Ethicaldigest

Terapi Pengganti Enzim Digestif dalam Tatalaksana Dispepsia Fungsional

Sebagian besar (70-80%) kasus dispepsia adalah dispepsia fungsional. Berdasarkan ROME IV (2016), dispepsia fungsional dibedakan lagi menjadi dua. Yaitu epigastric pain syndrome (EPS) dan postprandial distress syndrome (PDS). “Pada EPS, gejala utamanya yaitu nyeri dan rasa terbakar pada lambung, sedangkan gejala utama PDS adalah begah, perut terasa penuh dan cepat kenyang, serta kembung,” terang Prof. dr. Hari Kusnanto Josep, MPH, Dr.PH, Sp.KKLP, Guru Besar Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Dispepsia fungsional tidak disebabkan oleh adanya kelainan organik yang bisa mengancam jiwa. Namun bukan berarti boleh diabaikan, karena keluhannya bisa sangat menurunkan kualitas hidup pasien. Pengobatannya pun tak selalu mudah, mengingat banyak sekali faktor yang berperan dalam kondisi ini. Prof. Hari mengingatkan, “Tatalaksana dispepsia fungsional membutuhkan relasi antara dokter dengan pasien yang tidak menghakimi dan suportif,” ujar Prof. Hari.

Baca juga: IBS dan Dispepsia Fungsional

Modifikasi gaya hidup ditengarai mampu memperbaiki keluhan dispepsia fungsional, meski diperlukan lebih banyak penelitian untuk evidence-based practice. Bila diperlukan, obat juga bisa diberikan. “Namun pemberian obat-obatan seperti PPI, H2RA dan TCA sering kali tidak berhasil mengatasi gejala dispepsia fungsional secara memadai,” imbuh Prof. Hari, , dalam Webinar Kesehatan yang diselenggarakan oleh OTC Digest dan PT Kalbe Farma, Jumat (8/9/2023).

Peranan Enzim Digestif untuk Dispepsia Fungsional

Prof. Hari melanjutkan, terapi pengganti enzim digestif bisa digunakan sebelum mengonsumsi obat-obatan. “Fungsinya yaitu memecah molekul makronutrisi menjadi unit lebih kecil, serta membantu penyerapan nutrisi. Dibandingkan antasida, enzim digestif memiliki manfaat klinis tertentu,” tuturnya.

Enzim digestif bekerja dengan meningkatkan kemampuan pencernaan. Di samping itu, terapi pengganti enzim ini sesuai metabolisme alamiah, bisa digunakan jangka panjang, tidak mengganggu metabolisme internal, mendukung penyerapan nutrisi, mendukung antimikroba di lambung, dan efek samping minimal. “Antasida justru menimbulkan efek-efek yang sebaliknya,” ucap Prof. Hari.

Pada umumnya, suplemen enzim digestif mengandung enzim-enzim pankreas yang berfungsi untuk memecah makronutrisi. Yaitu lipase, amilase, dan protease. Beberapa studi menunjukkan manfaat enzim lipase untuk pasien dengan dispepsia fungsinal. Misalnya saja yang dilakukan oleh Majeed, dkk (2018). Penelitian tersebut menemukan, pemberian multi-enzyme complex memperbaiki keluhan dispepsia fungsional.

Baca juga: Evaluasi Dispepsia

“Studi melaporkan bahwa gejala dispepsia jauh berkurang setelah pemberian terapi pengganti enzim. Terapi ini relatif aman, dengan efek samping minimal,” ujar dr. Daniel Winatakusuma, M.Biomed dari Medical Department PT Kalbe Farma Tbk, dalam kesempatan yang sama.

Sayangnya, masih ada kekhawatiran mengenai enzim digestif di Masyarakat, khususnya bagi umat beragama tertentu, atau mereka yang menjalani pola makan khusus. Enzim yang berbasis hewani biasanya terbuat dari pankreatin babi yang haram bagi umat muslim, atau sapi yang disucikan oleh umat Hindu. Mereka yang memiliki gaya hidup vegan pun tentunya menghindari enzim berbasis hewani. Namun sebenarnya, ada enzim berbasis non-hewani, yang berasal dari mikroba atau fungi.

Tak hanya aman bagi umat muslim, Hindu, dan mereka yang vegan, enzim berbasis non-hewani juga memiliki keunggulan dibandingkan enzim berbasis hewani. Yaitu stabil terhadap asam sehingga tidak rusak oleh asam lambung, dan dosisnya lebih kecil. “Sedangkan enzim berbasis hewani tidak stabil terhadap asam. Karena mudah rusak saat terkena asam lambung, maka dosis yang diperlukan pun lebih besar,” jelas dr. Daniel.

Vitazym Plus mengandung kombinasi enzim digestif (amilase, protease, lipase), dan simetikon. Sebagaimana diketahui, simetikon bekerja sebagai antiflatulans, meredakan kembung dan begah, dan meredakan rasa tidak nyaman di perut.

Baca juga: Patofisiologi Dispepsia

Vitazym Plus diproduksi dalam bentuk tablet salut enterik. “Enzim harus berada di usus halus. Tablet salut enteric akan mempertahankan kandungannya utuh sampai di usus, tidak rusak kena asam lambung,” papar dr. Daniel. Penting untuk mengingatkan pasien bahwa tablet harus ditelan utuh, tidak boleh dikunyah, digerus, atau dipotong, karena akan merusak fungsi dari tablet salut enterik.

Sebuah studi surveilans post-marketing di India oleh Khandke DA, dkk (2013) dilakukan terhadap 2.125 subjek dengan dispepsia fungsional. Subjek diberikan enzim digestif sebanyak dua kali sehari selama 14 hari. Hasilnya, ditemukan bahwa pemberian enzim digestif mengurangi frekuensi dan keparahan keluhan seperti flatulens, kembung, bersendawa, perut terasa penuh dan tidak nyaman, rasa terbakar di ulu hati, dan hilang nafsu makan.

Utamanya, Vitazym Plus diindikasikan untuk dispepsia fungsional dengan keluhan PDS. Di samping itu juga efektif sebagai terapi tambahan pada dispepsia fungsional dengan gejala EPS. (nid)