Ethicaldigest

Diagnosis Aterial Fibrilasi: Elektrokardiografi hingga Laboratorium

Dalam menegakkan diagnosis aterial fibrilasi, ada beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan, yaitu:

Elektrokardiografi

EKG merupakan alat diagnostik utama pada artrial fibrilasi. Untuk mengidentifikasi atrial fibrilasi, dapat menggunakan EKG 12 sadapan atau monitor holter 24 jam, yang didukung dengan kualitas dokumentasi yang baik. Pada EKG, atrial fibrilasi dicirikan dengan osilasi amplitude rendah (fibrilatory atau gelombang f), dan irama ventrikel yang tidak teratur (ditandai dengan interval gelombang R yang tidak teratur).

Gelombang f memiliki frekuensi 300-600 kali/menit dan bervariasi dalam amplitude, bentuk dan waktunya. Pada atrial fibrilasi, gelombang f di lead V1 kadang  tampak seragam dan menyerupai irama flutter. Yang membedakan adalah ada tidaknya aktivitas atrium yang seragam dan regular yang tampak pada lead lain.

Secara umum, atrial fibrilasi memiliki kaakteristik sebagai berikut:

  • Ketidakteraturan interval RR, yaitu tidak adanya pola repetitive pada EKG.
  • Tidak adanya gambaran gelombang P, yang jelas pada EKG.
  • Siklus atrial (jika terlihat), interval di antara dua aktivasi atrial, sangat bervariasi (<200ms) atau >300 kali permenit.

Sebagaimana aritmia supraventriklar lain, sebagian besar atrial fibrilasi memiliki kompleks QRS yang sempit. Namun, pada kondisi di mana terdapat budle branch block, konduksi aberan atau jalur konduksi aksesoris, kompleks QRS pada atrial fibrilasi memiliki durasi yang lebar. Kondisi ini kadang membuat gambaran AF sulit dibedakan dengan ventrikular takikardi.

Perbedaan yang penting terletak pada iregularitas interval RR, yang terdapat pada atrial fibrilasi. Pasien dengan jalur aksesoris dan periode refrakter pendek, seperti halnya pada simdrom Wolff-Parkinson-White (WPW), dapat mengalami respon ventrikel yang sangat cepat selama atrial fibrilasi. Denyut ventrikel lebih dari 250 – 300 kali permenit. Pada kondisi hemodinamik yang tidak stabil, kardioversi perlu dilakukan.

Walau pun denyut atrium sangat cepat, respon ventrikel dapat bervariasi tergantung pada perangkat elektrofisiologis dari nodus AV dan jaringan konduktif lainnya, derajat tonus vagal dan simpatis, dan ada atau tidaknya jalur konduksi aksesoris serta efek dari obat-obatan tertentu. Tanpa adanya jalur aksesoris, respon ventrikel jarang melebihi 200 kali permenit, dan umumnya kurang dari 150 kali permenit.

Jika laju jantung kurang dari 60 kali permenit, disebut atrial fibrilasi dengan respon ventrikel lambat (Slow Ventrivular Response)). Jika laju jantung 60-100 kali permenit, disebut atrial fibrilasi respon ventrikel normal (Normo Ventricular Response). Sedangkan jika laju jantung lebih dari 100 kali permenit, disebut  atrial fibrilasi dengan respon ventrikel cepat (Rapid Ventrivular Response).

Bila denyut ventrikel terjadi sangat cepat (>170 kali permenit), derajat iregularitas gelombang R akan berkurang dan irama tampak seperti regular.

Foto Toraks

Pemeriksaan foto toraks dilakukan, terutama bila pada anamnesis atau pemeriksaan fik menorah pada penyakit paru. Pemeriksaan ini juga bisa menilai ada tidaknya kelainan struktural  jantung, sebagai penyebab atrial fibrilasi. Seperti hipertrofi ventrikel kiri pada hipertensi lama, pembearam atrium kiri pada gangguan katup mitral dan sebagainya.

Ekokardiografi

Ekokardografi dilakukan untuk mengevaluasi ukuran atrium dan fungsi ventrikel kiri, dan melihat ada tidaknya hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung kongenital dan penyakit katup jantung. Ekokardiografi juga bermanfaat dalam stratifikasi risiko tromboemoli. Pada kelompok atrial fibrilasi risiko tinggi, terdapat disfungsi sistolik ventrikel kiri, thrombus, kecepatan aliran darah di atrium kiri yang rendah, dan plak ateroma di aorta torakal dikaitkan dengan tromboembolisme.

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium termasuk kadar gula darah, fungsi tiroid, fungsi hati dan fungsi ginjal. Selain itu, pemerksaan d-dimjer dapat berguna untuk stratifikasi risiko tromboembolisme, pada pasien dengan atria fibrilasi. Pasien arial fibrilasi dengan nilai d-dimer 10ng/mL atau lebih, memiliki insiden tromboembolik lebih besar dibanding nilai d-dimer rendah.

Differensial diagnosis atrial fibrilasi pada EKG

atrial flutter

Pada atrial flutter, terdapat sirkuit re-entrant dalam atrium menghasilkan irama sekitar 300 kali permenit. Atrial flutter dicirikan dengan pola gergaji (saw toothed), yang paling jelas terlihat pada lead II, III, aVF dan V1. Konduksi atrioventrikuler menentukan respon ventrikel. Impuls alternans dengan blok 2:1 menghasilkan irama ventrikel sekitar 150 kali per menit. Atrial flutter dengan blok atrioventrikular yang bervariasi, akan memiliki irama ventrikel yang tidak teratur dan sering kali sulit dibedakan dengan atrial fibrilasi.

Atrial ekstrasistol

Ekstrasistol atrium sering terjadi dan ditemukan pula nadi yang tidak teratur, sehingga sering salah diagnosa sebagai atrial fibrilasi. Jeda setelah irama sinus normal, menghilang dengan adanya ekstrasistol. Atrial ekstrasistol multifokal sering ditemukan pada penyakit paru.

Multifokal atrial takikardi

Multifokal atrial takikardi ditandai irama atrial ireguler yang cepat, yang sering muncul dari focus ektopik multiple pada atrium. Irama ini paling sering ditemukan pada PPOK berat. Biasanya, merupakan irama transisi dari atrial ekstrasistol yang frekuen sebelumnya menjadi arial flutter/atrial fibrilasi. Denyut ventrikel >100 kali per menit (biasanya 100-150), tidak teratur, dengan berbagai variasi interval PP, PR dan RR. Diagnosis ditegakkan jika ada 3 morfologi gelombang P berbeda pada lead yang sama.

Menegakkan Diagnosis Aterial Fibrilasi: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik