Ethicaldigest

Diagnosis Aterial Fibrilasi: Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Diagnosis aterial fibrilasi melalui anamnesis menyulitkan, karena seperti penderita tidak bergejala. Aterial fibrilasi merupakan gangguan irama jantung yang paling sering ditemukan dalam praktik sehari-hari; terjadi pada 1-2% populasi. Dipastikan, angka kejadiannya akan mengalami peningkatan. Hal ini dihubungkan dengan usia harapan hidup yang meningkat, perbaikan dalam  pengelolaan penyakit jantung koroner atau penyakit kronis lainnya, serta semakin baiknya alat monitoring dagnosis.

Aterial fibrilasi ditandai dengan kelainan aktivitas listrik dari atrium, dan merupakan salah satu aritmia yang paling membutuhkan penanganan. Prevalensi atrial fibrilasi meningkat sesuai usia, di mana prevalensinya sekitar 0,1% pada individu dengan usia di bawah 55 tahun, dan sekitar 10% pada individu berusia du atas 80 tahun. Pada usia 40 tahun, kemungkinan atrial fibrilasi di kemudian hari sekitar 25%, membuat beban ekonomi dan kematian akibat atrial fibrilasi menjadi penting.

Atrial fibrilasi, menurut dr. Idar Mappangara Sp.PD, Sp.JP, dari Universitas Hasanudin, Makasar, “Terkait dengan berbagai faktor penyebab dan kondisi komorbid.” Pada jantung, kondisi yang paling sering menyebabkan atrial fibrilasi, antara lain hipertensi (seringkali disertai dengan hipertrofi ventrikel kiri), penyakit jantung koroner, penyakit jantung katup, penyakit jantung bawaan, kardiomiopati dan gagal jantung kronis.

“Kondisi lain yang terbukti meningkatkan risiko terjadinya atrial fibrilasi adalah usia tua, hipertiroid, penyakit paru, obesitas, obstructive sleep apneu, konsumsi alkohol berlebihan, pasca bedah jantung, infark miokard, diabetes dan gagal ginjal kronis,” jelas dr. Idar.

“Kondisi lain yang meningkatkan risiko atrial fibrilasi adalah usia tua,
hipertiroid, penyakit paru, obesitas, obstructive sleep apneu, konsumsi
alkohol berlebihan, pasca bedah jantung, infark miokard, diabetes dan gagal ginjal kronis,” jelas dr. Idar.

Pasien dengan atrial fibrilasi berisiko 5 kali lipat mengalami stroke. “Sekitar 1 dari 5 kasus stroke, secara keseluruhan terkait dengan gangguan irama jantung ini,” ucap dr, Idar. Stroke iskemik yang terjadi akibat gangguan irama jantung, sering berakibat fatal. Pasien yang dapat bertahan hidup, memiliki risiko kecacatan yang lebih tinggi. Juga, berisiko lebih besar mengalami rekurensi stroke, dibanding pasien dengan penyebab stroke yang lain.

Sekitar sepertiga dari seluruh pasien artrial fibrilasi adalah asimtomatis. Ini membuat diagnosis atrial fibrilasi menjadi sulit. Padahal, penting bagi dokter untuk dapat mendeteksi sejak awal, agar bisa memberikan terapi lebih awal. Sehingga, pasien dapat terlindungi dari komplikasi aritmia dan mencegah progresifitas atrial fibrilasi.

Menegakkan diagnosis

Diagnosis aterial fibrilasii: Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Penunjang dilakukan hampir sama dengan metode diagnosa kasus-kasus penyakit lain, yaitu melalui pemeriksaan klinis (anamnesis gejala klinis dan pemeriksaan fisis tanda-tanda fisik). Kemudian, diagnosis aterial fibrilasi. diperkuat dengan pemeriksaan penunjang (elektrokardiografi untuk memastikan diagnosa, ekokardiografi dan lain-lain untuk mencari etiologi /faktor risiko).

Anamnesis

Sekitar sepertiga pasien atrial fibrilasi tidak bergejala. Sisanya memiliki gejala yang bervariasi. Gejala yang paling sering yakni palpitasi, lemah, sesak, intoleransi fisik dan pusing. Juga dapat terjadi poliuria, karena pelepasan hormon natriuretik atrium. Banyak pasien dengan atrial fibrilasi paroksismal yang simtomatik, juga mengalami episode asimtomatik. Sementara, beberapa pasien dengan atrial fibrilasi persisten hanya mengalami gejala yang intermittent. Ini menyebabkan kesulitan dalam menilai secara akurat, frekuensi dan durasi atrial fibrilasi berdasarkan gejala dasarnya.

