Ethicaldigest

Blood Urea Nitrogen Sebagai Nilai Diagnostik Gagal Ginjal

Blood Urea Nitrogen (BUN) menggambarkan seberapa banyak kadar urea yang beredar dalam darah. Blood urea nitrogen merupakan hasil metabolisme protein yang disirkulasikan dalam darah. Normalnya, urea terbentuk di hati, dibawa ke ginjal untuk diekskresikan. Urea akan mengalami filtrasi di glomerulus, dan sebagian direabsorbsi di tubulus. Karena BUN dieksresikan melalui ginjal, pemeriksaan blood urea nitrogen dapat digunakan sebagai tes fungsi ginjal. Nilai normal BUN dibagi dalam beberapa golongan:

  • Dewasa: 6-20 mg/dl atau 2,1-7,1 mmol/L.
  • Orang tua (>60 tahun): 8-23 mg/dl atau 2,9-8,2 mmol/L.
  • Anak-anak: 5-18 mg/dl atau 1,8-6,4 mmol/L.

Namun, Nilai BUN dapat mengalami peningkatan pada keadaan-keadaan tertentu, seperti:

  1. Gangguan fungsi ginjal yang disebabkan keadaan seperti gagal jantung kongestif, syok, dehidrasi, stress, infark miokardium akut.
  2. Gagal ginjal kronik seperti pada glomerulonefritis dan pyelonefritis.
  3. Obstuksi saluran kemih.
  4. Diabetes melitus dengan ketoasidosis
  5. Perdarahan saluran cerna.
  6. Konsumsi protein yang tinggi.
  7. Katabolisme protein yang tinggi, seperti pada pasien kanker.
  8. Pemakaian steroid jangka panjang.

Selain mengalami peningkatan, nilai BUN dapat mengalami penurunan pada kondisi berikut:

  1. Gagal hati seperti pada pasien hepatitis, keracunan obat dan zat-zat tertentu.
  2. Akromegali.
  3. Malnutrisi dan diet randah protein.
  4. Syndrome of Inapropriate Antidiuretic Hormone (SIADH).

Ureum direabsorbsi secara pasif di tubulus. Ketika air direabsorbsi dari tubulus (melalui proses osmosis), konsentrasi ureum di tubulus meningkat. Ini menghasilkan gradien konsentrasi, yang menyebabkan reabsorbsi natrium. Meski demikian, ureum tidak dapat memasuki tubulus semudah air.

Pada beberapa bagian nefron, terutama di duktus koligentes medula internal, reabsorpsi pasif uerum difasilitasi oleh pengangkut ureum spesifik. Ureum yang tersisa masuk ke urin, menyebabkan ginjal mengeksresi sejumlah besar produk buangan metabolisme.

Produk metabolisme lainnyam seperti kreatinin, adalah molekul berukuran lebih besar dari ureum dan pada dasarnya tidak permeabel terhadap membran tubulus. Karena itu, kreatinin yang telah difiltrasi hampir tidak ada yang direabsorbsi, sehingga semua kreatinin yang difiltrasi oleh glomerulus akan disekresikan ke urin.

Transpor Urea Ginjal

Sisa nitrogen hasil metabolisme tubuh, disekresikan terutama dalam bentuk urea (90%). Mekanisme dalam proses reabsorbsi urea ginjal, berperan penting dalam mengatur konsentrasi urine di ginjal. Terbukti bahwa peningkatan kecepatan ekskresi urea, hampir seluruhnya bergantung pada kecepatan filtrasi glomerulus dan reabsorbsi tubular.

Urea direabsorbsi melalui dua mekanisme. Pertama, reabsorbsi terjadi di tubulus proximal, di mana 40% urea yang telah difiltrasi akan direabsorbsi. Karena reabsorbsi urea pada bagian ini bergantung pada konsentrasi cairan (concentration dependent), maka jika ada hal yang menyebabkan peningkatan reabsorbsi air, hal tersebut akan disertai peningkatan reabsorbsi pasif urea pada bagian ini.

Mekanisme kedua, berada di bagian distal nefron (inner medullary collecting duct). Hal ini bergantung pada peningkatan sekresi hormon antidiuretik. Peningkatan jumlah AVP (Arginine Vasopressin) akan meningkatkan reabsorbsi urea pada segmen ini, khususnya pada bagian terminal dari inner medullary collecting duct. Proses peningkatan reabsorbsi diperantarai transporter tertentu, yang diatur oleh gen UT-A dan UT-B. Transporter urea juga terdapat pada organ ekstrarenal, misalnya di jantung, namun peranannya masih belum diketahui pasti.

