Ethicaldigest

Long Acting Beta 2 Agonist: Kontroversi Penggunaan pada Pasien Asma

Penggunaan long acting beta 2 agonist (LABA) semakin luas. Muncul
kekhawatiran  penggunaan terapi ini sebagai monoterapi. Beberapa
penelitian  dengan jelas menunjukkan bahwa pasien asma yang menggunakan long acting beta 2 agonist, berisiko tinggi mengalami kematian dan kecacatan jika kontrol gejala yang dicapai dengan penggunaan LABA, menyebabkan penghentian penggunaan kortikosteroid hirup.

Serevent Nationwide Surveillance Study

GlaxoSmithKline (GSK) mensponsori penelitian Serevent Nationwide
Surveillance
(SNS) yang melibatkan pasien asma dari seluruh Inggris.
Penelitian ini berdisain acak buta ganda lebih dari 16 minggu, membandingkan salmeterol hirup (50 µg, 2x sehari) dengan salbutamol (200 mg 4x sehari). Satu-satunya perbedaan signifikan antara kelompok adalah penghentian pengobatan karena asma, yang lebih sedikit pada kelompok menggunakan salmeterol dibanding salbutamol. Sekitar 70% pasien mendapat kortikosteoid hirup secara bersamaan.

Para peneliti melaporkan 12 kematian yang disebabkan asma pada kelompok salmeterol (7,1 per 10 000 pasien), dan dua dalam kelompok salbutamol (2,4 per 10 000 pasien). Risiko yang meningkat tiga 3x lipat ini tidak bermakna secara statistik. Karena jumlah kejadian sangat kecil, tidak mungkin untuk mengatakan bahwa perbedaan ini adalah apa yang disebut dengan ’a chance finding’. Selain itu, mungkin ada bias dengan tingginya jumlah pasien yang menghentikan pengobatan di kelompok salbutamol. Peneliti menganggap bahwa jumlah kematian bisa dicegah, menggunakan kortikosteroid hirup lebih tepat.

Salmeterol Multicenter Asthma Research Trial (SMART)

Badan Obat dan Makanan Amerika meminta GSK melakukan sebuah penelitian berskala besar. Penelitian ini dirancang untuk mengevaluasi efek salmeterol pada kematian, terkait sakit pernafasan dan asma atau kejadian yang mengancam jiwa. Pasien dengan asma berusia 12 tahun ke atas diberi salmeterol 50 µg 2x sehari melalui inhaler dosis terukur atau plasebo selama 28 minggu, selain terapi yang biasa mereka gunakan.

Untuk endpoin primer, tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok
pengobatan berkenaan jumlah kematian terkait penyakit respirasi atau kejadian yang mengancam jiwa. Meski demikian, jumlah kematian asma terkombinasi dan kejadian mengancam jiwa dan jumlah kematian asma, secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang mendapat salmeterol.

Secara keseluruhan, hasil penelitian SMART kontroversial. Ada perbedaan
karakteristik asma pada baseline, antara pasien kulit putih dan pasien
Afrika-Amerika. Akhirnya, temuan bahwa ada lebih banyak kematian pada pasien yang menggunakan salmeterol, kontras dengan data statistik nasional di Amerika Serikat mengenai kematian karena asma dan peresepan salmeterol dan salmeterol, plus kortikosteroid hirup. Ekstrapolasi data kematian dari SMART menunjukkan, tahun 2004 ada 2-3x lipat kematian karena asma, daripada yang dilaporkan dalam
statistik nasional.

Penelitian-penelitian Formoterol

Penggunaan formoterol disetujui di Amerika Serikat dalam dosis 12 ug,
berdasarkan dua penelitian selama 12-minggu dan satu penelitian 1 tahun pada anak usia 5-12 tahun. Penelitian-penelitian klinis memunculkan kekhawatiran mengenai kemungkinan hubungan antara penggunaan dosis yang lebih tinggi (24 mg 2x sehari), dan peningkatan eksaserbasi asma yang serius. Akibatnya, FDA meminta produsen untuk melakukan uji klinis fase IV pasca-pemasaran, untuk menyelidiki keamanan dua dosis berbeda dari formoterol.

Penelitian terhadap 2.085 pasien dengan asma persisten stabil ringan sampai sedang (64% mendapatkan kortikosteroid hirup secara bersamaan), menunjukkan lima (0,9%) komplikasi terkait asma berat pada kelompok yang menerima 24 mg formoterol, dibanding dua (0,4%) pada kelompok 12 mg. Dan hanya satu (0,2%) pada kelompok placebo. Ini  menunjukkan bahwa formoterol 24 µg 2x sehari dikaitkan dengan peningkatan serius eksaserbasi asma.

