Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. Angka kejadiannya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Bedah pintas arteri koroner (BPAK) merupakan salah satu prosedur yang sering dilakukan, untuk menyelamatkan pasien dengan PJK. Namun, sayangnya, komplikasi akibat tindakan ini masih cukup tinggi.
Komplikasi pasca BPAK dapat berupa edema miokardium. Edema miokardium adalah suatu kondisi medis, di mana sel otot jantung dipenuhi oleh cairan yang menyebabkan pembengkakan sel. Akibatnya dapat terjadi gangguan fungsi jantung.
Dr. dr. Rita Zahara, Sp.JP, dalam sidang promosi Doktor di FKUI 16 Januari 2019 menyatakan, hingga saat ini belum ada biomarker yang bisa dijadikan penanda deteksi dini edema miokardium secara cepat dan praktis. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar FSTL1 (sitokin yang diproduksi oleh jantung) meningkat pada kondisi iskemia, peningkatan massa ventrikel, dan gagal jantung kronik.
Peningkatan massa ventrikel dapat disebabkan peningkatan jumlah cairan dalam miosit, atau dengan kata lain pada kondisi edema miokardium. Dengan demikian, FSTL1 secara tidak langsung dapat digunakan sebagai biomarker edema miokardium. Meskipun demikian, penggunaan FSTL1 sebagai biomaker edema miokardium belum pernah diteliti sebelumnya.
Berdasar hal ini, dr. Rita meneliti peran FSTL1 sebagai biomarker edema miokardium, dan pengaruh pemberian atorvastatin 80 mg pada edema miokardium. Penggunaan statin sebagai terapi untuk membatasi terjadinya edema miokardium, belum banyak diteliti dan belum ada satu pun uji klinis pada manusia.
Salah satu penelitian oleh LI dan kawan-kawan menunjukkan, pemberian statin 80 mg pada hewan dapat mengurangi terjadinya edema miokardium. Efek statin ini dikenal sebagai efek pleiotropik, yaitu efek protektif statin yang tidak berkaitan dengan penurunan kadar LDL kolesterol. Efek pleiotropik statin antara lain sebagai antiinflamasi, antioksidan, antiproliferasi, dan antitrombosis. Berbagai studi menunjukkan bahwa pemberian statin dapat menurunkan kadar hs-CRP dan MDA, yang merupakan penanda inflamasi dan stress oksidatif.
Statin dosis tinggi juga diketahui mempunyai efek pleitropik yang lebih kuat. Di RSJPDHK (Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita) Jakarta, statin sudah rutin diberikan tetapi dengan dosis kecil. “Penelitian ini diharapkan memberi informasi baru, mengenai dosis efektif atorvastatin untuk menghambat edema miokardium pasca-BPAK, dan diharapkan dapat membuktikan peran FSTL1 sebagai penanda kejadian edema miokardium pasca-BPAK,” kata dr. Rita.
Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan desain paralel, tersamar ganda (double blinded). Penelitian dilakukan di RSJPDHK Jakarta, tahun 2016-2018. Subjek penelitian setelah randomisasi dibagai dalam dua kelompok. Kelompok pertama yang diberi atorvatatin 80 mg (statin dosis tinggi), kelompok kedua yang diberikan atorvastatin 10 mg (statin dosis rendah). Masing-masing kelompok mengonsumsi obat tersebut selama 2 minggu, sebelum dilakukan operasi BPAK.
Pada hari ke-6 pasca-BPAK dilakukan pemeriksaan MRI, dengan metode T2 mapping untuk analisasi kuantifikasi edema miokardium. Juga dilakukan pemeriksaan darah untuk menilai kadar FSTL1, PKA, PKB, dan hs-CRP, yang dilakukan sebelum BPAK, pada hari ke-1 dan ke-6 pasca-BPAK.
Dari hasil penelitian diketahui, hampir semua pasien yang menjalani BPAK akan mengalami edema miokardium. Namun, luaran primer nilai MRI T2 relaxation time pada kelompok atorvastatatin dosis 80 mg lebih singkat, yang berada pada rentang T2 relaxation time miokardium yang tidak mengalami edema, dibanding kelompok atorvastatin dosis 10 mg. T2 pada penelitian ini adalah 50,11 6.71 ms pada kelompok atorvastatin 80 mg dan 59,03 11,51ms pada kelompok 10 mg, sedangkan untuk nilai kisaran T2 pada subjek normal adalah 44 – 56 ms. Oleh karena itu pemberian atorvastatin 80 mg terbukti mengurangi edema miokardium, pada pasien yang menjalani bedah pintas arteri koroner.
Namun, dari penelitian ini diketahui bahwa atorvastatin 80 mg tidak berpengaruh terhadap kadar FSTL1 pada pasien dengan edema miokardium pasca BPAK. Selain itu tidak terdapat korelasi antara kadar FSTL-1 dengan T2 relaxation time, pada pemeriksaan MRI. Didapatkan pula dari penelitian bahwa atorvastatin 80 mg lebih menurunkan kadar hs-CRP pada hari ke-6 post operasi pada pasien BPAK, dibanding atorvastatin 10 mg.