Transpor Air

Kanal air aquaphorin memperantarai pergerakan air melewati membran lipid bilayer. Aquaphorin 2 ditemukan pada sel prinsipal tubulus pengumpul sebagai kanal utama reabsorbsi air, melewati membran apikal sel. Melalui reseptor V2 yang terdapat pada membran basolateral tubulus pengumpul, AVP bekerja mengatur kecepatan vesikel-vesikel yang berisi aquaphorin-2 ke membran apical, dan menyebabkan peningkatan permeabilitas membran terhadap air.

Peningkatan jumlah AVP, meningkatkan jumlah aquaphorin pada bagian distal nefron yang akan menginduksi reabsorbsi air. Sebaliknya, supresi AVP menurunkan eksositosis kanal aquaphorin-2, dan akan meningkatkan klirens air dari ginjal.

Argrinine Vasopressor Peptide

AVP merupakan polipeptida yang dihasilkan sel neurosekretori di bagian paraventrikuler dan supraoptik hipotalamus, disekresikan melalui kelenjar pituitary posterior. Hiperosmolaritas plasma yang dikenali oleh osmoreseptor, merupakan stimulus utama sekresi AVP. Ambang batas tekanan osmotik untuk pelepasan AVP ke dalam darah adalah 280-290 msom/kg. Stimulasi nonosmotik juga dapat meningkatkan pelepasan AVP, misalnya pada penurunan volume sirkulasi darah dan sekresi angiotensin II.

Sensor baroreseptor pada karotid sinus memperantarai pelepasan AVP, yang terkait pada volume sirkulasi darah. Namun dibandingkan dengan stimulasi osmoreseptor, stimulasi baroreseptor tidak terlalu sensitif, di mana hanya pada perubahan volume darah yang signifikan dan menyebabkan hipotensi yang memicu stimulasi ini berlangsung.

Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

Sistem RAAS merupakan sistem regulasi kompeks dalam tubuh, melibatkan pengaturan kardiovaskular, hemodinamik dan sistem ginjal. Kortex juxtamedular ginjal merupakan sumber utama pelepasan renin. Angiotensin II berikatan dengan beberapa kelas Angiotensin reseptor, yaitu AT-1 dan AT-2. AT-1A ditemukan pada pembuluh darah, otak dan organ tubuh lain. Sementara AT-1B banyak ditemukan pada hipofisis anterior dan korteks adrenal. Selain efek tidak langsungnya melalui induksi pelepasan aldosteron, Angiotensin II memiliki efek antidiuretik langsung pada nefron. Aktivasi AT-1 meningkatkan aktivitas pertukaran natrium-hidrogen di membran apikal nefron.

Pertama, Angiotensin II akan meningkatkan absorbsi sodium dan air pada tubulus proksimal, dan menyebabkan meningkatnya konsentrasi urea yang telah terfiltrasi pada tubulus proksimal. Hal ini meningkatkan reabsorbsi pasif urea melewati gradien konsentrasi tubulus. Kedua, peningkatan reabsorbsi air pada tubulus proksimal akan menurunkan volume cairan yang melewati bagian distal,  mengakibatkan kecepatan aliran tubulus berkurang pada tubulus pengumpul, menyebabkan  peningkatan reabsorbsi urea yang bersifat flow dependent.

Sistem Saraf Simpatis

Sistem saraf simpatis berperan penting dalam mengatur konsentrasi natrium dan air dalam tubuh. Sistem saraf simpatis ginjal berhubungan secara langsung dengan membran dasar peritubular (peritubular basement membrane). Sel juxtaglomerulus juga diinervasi langsung oleh saraf simpatis. Perubahan pada saraf simpatis ginjal, menimbulkan efek pada transpor pada tubulus renal. Selain mempengaruhi tubulus, saraf simpatis menginervasi arteri aferen dan eferen ginjal sehingga mempengaruhi hemodinamik ginjal, dan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, meningkatkan reabsorbsi sodium di tubulus ginjal.

Mekanisme Kompensasi Jantung Berujung Pada Gagal Jantung