatan menuju transplantasi.

Gangguan Torak Restriktif

Beberapa studi tidak terkontrol (Ellis et. al, Kerby et. al, dan Bach et. al.) menunjukkan, pasien dengan retensi karbondioksida berat dan dengan gejala seperti sakit kepala di pagi hari serta mengantuk berlebihan di siang hari, mengalami perbaikan setelah penggunaan ventilasi nasal nokturnal selama beberapa minggu. Chadda (2004) melaporkan, assist/ controlled ventilation, assist pressure-controlled ventilation, dan pressure-support ventilation memiliki efek yang sama terhadap ventilasi alveolar dan otot-otot pernafasan, meskipun ditemukan beberapa perbedaan pada pola pernafasannya.