Ethicaldigest

Konsensus Dispepsia Terbaru 2

Dispepsia yang telah diinvestigasi

Pasien dispepsia  dengan  tanda  bahaya,  tidak  diberi  terapi empirik. Mereka harus diinvestigasi lebih dulu dengan endoskopi, dengan atau tanpa pemeriksaan histopatologi sebelum ditangani sebagai dispepsia fungsional. Setelah  investigasi,  tidak  menyingkirkan  kemungkinan  bahwa  pada beberapa kasus dispepsia, ditemukan GERD sebagai kelainannya.

Dispepsia organik

Apabila ditemukan lesi mukosa (mucosal damage) sesuai hasil endoskopi, terapi  dilakukan  berdasarkan  kelainan  yang  ditemukan.  Kelainan  yang termasuk dalam kelompok dispepsia organik antara lain gastritis, gastritis hemoragik, duodenitis, ulkus gaster, ulkus duodenum, atau proses keganasan. Pada  ulkus peptikum  (ulkus gaster dan/ atau  ulkus duodenum),  obat  yang diberikan antara lain kombinasi PPI, misal rabeprazole 2×20 mg/ lanzoprazole 2×30 mg dengan mukoprotektor, misalnya rebamipide 3×100 mg.

Dispepsia fungsional

Bila setelah investigasi tidak ditemukan kerusakan mukosa, terapi dapat diberikan sesuai gangguan fungsional yang ada. Prokinetik,  seperti  metoklopramid,  domperidon,  cisaprid, itoprid dan lain sebagainya, dapat memberi perbaikan gejala pada beberapa pasien  dengan  dispepsia  fungsional. Keterlambatan pengosongan lambung merupakan salah satu patofsiologi dispepsia fungsional, maka penggunaan cisaprid harus hati-hati, karena potensi komplikasi kardiovaskular.

Data penggunaan obat-obatan antidepresan atau ansiolitik pada pasien dengan dispepsia  fungsional masih  terbatas. Dalam sebuah studi di Jepang terlihat adanya perbaikan  gejala  yang  signifkan,  pada  pasien dispepsia fungsional yang mendapat agonis 5-HT1 dibanding plasebo. Di sisi lain venlafaxin, penghambat ambilan serotonin dan norepinerfrin, tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding plasebo.

Gangguan psikologis, gangguan tidur, dan sensitivitas reseptor serotonin sentral mungkin merupakan faktor  penting  dalam  respon  terhadap  terapi antidepresan, pada pasien dispepsia fungsional.

Tata laksana dispepsia dengan infeksi H. pylori

Eradikasi H. Pylori mampu memberi kesembuhan jangka panjang terhadap gejala  dispepsia.  Dalam  salah  satu  studi  cross-sectional  pada  21  pasien  di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta (2010), didapatkan bahwa terapi eradikasi  memberi  perbaikan  gejala  pada  mayoritas  pasien  dispepsia, dengan  persentase  perbaikan  gejala sebesar 76%. Dan 81% pasien memiliki hasil pemeriksaan UBT negatif. Penelitian prospektif oleh dr. Ari F. Syam Sp.PD-KGEH dan kawan-kawan tahun 2010 menunjukkan, terapi  eradikasi H. pylori  dengan  triple  therapy  (rabeprazole,  amoksisilin,  dan klaritromisin) selama 7 hari, lebih baik dari terapi selama 5 hari.

Alogaritme tatalaksana dispepsia fungsional

Alogaritme tatalaksana eradikasi H. pylori

Konsensus Dispepsia Terbaru 2