Ethicaldigest

Kunci Menghentikan Pandemi: Kombinasi Vaksin dan Prokes

Sudah vaksin, kok masih harus ribet menerapkan protokol kesehatan (prokes)? Percuma dong divaksin? Anggapan demikian makin menyeruak, menyusul pemberitaan soal Raffi Ahmad yang lalai menjalankan prokes setelah mendapat vaksinasi COVID-19. Tentu saja vaksinasi tidak percuma. Namun untuk menghentikan pandemi, prokes tetap harus dijalankan. Kombinasi vaksin dan prokes adalah dua hal yang tak terpisahkan.

Prokes utamanya harus dijalankan dengan ketat ketika baru divaksin. Dijelaskan oleh Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI, antibodi baru terbentuk 2 minggu setelah vaksinasi. Untuk informasi, vaksin COVID-19 produksi Sinovac diberikan dua kali, sehingga kita baru memiliki antibodi terhadap penyakit tersebut 14 hari setelah vaksinasi kedua. “Kalau baru sekali vaksin, belum ada antibodi; tidak ada bedanya dengan orang yang belum divaksin. Maka kalau tidak menjalankan protokol kesehatan, masih bisa tertular,” terang Prof. Iris kepada OTC Digest. Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ini sangat menyayangkan kelalaian yang dilakukan Raffi Ahmad. “Nanti kalau sakit, vaksinnya yang disalahkan; kok divaksin malah sakit,” sesalnya. 

Prof. Iris melanjutkan, prokes bahkan tetap harus dijalankan meski sudah dua kali vaksin, dan sudah 14 hari setelah vaksinasi kedua. “Prokes tetap harus dijaga karena pandemi masih berlangsung,” tegasnya.

Kombinasi vaksin dan prokes

Vaksinasi memang memberikan perlindungan, tapi bukan segalanya. Bagaimanapun, perlindungan dari vaksin tidak 100%. Ini berlaku untuk semua vaksin untuk berbagai jenis penyakit. “Tapi memang, seandainya sakit, tidak separah atau seberat bila tidak divaksin,” ungkap Prof. Iris. Dan tanpa vaksinasi, pandemi akan berlangsung lama.

Ini bisa dianalogikan seperti naik mobil. Vaksin layaknya fitur perlindungan yang ada di mobil, seperti air bag, rem yang pakem, hingga kerangka mobil yang kuat. Seandainya pun kita mengalami kecelakaan, luka yang kita alami mungkin tidak terlalu parah dibandingkan bila mobil tidak dilengkapi dengan fitur pengaman. Prokes berfungsi sebagai seat belt; secanggih apapun fitur perlindungan mobil, seat belt tetap harus dipakai sebagai perlindungan dasar. Untuk itu, kombinasi vaksin dan prokes tidak bisa ditawar.

Tujuan vaksinasi adalah herd immunity atau kekebalan kelompok. Inilah yang pada akhirnya bisa menghentikan pandemi. “Herd immunity baru akan tercapai bila minimal 70% penduduk sudah divaksin,” ujar Prof. Iris. Tentu, perlu waktu sekian lama hingga herd immunity tercapai. Pemerintah menargetkan vaksinasi selesai dalam waktu 1,5 tahun.

Untuk mendukung terciptanya herd immunity, semua orang yang telah divaksin tetap perlu menjalankan prokes. “Sampai pandemi benar-benar selesai, prokes tetap diperlukan. Kalau tidak begitu, penularan akan tinggi terus,” tegas Prof. Iris.

Menjalankan prokes tidak hanya untuk melindungi diri sendiri, tapi juga melindungi orang yang belum bisa mendapat vaksin. Misalnya anak usia <18 tahun, atau orang dengan komorbid tertentu. Dengan vaksinasi, bisa saja kita terinfeksi tapi tidak mengalami keluhan apapun. Namun, kita bisa menularkan kepada orang lain yang belum mendapat vaksinasi. Dengan kombinasi vaksin dan prokes, perlindungannya dobel, karena risiko kita terinfeksi makin minimal lagi. Beberapa tahun mendatang, anak yang sekarang masih remaja akan menginjak 18 tahun. Apakah mereka tetap perlu mendapat vaksinasi COVID-19? “Tergantung. Kalau penyakit itu masih ada, meski sudah tidak lagi menjadi pandemi, maka vaksinasi tetap diperlukan, agar penyakit benar-benar hilang. Tapi kalau penyakit sudah tidak ada, tidak perlu lagi,” pungkas Prof. Iris. (nid)

Ilustrasi: Medical photo created by freepik – www.freepik.com