Meta analisa FDA

Meta-analisis ini dilakukan sebagai respon terhadap rekomendasi dari
pertemuan Paediatric Advisory Committee, untuk terus menilai risiko
dan manfaat long acting beta 2 agonist. Meta analisa ini melibatkan 110 uji klinis terkontrol pararel acak (60 954 pasien). Meta-analisis ini meninjau empat produk yang mengandung LABA dan disetujui di Amerika Serikat, untuk pengobatan asma: salmeterol plus flutikason, formoterol, salmeterol, dan formoterol plus budesonide.

Sebagian besar pasien (> 70% dari total sampel) berasal dari penelitian
salmeterol. SMART memberikan sampel lebih banyak (43%) dari total sampel. Untuk analisis secara keseluruhan, 77% pasien berusia 18 – 64 tahun, 11% antara 12 -17 tahun, 7% 65 tahun ke atas, dan hanya 6% antara 4 – 11 tahun. Sebagian besar pasien berkulit putih (72%), perempuan (57%), dan dari uji coba dengan jangka waktu pengobatan 12 minggu atau lebih (94%).

Tinjauan sistematis dengan meta analisa berbasis penelitian acak
terkontrol dan database klinis

Karena sedikitnya angka kematian dalam uji klinis asma, salah satu
pendekatan yang berguna untuk menganalisis tinjauan sistematis adalah
menggunakan meta-analisis, berdasar percobaan terkontrol acak (RCT). Ada 16 meta-analisis: tiga membandingkan LABA dengan plasebo, delapan membandingkan LABA plus kortikostroid hirup dengan kortikosteroid hirup saja, dan tiga membandingkan kedua perbandingan tersebut. Juga dilakukan evaluasi dua database penelitian acak terkontrol, yang diberikan perusahaan farmasi pada FDA.

Dari enam tinjauan membandingkan LABA dengan placebo, empat menunjukkan peningkatan kematian karena asma pada kelompok yang menggunakan LABA. Mayoritas kematian yang terekam dalam tinjauan ini berasal dari SMART. Satu-satunya tinjauan yang secara eksklusif menilai efek formoterol, menghasilkan satu kematian asma pada kelompok LABA. Monoterapi LABA meningkatkan risiko asma dan
rawat inap, meski di beberapa tinjauan efeknya tidak signifikan secara
statistik. Jelas, analisis data ini mengonfirmasi kekhawatiran sebelumnya, yang timbul dari studi seperti SNS atau SMART.

Tinjauan membandingkan LABA plus kortikosteroid hirup dengan monoterapi kortikosteroid hirup menunjukkan gambaran yang cukup berbeda. Semua tinjauan, kecuali dua, dilakukan menggunakan kortikosteroid hirup yang sama di kedua kelompok, dan satu penelitian dilakukan secara eksklusif pada anak-anak. Secara keseluruhan, kematian karena asma dan serangan yang mengancam jiwa jarang terjadi. Pasien yang diobati dengan LABA plus kortikostroid hirup, menunjukkan
penurunan risiko rawat inap. Satu-satunya tinjauan dari pasien anak, tidak menunjukkan kematian asma atau serangan yang mengancam jiwa.

AstraZeneca juga memberi tinjauan komprehensif pada FDA, berkenaan data-data formoterol plus budesonide dalam metered dose inhaler dan penelitian Turbuhaler (≥12 tahun). Data mencakup penelitian-penelitian yang melibatkan 15.852 pasien, yang mendapat formoterol plus kortikostroid hirup atau monoterapi kortikosteroid saja. Tidak ada kematian terkait asma, dan endpoin komposit asma (kematian, intubasi, dan rawat inap) menurun secara signifikan (rasio odds (OR)= 0,62; 95% CI 0,42-0,93), pada pasien yang menerima terapi kombinasi.

Satu perkembangan pengobatan kombinasi kortikostroid hirup dan LABA adalah kombinasi budesonide dan formoterol, baik sebagai terapi pelega atau rumatan (strategi SMART). Data keamanan dari enam penelitian buta ganda (14.346 pasien), dimana budesonide plus formoterol digunakan selama minimal 6 bulan, menunjukkan toleransi yang baik dan tidak ada peningkatan masalah keamanan, dengan angka kematian dan kejadian serius terkait asma yang lebih rendah atau setara, dibandingkan komparatornya.