Ethicaldigest

Dampak Anemia Pada PGK 1

Telah diketahui bahwa anemia berdampak besar terhadap produktivitas manusia dan kesehatan secara keseluruhan. Terlebih pada penderita penyakit ginjal kronis (PGK). Selain gejala anemia pada umumnya, seperti kelelahan, pusing dan sesak napas, anemia berkaitan dengan munculnya beberapa penyakit berat. Di antaranya komplikasi kardiovaskuler berupa hipertrofi ventrikel kiri dan gagal jantung kongestif.

Pada penderita diabetes, anemia berperan besar dalam menurunnya fungsi ginjal. Pada kasus ini, anemia memperberat penyakit kardiovaskuler,meningkatkan risiko retinopati diabetik, dan mempercepat terjadinya neuropati diabetik. Komplikasi lain yang berkaitan dengan anemia di antaranya menurunnya fungsi kognitif dan status mental, penurunan kualitas hidup, dan perlu transfusi darah.

Anemia adalah komplikasi yang paling sering terjadi, pada penyakit ginjal kronis. Penurunan kadar hemoglobin ini terjadi akibat berbagai faktor. Yang utama adalah rendahnya kadar eritropoietin, hormon yang 90%-nya diproduksi di ginjal. Penggunaan obat-obatan tertentu juga dapat menghambat produksi hemoglobin, misalnya metformin, fibrat, thiazolidinedione, dan angiotensin converting ezyme (ACE) inhibitor. Inflamasi akibat gangguan mikrovaskuler pada penderita diabetes, akan mengganggu stimulasi eritropoietin pada sumsum tulang. Hal ini didukung faktor lain seperti perdarahan gastrointestinal, daya tahan eritrosit yang menurun (30-60% dari 120 hari), hemolisis, malnutrisi dan defisiensi vitamin B12, folat dan zat besi.

Mengapa anemia menjadi komplikasi yang sangat relevan dan penting? Sebab anemia berkaitan dengan efek terhadap kualitas hidup penderita, terutama fatigue, serta parameter-parameter lain yang berkaitan dengan kualitas hidup. Penelitian juga  menunjukkan bahwa perbaikan anemia terhadap pasien dengan penyakit ginjal kronik, memberikan manfaat luar biasa bagi pasien yang mendapatkan terapi eritropoietin. Bukan hanya terhadap kualitas hidup, namun juga kesehatan penderita secara keseluruhan.

Fungsi jantung akan membaik, seiring dengan perbaikan anemia. Kemampuan olah tubuh, kemampuan fisik seperti daya tahan, kekuatan dan mobilitas fisik membaik. Kualitas hidup meningkat, disertai peningkatan fungsi seksual, perbaikan fungsi kognitif, depresi berkurang, dan kehidupan sosial lebih baik. Pada penderita penyakit ginjal kronis tanpa dialisa, pengobatan terhadap anemia akan membantu kestabilan fungsi ginjal. Hospitalisasi dan angka kematian akan menurun.

Sejak disetujuinya penggunaan eritopoietin rekombinan oleh FDA pada tahun 1989, perawatan pasien dengan penyakit ginjal, telah berkembang pesat, bagi pasien yang menjalani hemodialisis, dialisis peritoneal, penyakit ginjal kronik tanpa dialisis, dan pasien yang menjalani transplantasi ginjal.

Hipoksia

Hipoksia pada anemia merupakan kondisi, di mana tekanan darah arterial normal, namun disertai kadar oksigen total yang rendah di dalam darah karena rendahnya hemoglobin yang mengikat oksigen. Hal ini ditandai dengan sakit kepala, sianosis, mual, napas pendek, dan rasa lelah.

Hipoksia merupakan rangsangan terpenting untuk diproduksinya eritropoietin oleh ginjal. Pada orang yang sehat, eritropoietin akan mendorong sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah, yang pada akhirnya akan meningkatkan konsentrasi oksigen di dalam darah, guna memulihkan kondisi hipoksia.

Hipoksia yang disebabkan anemia, akan merangsang sistem renin-angiotensin- aldosteron sehingga terjadi vasokonstriksi renal. Lebih lanjut, hal ini akan menimbulkan proteinuria berulang akibat meningkatnya protein pada tubulus ginjal, pada pasien dengan diabetes.

Hal ini dibuktikan oleh para peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Pennsylvania. Mereka menemukan, kadar oksigen yang rendah dapat memperburuk kondisi penyakit ginjal kronis. Yang berperan dalam hal ini adalah protein yang dikenal dengan hypoxia inducible factor (HIF-1). Protein ini akan aktif, saat ginjal tidak mendapat cukup oksigen. Dengan bertambah beratnya penyakit ginjal kronis, aliran darah di kapiler menjadi berkurang, sehingga oksigenasi juga semakin berkurang. Dalam keadaan hipoksia, fibrosis pada ginjal akan semakin buruk. HIF-1 lebih stabil saat terjadi kekurangan suplai oksigen, dan akan menyebabkan regresi pada sel-sel epitel ginjal. HIF-1 akan merangsang gen-gen tertentu untuk mensintesis jaringan ikat fibrosa, yang akhirnya mengganggu fungsi filtrasi ginjal.