Ethicaldigest

Diet Pasca Stroke dan Peranan Probiotik

Stroke merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Morbiditas yang ditimbulkannya pun berat, dan sangat menurunkan kualitas hidup pasien. Pasien pasca stroke tidak hanya membutuhkan obat-obatan dan fisioterapi, melainkan juga diet khusus sebagai bagian dari tata laksana stroke. Diet pasca stroke penting untuk mempercepat kepulihan, memelihara kondisi fisik pasien, serta mencegah serangan berikutnya.

Diperlukan kolaborasi dengan dokter spesialis gizi ataupun dietisien mengedukasi pasien maupun keluarganya mengenai pola makan dan cara pemberian makan yang sesuai dengan kondisi pasien. Ini adalah hal yang krusial. Sering kali keluarga pasien bingung, makanan seperti apa yang boleh atau dianjurkan bagi pasien pasca stroke.

Terlebih, sekira 40% pasien stroke berisiko mengalami malnutrisi. Tube feeding, disfagia, dan kehilangan nafsu makan ditengarai sebagai faktor pemicu. Faktor sosial dan ekonomi juga berpengaruh. “Misalnya pasien kehilangan pekerjaan, sehingga tidak punya uang untuk membeli makanan. Atau mereka menggunakan kursi roda, sehingga pemberian makan bergantung pada keluarga atau care giver,” ungkap Yesi Herwati, S.Gz, M.Kes, RD dari RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung.

Malnutrisi pada pasien pasca sroke tidak bisa disepelekan. Hal tersebut bisa meningkatkan mortalitas, komplikasi, dan prognosis fungsional yang buruk. “Kelaparan berkepanjangan menyebabkan hilangnya massa otot dan disfungsi otot, bahkan bisa menyebabkan perburukan gejala pernapasan,” ujar Yesi, dalam webinar yang diselenggarakan oleh OTC Digest dan PT Yakult Indonesia Persada beberapa waktu lalu.

Diet Pasca Stroke

Diet pasca stroke yang tepat dan adekuat, penting bagi pasien. “Diet bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi, mencegah komplikasi akibat stroke, memperbaiki kondisi pasca stroke, memperbaiki kualitas hidup, mencegah serangan berulang, serta menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit,” papar Yesi.

Diet dan cara pemberian makan tentu perlu menyesuaikan kondisi tiap pasien. Beberapa hal yang perlu jadi pertimbangan antara lain pengukuran antropometri, pemeriksaan biokomia dan fisik klinis, riwayat gizi, serta latar belakang dan riwayat kesehatan pasien.

“Secara umum, yang sering dianjurkan adalah diet Mediterania yang banyak sayur dan buah segar, ikan, kacang-kacangan, biji-bijian, dan sumber lemak tak jenuh seperti minyak zaitun. Sebaliknya, minyak jenuh minimal,” tutur Yesi. Ada cukup alasan mengapa diet Mediterania baik bagi pasien pasca stroke.

Kandungan vitamin, mineral, antioksidan dan serat pada sayur dan buah memberikan efek protektif terhadap stroke. Biji-bijian utuh mengandung serat dan zat gizi tertentu yang bisa menurunkan kolesterol.

Ikan sebagai sumber protein utama dalam diet Mediterania, kaya akan PUFA dan omega-3 yang bisa menurunkan inflamasi, mengurangi plak dipembuluh darah, mencegah pembekuan darah, menurunkan trigliserida, dan meningkatkan kolesterol ‘baik’ HDL. Kacang-kacangan mengandung lemak sehat, tinggi protein, serta mengandung arginine yang menjaga kesehatan pembuluh darah. “Adapun minyak zaitun mengndung apolipoprotein untuk mencegah pembentukan lemak dan kolesterol,” tambahnya.

Peranan Probiotik

Usus dihuni oleh >100 trilyun bakteri. Sebagian bersimbiosis dengan usus dan memberikan manfaat bagi kesehatan, sebagian bersifat netral, dan sebagian lagi merugikan. Keseimbangan mikrobiota usus turut memengaruhi kesehatan. Bila terjadi disbiosis atau ketidakseimbangan mikrobiota usus, kesehatan ikut terganggu.

Konsumsi probiotik menjadi salah satu cara untuk mengembalikan dan memelihara keseimbangan mikrobiota usus. Terkait stroke, probiotik tidak secara langsung mencegah terjadinya insiden stroke. “Namun demikian, probiotik mampu mengurangi faktor-faktor risikonya,” ungkap Ni Putu Desy Aryantini, SKM., M.AFH., Ph.D dari PR Science PT Yakult Indonesia Persada.

Probiotik bekerja dengan mengembalikan keseimbangan mikrobiota usus; dari disbiosis menjadi normobiosis. “Dengan demikian, permeabilitas usus terjaga sehingga tidak terjadi ‘kebocoran’ usus,” jelas Desy. Pada kondisi usus bocor (leaky gut), bakteri dan zat lain seperti lipopolisakarida bisa masuk dari usus ke aliran darah, dan menimbulkan peradangan. Peradangan ini bisa memicu munculnya berbagai penyakit, termasuk di antaranya aterosklerosis.

“Penelitian oleh Junko Sato, dkk (2017) menemukan bahwa konsumsi L. casei Shirota strain pada pasien diabetes mengurangi translokasi bakteri,” ujar Desy. Probiotik mampu menekan kolonisasi bakteri berbahaya dengan cara menurunkan pH usus menjadi lebih asam dan tidak kondusif bagi pertumbuhan bakteri berbahaya, serta menghasilkan zat-zat antimikroorganisme. Probiotik juga meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek (SCFA) yang menutrisi sel-sel epitel usus.

Adapun penelitian oleh Aoyagi Y., dkk (2017) menemukan bahwa susu fermentasi dengan kandungan L. casei Shirota strain bisa mencegah hipertensi pada lansia. Mereka yang mengonsumsi susu fermentasi >3 kali/minggu memiliki risiko hipertensi yang lebih rendah, dibandingkan mereka yang mengonsumsinya <3 kali/minggu.

Probiotik bisa menjadi bagian dari diet pasca stroke, untuk menjaga keseimbangan mikrobiota usus. Pada akhirnya diharapkan mampu menurunkan faktor risiko terjadinya serangan stroke berikutnya. (nid)