Ethicaldigest

Interstitial Lung Disease (ILD): Jenis Yang Sering Terjadi Pada Anak

Terdapat beberapa jenis ILD yang sering terjadi pada anak, yang akan menggangu aktifitas anak, di antaranya:

  • Gangguan perkembangan secara keseluruhan
  • Displasia asiner
  • Displasia alveolus kongenital
  • Displasia kapiler alveolus disertai misalignment vena paru (memiliki prognosis yang buruk)
  • Gangguan pertumbuhan
  • Hipoplasia paru
  • Gangguan paru neonatus kronik (BPD yang berkaitan dengan prematuritas dan penyakit paru kronis didapat pada bayi)
  • Perubahan struktur paru dengan abnormalitas kromosom, misalnya trisomi 21
  • Kelainan yang berkaitan dengan penyakit jantung kongenital pada anak sehat
  • Kondisi tertentu yang tidak diketahui penyebabnya
  • PIG
  • NEHI
  • SDM dan gangguan terkait
  • Mutasi genetik SFTPB (PAP sebagai pola histologis yang dominan)
  • Mutasi genetik SFTPC
  • Mutasi genetik ABCA3
  • Mutasi reseptor Granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF)

Kelainan genetik dan/atau familial

  • SDM dan penyakit terkait
  • Hiperkalsemia hipokalsiuri familial
  • Intoleransi protein lysinuri
  • Lipogranulomatosis Farber
  • Sindroma Hermansky-Pudlak

Proteinosis Alveolar Paru (PAP)

PAP ditandai dengan uji periodic acid-Schiff (PAS) amorphous positif terhadap adanya lipoprotein intra-alveolar. PAP dapat dikaitkan dengan kelainan metabolisme surfaktan yang diturunkan, sehingga menyebabkan distress pernapasan berat.  Meski sebagian besar PAP idiopatik atau didapat, beberapa kondisi berhubungan dengan PAP, termasuk di antaranya intoleransi protein lysiuni, imunodefisiensi seluler kongenital, AIDS, leukemia mieloid, anemia sideroblastik, dan infeksi Pneumocystis carinii, spesies Nocardia dan Histoplasma capsulatum. Mutasi gen pengkode SFTPB, ABCA3, dan rantai alfa dan beta reseptor GM-CSF (CSF2RA dan CSF2RB), ditemukan pada PAP pada neonatus dan pada jenis familial.

Ada empat protein surfaktan yang terbesar, yaitu A, B, C dan D. Collectin paru (SP-A dan SP-D) berfungsi sebagai opsonin bagi patogen, juga berfungsi sebagai imunomodulator yang meregulasi respon inflamasi di dalam ruang alveolus. Kadarnya akan meningkat pada dewasa dengan IPF, ILD yang disertai dengan penyakit kolagen pada pembuluh darah dan PAP. Pada anak dengan ILD, kadar SP-A dan SP-D berhubungan dengan berat ringannya penyakit.

Defisiensi SP-A pertama kali ditemukan pada hewan percobaan dengan BPD. Selma dkk melaporkan adanya hubungan yang bermakna, antara polimorfisme nukleotid tunggal SFTPA dan SFTPB dengan IPF. Meski demikian, sampai saat ini belum ada bayi manusia yang pernah diketahui mengalami defisiensi SP-A.

Defisiensi SP-B bersifat menurun dengan resesif autosomal. Pada yang homozigot,  dapat sangat mematikan bagi bayi baru lahir. Gambaran radiologisnya mirip dengan penyakit membran hialin. Pasien tidak menunjukkan respon terhadap terapi pengganti surfaktan, dan kebanyakan memerlukan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). Pada akhirnya, penderita akan memerlukan transplantasi paru. Anggota keluarga heterozigot dengan bayi yang mengalami defisiensi SP-B, tidak mengalami gangguan paru dan memiliki fungsi paru yang normal.

Baru-baru ini, fibrosis paru familial dikaitkan dengan mutasi gen SFTPC. Mutasi SP-C dapat memiliki gambaran klinis yang bervariasi, bahkan pada anggota keluarga yang sama. Bersifat menurun autosomal dominan dengan peenetrasi yang berbeda-beda. Pasien dapat datang dengan gejala berat pada bulan-bulan pertama kehidupan. Dapat juga datang dengan gejala ILD saat dewasa, atau dapat tetap asimtomatik. Studi baru yang menyelidiki kemungkinan peranan varian SP-C frekuensi tinggi pada penyakit umum pada anak, menemukan bahwa varian SP-C menunjukkan faktor risiko berkembangnya infeksi pernapasan berat oleh virus sinsitial (RSV).

Mutasi dari ABCA3, gen yang mengkodekan protein transmembran, yaitu protein yang mengantarkan substansi untuk melewati membran biologis dan telah dilokalisasi di badan lamelar, ternyata diturunkan dengan cara autosomal resesif. Mutasi gen ABCA3 mungkin merupakan penyebab genetik tersering dari interstitial lung disease pada neonatus.

Pada tahun 2004, Shulenin dkk menjabarkan 21 bayi dengan defisiensi berat surfaktan dengan penyebab tidak diketahui; mutasi pada ABCA3 ditemukan pada 16 dari 21 pasien. Fungsi protein ABCA3 belum diketahui pasti, namun sangat diperlukan dalam transpor lipid ke dalam badan lamelat dan agar surfaktan berfungsi sempurna. Gambaran klinik pada kondisi ini dapat bervariasi. Pada neonatus dapat bersifat fatal, namun pada beberapa pasien dapat berlangsung lebih lama dan dapat hidup dengan ILD pada usia remaja. Studi baru meneliti gambaran mutasi ABCA3 pada 9 anak, dengan onset gejala sejak lahir sampai usia 4 tahun, melalui gambaran klinis, radiologis dan patologisnya. Pola histopatologis yang ditemukan meliputi PAP, DIP, dan NSIP; dan kesemuanya bervariasi dengan usia.

Dengan tidak ditemukannya fungsi ABCA3 sama sekali, akan menyebabkan defisiensi berat surfaktan. Sedangkan beberapa mutasi akan menyebabkan gangguan paru yang lebih ringan pada periode neonatal. Ini mengindikasikan, ABCA3 mungkin merupakan gen yang bertanggung jawab atas penyakit paru yang sering dijumpai, misalnya respiratory distress syndrome (RDS) neonatus pada bayi prematur.

Interstitial Lung Disease (ILD): Gejala dan Pemeriksaan Fisik