Ethicaldigest

Intervensi Gizi dalam Tata Laksana Obesitas pada Anak, dan Peranan Probiotik

Obesitas telah menjadi masalah besar di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Intervensi gizi menjadi salah satu pilar penting dalam tata laksana obesitas. Perlu kerjasama antara dokter dengan dietisien/ahli gizi dalam menangani pasien obesitas. Pasien dan keluarganya perlu diedukasi agar betul-betul paham, pola makan dan pola aktivitas apa yang diperlukan untuk mencapai berat badan (BB) yang ditargetkan.

Menangani obesitas pada anak sedikit berbeda dengan dewasa. Seperti halnya sebelum memulai terapi untuk penyakit apapun, terlebih dulu diperlukan anamnesis. Dalam hal ini, untuk mengerucutkan penyebab obesitas. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi wajah, leher, dada, perut, genitalia, hingga tungkai. Dilanjutkan dengan penilaian antropometri anak.

“Untuk anak usia 0-5 tahun digunakan Kurva Pertumbuhan dari WHO. Disebut overweight bila berat badan (BB) anak menurut usia berada pada persentil 2, dan obesitas pada persentil 3,” ujar Luthfianti Diana M, S.Gz, RD dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, dalam sebuah kesempatan. Adapun untuk anak usia 5-18 tahun menggunakan kurva antropometri dari CDC. Disebut overweight bila IMT (indeks massa tubuh) menurut usia berada di persentil 85 – 90, dan obesitas bila >P95.

Tata Laksana Obesitas pada Anak

Tata laksana obesitas pada anak harus disesuaikan dengan usia dan perkembangan anak. “Kebutuhan nutrisi diberikan sesuai dengan RDA atau Requirement Dietary Allowances,” ucap Diana. Anak memerlukan pola makan yang teratur, gizi seimbang, dan tinggi serat. Makanan dan minuman manis dihindari.

Bisa digunakan pedoman Isi Piringku dengan bentuk T. Setengah piring bagian atas diisi buah dan sayur. Selanjutnya, ¼ piring diisi dengan protein (hewani dan nabati), dan ¼ piring dengan karbohidrat. “Asupan protein bisa lebih tinggi, yaitu 15 – 20% dari total kebutuhan. Untuk serat, anak usia di atas 2 tahun perlu asupan sebanyak usia anak ditambah 5 gr per hari. Jadi misalnya anak berusia 7 tahun, maka 7 ditambah 5 berarti 12 gr serat setiap hari,” tutur Diana.

Target penurunan BB anak cukup hingga 20% di atas BB ideal. Anak usia 0-3 tahun tidak perlu pengurangan kalori. “Cukup pertahankan BB dengan mengembalikan pola makan yang benar sesuai usianya. Anak akan bertambah tinggi, jadi meski BB tidak berkurang, sebenarnya ia jadi lebih langsing,” lanjutnya.

Pada usia 4 – 6 tahun, asupan nutrisi diberikan sesuai kebutuhan. “Dalam keadaan khusus misalnya ada gangguan pernapasan atau anak susah bergerak, bisa dilakukan pengurangan 200 – 300 kkal dari asupan sehari-hari,” ujar Diana. Pada anak usia 7 – 18 tahun, dilakukan pengurangan 300 – 500 kkal dari asupan harian, dengan target penurunan BB 1 – 2 kg/bulan.

Anak juga membutuhkan aktivitas fisik yang sehat dan diterapkan jangka panjang, untuk mempertahankan berat badan tanpa menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Modifikasi perilaku dan lingkungan yang suportif juga enting. “Keluarga juga perlu makan sehat dan berolahraga bersama anak. Jangan makan junk food, minum manis, dan lain-lain di depan anak yang sedang diet,” tandas Diana.

Peranan Probiotik

Tubuh kita dihuni oleh triliunan mikroorganisme. “Ada yang bersifat baik, dan bersimbiosis dengan tubuh kita. Namun ada juga yang bersifat kurang baik bila jumlahnya berlebihan,” ujar Ni Putu Desy Aryantini, S.KM., M.AFH., Ph.D dari PR Science PT Yakult Indonesia Persada. Bila terjadi disbiosis atau ketidakseimbangan mikrobiota usus, bisa muncul berbagai gangguan kesehatan, termasuk obesitas.

Penelitian oleh Vanesa K. Ridaura, dkk (2014) melakukan percobaan pada tikus, dengan mentransplantasikan mikroba dari 4 pasang anak kembar gemuk dan langsing. Sebagian tikus mendapat mikroba dari anak kembar gemuk, dan sebagian lainnya dari kembarannya yang langsing. Selama penelitian, semua tikus mendapat diet yang sama. “Hasilnya, ditemukan bahwa tikus yang mendapat transplantasi mikroba usus dari kembaran yang gemuk, cenderung menjadi gemuk dan sebaliknya,” ucap Desy.

Penelitian juga telah membuktikan manfaat probiotik dalam tatalaksana obesitas. Misalnya studi oleh Nagata S, dkk (2017). Sebanyak 12 anak obes diprogram untuk menjalani terapi diet dan latigan selama 6 bulan, lalu diberikan minuman susu fermentasi yang mengandung L. casei Shirota strain selama 6 bulan berikutnya.

Hasilnya, terjadi penurunan BB dan peningkatan kadar kolesterol ‘baik’ HDL yang signifikan, pada 6 bulan setelah konsumsi probiotik. “Juga terjadi peningkatan konsentrasi bakteri baik Bifidobacterium dan asam asetat pada feses setelah konsumsi probiotik, dibandingkan saat mula (baseline),” ujar Desy. Probiotik bisa menjadi bagian dari intervensi gizi dalam tata laksana obesitas pada anak.  (nid)

Ilustrasi: Freepik.com