Sekitar 25% pasien atrial fibrilasi, tidak menunjukkan gejala. Ini terutama terjadi pada orang lanjut usia. Kadang terjadi kekeliruan, di mana seorang pasien dikatakan sebagai atrial fibrilasi asimtomatik, padahal gejala yang dimilikinya lemah atau intoleransi fisik bersifat non spesifik, khususnya pada atrial fibrilasi persisten.

Sinkop merupakan gejala atrial fibrilasi yang jarang terjadi. Biasanya, gejala ini disebabkan sinus pause yang panjang, pada terminasi atrial fibrilasi pasien dengan sick sinus syndrome. Yang lebih jarang, sinkop terjadi pada atrial fibilasi dengan respon ventrikel cepat, karena respon neurokardiogenik (vasodepresor) yang  dipicu takikardia. Atau karena penurunan drastis tekanan darah, akibat penurunan tiba-tiba curah jantung.

Pasien atrial fibrilasi yang sebelumnya asimtomatis atau gejala minimal, dapat muncul tiba-tiba dengan komplikasi tromboemboli, seperti stroke atau onset gagal jantung yang berat.

Anamnesis ditujukan untuk menentukan jenis dan tingkat keparahan, onset pertama atrial fibrilasi, apakah atrial fibrilasi bersifat paroksismal atau pun persisten, pencetus atrial fibrilasi, apakah episode acak atau terjadi pada waktu-waktu khusus (misalnya pada saat tidur), dan frekuensi serta durasinya. Anamnesis juga diarahkan untuk mengidentifikasi penyebab  potensial atrial fibrilasi (misalnya hipertiroidisme, konsumsi alkohol berlebihan), penyakit jantung struktural dan faktor komorbid lainnya.

Pemeriksaan Fisik

Penanda utama atrial fibrilasi pada pemeriksaan fisik, adalah nadi yang ireguler. Interval denyut ventrikel yang pendek dan tidak teratur selama atrial fibrilasi, menyebabkan waktu pengisian diastolik ventrikel kiri tidak adekwat. Sehingga, stroke volume berkurang. Ini menyebabkan tidak adanya nadi perifer yang teraba. Hal ini muncul sebagai “pulsus deficit”, di mana nadi perifer tidak secepat denyut apeks. Manifestasi yang lain adalah pulsasi vena jugular yang irregular, dan intensitas bunyi jantung pertama yang bevariasi.

Secara sistematism pemeriksaan fisik dilakukan untuk diagnosis aterial fibrilasi dan mencari kemungkinan etiologinya. Pada pemeriksaan tanda vital, dapat ditemukan suhu tinggi pada kondisi tirotoksikosis, atau peningkatan desakan vena sentral pada kondisi gagal jantung. Bruit pada arteri karotis mengarahkan pada penyakit arteri perifer, yang mungkin ekuivalen dengan penyakit jantung koroner.

Pemeriksaan paru dapat menunjukkan bukti gagal jantung (misalnya rokhi basah halus pada kedua basal paru, efusi pleura), wheezing atau penurunan bunyi nafas mengarahkan pada kemungkinan penyakit paru (seperti penyakit paru obstruktif kronis, asma).

Pemeriksaan jantung merupakan yang terpenting, dalam evaluasi pasien dengan atrial fibrilasi. Palpasi dan auskultasi jantung untuk kecurigaan adanya penyakit jantung katup  atau kardiomiopati.

Pergeseran titik maksimal impuls, atau adanya S3 gallop menunjukkan pembesaran ventrikel dan peningkatan tekanan ventrikel kiri. P2 yang keras menunjukkan adanya hipertensi pulmonal. Pada pemeriksaan abdomen, adanya ascites, hepatomegali atau refleks hepatojugular yang positif, menunjukkan kemungkinan gagal jantung kanan.

Pemeriksaan ekstrimitas bawah dapat menunjukkan sianosis, clubbing atau edema. Ektrimitas yang teraba dingin dan nadi yang tidak teraba, mungkin mengarah pada komplikasi iskemik tungkai akut akibat emboli perifer. Pemeriksaan neurologis diperlukan  untuk mencari kemungkinan komplikasi, berupa transient ischemic attack atau stroke iskemik. 

Pemeriksaan Penunjang

Gangguan irama dalam praktik sehari-hari, sangat bergantung pada pemeriksaan penunjang. Tidak hanya untuk memastikan diagnosa, tetapi juga untuk menentukan faktor etiologi, risiko komorbid mau pun membantu tata laksana.

Diagnosis Aterial Fibrilasi: Elektrokardiografi hingga Laboratorium