Ethicaldigest

Nyeri Neuropatik

Nyeri neuropatik terjadi karena proses patologi berupa perubahan sensitisasi perifer maupun sentral. Masalah pada nyeri neuropatik menyangkut terapi, yang berkaitan dengan kerusakan neuron dan sifatnya ireversibel.

Nyeri neuropatik didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi pada jaringan saraf perifer maupun sentral, yang dapat diakibatkan beberapa penyebab seperti: amputasi, toksis (akibat khemoterapi) metabolik (diabetik neuropati) atau infeksi, misalnya herpes zoster pada neuralgia pasca herpes, serta akibat penyakit morbus hansen (MH).

Nyeri neuropatik dapat muncul secara spontan (tanpa stimulus) maupun dengan stimulus, atau kombinasi. Meskipun jarang, nyeri dapat disebabkan oleh kerusakan sistem saraf pusat (SSP), terutama jaras spinotalamik atau talamus.

Nyeri neuropatik sering muncul sedemikian hebat dan tidak teratasi dengan pengobatan nyeri standar. Nyeri neuropatik secara tipikal mempunyai kualitas seperti terbakar, kesemutan atau tersengat listrik dan dapat ditimbulkan dengan sentuhan ringan sekalipun. Gambaran ini jarang ditemukan pada tipe nyeri lain. Pada pemeriksaan, deficit sensorik secara khas dijumpai pada daerah yang mengalami nyeri.

Seperti dikatakan dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS, dari Klinik Nyeri dan Tulang Belakang, Jakarta, berbagai mekanisme mendukung terjadinya nyeri neuropatik. Diantaranya aferen primer yang rusak, termasuk nosiseptor menjadi sangat sensitive terhadap stimulasi mekanis dan menimbulkan hantaran energy dari neuron ke neuron lainnya (impuls) tanpa adanya rangsangan. Aferen primer yang rusak juga dapat menyebabkan sensitivitas terhadap norepineprin, yang dilepaskan oleh neuron pasca ganglion simpatik.

Yang menarik adalah neuron transmisi nyeri spinal yang tidak dapat menerima masukan normalnya dapat menjadi aktif secara spontan. Perubahan sistem saraf pusat maupun perifer dapat menyebabkan terjadinya nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik juga disebut nyeri kronik, berbeda dengan nyeri akut atau nosiseptif dalam hal etiologi, patofisiologi, diagnosis dan terapi.

Nyeri akut merupakan nyeri yang sifatnya self-limiting dan dianggap sebagai proteksi biologik, melalui signal nyeri pada proses kerusakan jaringan. Nyeri pada tipe akut merupakan simptom akibat kerusakan jaringan itu sendiri, dan berlokasi di sekitar kerusakan jaringan dan mempunyai efek psikologis minimal dibanding nyeri kronik. Nyeri ini dipicu oleh keberadaan neurotransmiter sebagai reaksi stimulasi terhadap reseptor serabut alfa-delta dan C polimodal yang berlokasi di kulit, tulang, jaringan ikat otot dan organ visera. Stimulus bisa berupa mekanik, kimia dan termis, demikian juga infeksi dan tumor.

Epidemiologi Nyeri Neuropatik

Jumlah penderita nyeri neuropatik sekitar 9,8% dari total penduduk di suatu negara; jumlah ini di luar nyeri punggung bawah. Nyeri punggung bawah sendiri angkanya diperkirakan 15% dari jumlah penduduk.

Etiologi Nyeri Neuropatik

Penyebab nyeri neuropatik yang paling sering adalah nyeri neuropatik perifer, di antaranya:

  • Poliradikuloneuropati demielinasi inflamasi akut dan kronis.
  • Polineuropati alkoholik.
  • Polineuropati karena kemoterapi.
  • Sindrom nyeri regional kompleks (complex regional pain syndrome).
  • Neuropati jebakan (misalnya, carpal tunnel syndrome).
  • Neuropati sensoris karena HIV.
  • Neuralgia iatrogenik (misalnya, nyeri  post mastektomi atau nyeri post thorakotomi).
  • Neuropati sensoris idiopatik.
  • Kompresi atau infiltrasi saraf oleh tumor.
  • Neuropati oleh karena defisiensi nutrisional.
  • Neuropati diabetik.
  • Phnatom limb pain.
  • Neuralgia post herpetik.
  • Pleksopati post radiasi.
  • Radikulopati (servikal, thorakal, atau lumbosakral).
  • Neuropati karena paparan toksik.
  • Neuralgia trigeminus (Tic Doulorex).

Adapun yang termasuk dalam kategori nyeri neuropatik sentral, di antaranya:

  • Mielopati kompresif dengan stenosis spinalis.
  • Mielopati HIV.
  • Multiple sclerosis.
  • Penyakit Parkinson.
  • Mielopati post iskemik.
  • Mielopati post radiasi.
  • Nyeri post stroke.
  • Nyeri post trauma korda spinalis.
  • Siringomielia.