Skabies mudah menular, melalui kontak kulit langsung atau tidak langsung. Permetrin 5% efektif membasmi tungau penyebab skabies dalam semua fase, termasuk telurnya.
Skabies, masyarakat awam menyebutnya kudis, terdengar seperti “penyakit masa lalu”. Di RS swasta besar, penyakit ini hampir tak pernah ditemukan. Faktanya, Indonesia belum terbebas dari penyakit ini, meski trennya terlihat menurun. Seperti yang ditunjukkan data Kementerian Kesehatan RI 2013, angkanya berkisar 3,9-6%; turun dari 4,9-12,95% pada 2009 dan 5,6-12,96% pada 2008. Di RS kecil atau Puskesmas, skabies masih acap dijumpai.
Negara berkembang terlebih yang beriklim tropis, banyak yang masih bermasalah dengan gangguan kulit ini. Organisasi Kesehatan Dunia WHO (2014) menyebutkan, sekitar 130 juta orang di dunia terjangkit skabies. Menurut International Alliance for the Control of Skabies (IACS), prevalensi skabies bervariasi antara 0,3-46%.
Skabies pada manusia disebabkan infestasi tungau Sarcoptes scabiei var. hominis. Di kulit, tungau betina membentuk terowongan untuk meletakkan telurnya. Sela-sela jari; lipatan pergelangan tangan, siku dan lutut; sekitar pinggang dan pusar; payudara dan area genital; wajah, leher, telapak tangan dan telapak kaki pada anak-anak, adalah daerah yang disenangi skabies.
Gejala paling khas yakni gatal-gatal tak tertahankan, khususnya di malam hari. Tampak ruam-ruam merah di kulit mirip jerawat berisi cairan seperti kulit melepuh, dan koreng akibat garukan. Koreng bisa terinfeksi hingga menjadi borok.
Menangani skabies tidak selalu mudah, karena tungau mudah menular dari satu orang ke orang lain. Bisa melalui kontak kulit langsung maupun tidak langsung. Untuk memutus mata rantai skabies, pengobatan harus dilakukan secara tuntas dan bersama-sama dalam komunitas yang terjangkit.
Di Puskesmas, skabies umum diobati dengan salep 2-4, karena harganya sangat terjangkau oleh semua kalangan. Salep berisi sulfur presipitatum 2-5% ini cukup efektif membasmi skabies, tapi tidak bermanfaat untuk membasmi dalam fase telur. Karenanya, harus digunakan selama 3-4 hari berturut-turut.
Obat topikal yang lebih efektif yakni krim permetrin 5%, antiparasit spektrum luas yang merupakan golongan obat pyrethrins. Permetrin telah digunakan sejak 1980-an, dan efektivitasnya sangat baik dibanding agen topikal lain untuk skabies. Bahkan disebut sebagai obat anti skabies paling efektif, menurut Cochrane Review 2007. Menurut ulasan sistematik yang dilakukan Corinna Dressler, dkk (Deutches Ärzteblatt International, 2016), administrasi tunggal permetrin 5%, crotamiton 10% dan ivermectin sistemik memiliki efektivitas yang sebanding.
Cara kerja permetrin yakni dengan mengganggu polarisasi dinding sel saraf parasite, melalui ikatan dengan natrium. Dampaknya, terjadilah repolarisasi dinding sel, dan tungau pun mengalami paralisis. Permetrin efektif membunuh tungau di semua fase, termasuk fase telur.
Permetrin juga aman. Seperti disebutkan Lina Albakri dan Ran D. Goldman (Canadian Family Physician, 2010), permetrin ditoleransi dengan baik, tidak banyak diserap melalui kulit dan cepat dimetabolisasi. Dalam studi tersebut, juga dituliskan bahwa permetrin direkomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk pasien >2 bulan.
Untuk bayi <2 bulan, lebih direkomendasikan preparasi sulfur 7%, karena ada teori mengenai kekhawatiran soal absorpsi permetrin secara perkutan pada anak <2 bulan. FDA juga tidak menyarankan permetrin pada bayi <2 bulan. Namun pada pasien >2 bulan, ibu hamil dan menyusui, permetrin dinilai aman.
Penggunaan permetrin yakni dengan mengoleskan ke seluruh tubuh kecuali leher, wajah dan kepala, lalu didiamkan selama 8-12 jam. Disarankan digunakan di malam hari, ketika tungau biasanya lebih aktif. Administrasi cukup satu kali, dan bisa diulang 7 hari kemudian bila keluhan masih ada. Bila setelah itu keluhan masih ada, bisa diulang seminggu kemudian. (nid)