Ethicaldigest

Gagal Jantung dan Mekanisme Kompensasi Jantung

Gagal jantung diawali dengan kompensasi jantung terhadap perubahan hemodinamik. Bila terjadi gangguan kontraktilitas miokard primer, atau beban hemodinamik berlebihan pada ventrikel, akan terjadi kompensasi jantung untuk mempertahankan curah jantung dan tekanan darah. Beberapa mekanisme adaptif, antara lain sekresi neurohormonal, aktivasi sistem renin angiotensin dan aktivasi sistem saraf simpatik. Lalu, peptide natriuretik, ADH dan endothelin, mekanisme frank starling, dan hipertropi miokard.

“Setiap mekanisme kompensasi jatung, dapat memberi manfaat hemodinamik segera. Namun dengan konsekuensi yang merugikan, jika terjadi jangka panjang. Selanjutnya berperan dalam perkembangan gagal jantung,” jelas Dr. dr. Iwan Dakota, SpJP. Misalnya, hipertrofi miokard akan meningkatkan massa elemen kontraktil dan memperbaiki kontraksi sistolik, namun meningkatkan kekakuan dinding ventikel dan fungsi diastolik.

Aktivasi sistem saraf simpatis pada gagal jantung melalui stimulasi baroreseptor, dapat meningkatkan kecepatan detak jantung, vasokonstriksi pembuluh darah akibat perangsangan reseptor alfa dan menghasilkan peningkatan kontraktilitas miokard pada awalnya. Refleks simpatis bekerja maksimal dalam 30 detik. “Peningkatan kecepatan detak jantung dan kontraktilitas, secara langsung meningkatan curah jantung,” jelasnya. Vasokonstriksi vaskular mengakibatkan peningkatan aliran balik darah ke jantung, sehingga meningkatkan beban awal dan meningkatkan stroke volume melalui mekanisme frank starling.

Konstriksi arteriol pada gagal jantung meningkatkan tahanan pembuluh perifer, sehingga membantu memelihara tekanan darah. Adanya distribusi regional reseptor-reseptor alfa sedemikian rupa, menyebabkan aliran darah diredistribusikan ke alat-alat vital (jantung dan otak), dan dikurangi ke organ-organ perifer seperti kulit, organ-organ splanknik dan ginjal. Namun, aktivasi sistem RAA dan neurohormonal menyebabkan peningkatan tonus vena (preload jantung) dan arteri (afterload jantung), meningkatkan norepinefrin plasma, retensi progresif natrium dan air.

Penurunan perfusi jantung menyebabkan stimulasi sistem rennin angiotensin aldosteron (RAA), yang menyebabkan peningkatan kadar renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat pada arteriol eferen ginjal, yang menstimulasi pelepasan norepenefrin dari ujung saraf simpatik, menghambat tonus vagal dan membantu pelepasan aldosteron dari adrenal, sehingga dapat menyebabkan retensi natrium dan air dalam tubuh.

Ginjal mengendalikan tekanan darah dengan mengatur volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin penting yang mengendalikan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparatus ginjal, sebagai respon glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, atau respon dari sistem saraf simpatetik. ACE (Angiotensin Converting Enzyme) berperan fisiologis penting, dalam mengatur tekanan darah.

Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) diubah menjadi Angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Angiotensin I kemudian diubah oleh ACE menjadi Angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II dapat meningkatkan tekanan darah, karena bekerja sebagai vasokonstriktor melalui dua jalur, yaitu:

  1. Meningkatkan pengeluaran hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari), dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan intraseluler ditarik untuk agar volume cairan ekstraseluler meningkat. Akibatnya volume darah meningkat, dan meningkatkan tekanan darah.
  2. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid, yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, ekskresi NaCl (garam) akan dikurangi aldosteron, dengan mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali, dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler, yang pada gilirannya meningkatkan volume dan tekanan darah.

Penurunan curah jantung pada gagal jantung, dirasakan oleh baroreseptor yang ada di sinus karotis dan arkus aorta sebagai suatu penurunan perfusi. Reseptor- reseptor ini lalu mengurangi laju pelepasan rangsang, sebanding dengan penurunan tekanan darah. Sinyal tersebut akan dihantarkan melalui saraf cranial IX dan X ke pusat pengendalian kardiovaskuler di medula oblongata.

Ada banyak efek perptida natriuretik terhadap jantung, ginjal dan sistem saraf pusat. Beberapa jenis peptida natriuretik, seperti peptida natriuretik atrial (Atrial Natriuretic Peptide / ANP), dilepaskan jantung sebagai respon peregangan, menyebabkan natriuresis dan dilatasi. Peptide natriuretik otak (brain natriuretic peptide / BNP) juga dilepaskan dengan cara yang sama dengan ANP. Peptida natriuretik bekerja sebagai antagonis fisiologis terhadap efek Angiotensin II, sekresi aldosteron dan reabsorbsi natrium ginjal.

Endothelin merupakan peptida vasokonstriktor poten, yang disekresikan oleh sel endothelial vaskular yang membantu retensi natrium di ginjal. Konstriksi vena sistemik dan retensi natrium,  meningkatkan tekanan serta volume akhir diastolik ventrikel, pemanjangan sarkomer dan kontraksi miofibril diperkuat (makanisme Frank Starling).

Retensi cairan oleh ginjal dan peningkatan volume darah, terjadi selama beberapa jam atau hari. dalam kondisi normal, ginjal mendapatkan suplai darah 1.100ml /menit atau sekitar 20 – 25% dari curah jantung. Tujuan utama tingginya aliran darah ke ginjal, adalah menyediakan cukup plasma untuk mengimbangi laju filtrasi glomerulus tinggi, yang dibutuhkan untuk pengaturan volume cairan tubuh dan konsentrasi zat terlarut secara efektif. Karena itu, penurunan darah ke ginjal akan menurunkan GRF (Glomerular Filtration Rate). Hal ini mengakibatkan terjadinya oligouria, yang berarti menurunnya keluaran urin di bawah tingkat asupan air dan zat terlarut. Penurunan tajam aliran darah ginjal dapat menghentikan total keluaran urin, yang disebut anuria. Ginjal dapat mengkompensasi kekurangan aliran darah, pada keadaan aliran darah ginjal sekitar 20-25% keadaan normal. Ketika aliran darah ginjal menurun, GFR dan jumlah natrium klorida yang difiltrasi oleh glomerulus ikut menurun, termasuk penurunan filtrasi BUN.

Penilaian Blood Urea Nitrogen Sebagai Nilai Diagnostik Gagal Jantung