Ethicaldigest

Trastuzumab Subkutan: Inovasi Metode Administrasi Antibodi Monoklonal

Trastuzumab subkutan memberikan berbagai keuntungan, baik bagi pasien maupun tenaga kesehatan. Secara ekonomi pun lebih hemat.

Sekitar 15-20% kanker payudara memiliki HER2+, yang lebih agresif. Kanker payudara HER2+ bisa diberikan terapi target berupa antibodi monoklonal trastuzumab. “Sebelum ditemukannya trastuzumab, terapi target terhadap HER2, banyak kanker yang berkembang jadi stadium 4,” ujar Dr. dr. Nugroho Prayogo, Sp.PD-KHOM dari RS Kanker Dharmais, Jakarta. Weisgerber-Kriegl U, dkk (ASCO, 2008) memprediksi, selama 15 tahun (2000 – 2015), terdapat 27.727 kasus kanker payudara yang bisa dicegah menjadi stadium metastatik dengan trastuzumab.

Herceptin telah disetujui FDA untuk kanker payudara HER2+ sejak 1998, dalam sediaan yang diberikan secara intravena (IV). “Kelemahannya, pemberiannya perlu waktu lama. Dicarilah metode lain yang lebih praktis, dan ditemukan secara subkutan,” ungkap Dr. dr. Nugroho.

Administrasi trastuzumab secara subkutan menggunakan human hyaluronidase rekombinan (rHuPH20). Tanpa rHuPH20, tidak mungkin dilakukan administrasi obat dalam dosis besar karena terdapat matrix hyaluronan fibres dan serat kolagen; administrasi subkutan terbatas 1-2 ml saja. “Hyaluronidase rekombinan akan menghancurkan kolagen subkutan untuk sementara waktu. Dengan demikian, memungkinkan administrasi obat (trastuzumab) dalam dosis besar,” imbuhnya. Setelah rHuPH20 hilang, kolagen akan pulih kembali.

Berdasarkan studi HannaH selama 3 tahun, efikasi trastuzumab subkutan setara dengan yang IV, dalam berbagai rentang berat badan. Adapun profil keamanan dan tolerabilitas trastuzumab subkutan dievaluasi dalam studi SafeHER. Studi ini dilakukan di 62 negara, dengan total pasien 2.578 termasuk 61 pasien dari Indonesia. Hasilnya, tidak ada perbedaan profil keamanan antara trastuzumab subkutan dengan yang IV dalam berbagai rentan berat badan.

Dibandingkan IV, pemberian subkutan memberikan keuntungan, baik untuk dokter maupun pasien. Administrasi cepat hanya 2-5 menit, jauh lebih singkat dibandingkan IV yang bisa mencapai 1 jam. Waktu persiapannya pun singkat; tidak memerlukan pencampuran terlebih dulu dan peralatan infus, serta tanpa perhitungan dosis. Sangat menyingkat waktu, dan lebih nyaman untuk pasien.

Zr. Musrini, S.ST, perawat onklogi senior di RS Dr. Soetomo, Surabaya, berbagi pengalamannya merawat pasien kanker. “Antrean pasien kanker sangat banyak. Inovasi metode pemberian pbat ini akan membantu mengurangi antrean,” ujarnya. Karena pemberiannya cepat, pasien tidak perlu rasat inap sehingga mengurangi biaya. Pasien pun tidak terbebani dengan pemasangan infus dan tidak perlu kesakitan akibat pasang infus berkali-kali.

Untuk perawat pun sangat memudahkan. “Pada pasien kanker payudara, infus hanya bisa diberikan pada satu lengan, di sisi yang sehat. Satu seri kemoterapi enam kali, vena sudah habis. Lalu trstuzumab 18 kali, bisa dibayangkan sulitnya memasang infus berkali-kali di satu lengan saja,” tutur Rini. Risiko terjadinya ektravasasi begitu besar. “Dengan subkutan, tidak perlu lagi mencari vena, tinggal suntikkan,” tambahnya.

Trastuzumab subkutan diberikan pada paha. Dosis yang diberikan adalah fixed dose dalam satu vial. Dokter tak perlu lagi menghitung dosis sesuai berat badan pasien. Tidak ada lagi sisa obat yang harus disimpan, sehingga lebih hemat.

Telah dilakukan kajian ekonomi penggunaan trastuzumab subkutan pada pasien kanker payudara stadium awal oleh Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (KPMAK) oleh Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gajah Mada (FKKMK UGM). “Studi dilakukan melalui wawancara dengan dokter, perawat, dan apoteker di empat RS,” terang Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt., M.Kes dari KPMAK UGM. Keempat RS yakni RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RS Kanker Dharmais, RSUP Dr. Sardjito, dan RSUD Dr. Soetomo.

Hasilnya, pemberian subkutan lebih hemat waktu dibandingkan IV. Ini mencakup lama pemberian obat (4 menit vs 90 menit), waktu aktif tenaga kesehatan saat pemberian obat (35 menit vs 63,25 menit), dan lama pasien di RS (1,4 jam vs 4 jam).

Dengan subkutan, antrean lebih cepat. Waktu untuk satu pasien IV setara dengan +3 pasien subkutan. Terdapat potensi penambahan 25 pasien yang bisa diterapi dalam sehari, dan 500 pasien dalam sebulan.

“Biaya untuk pengobatan dengan trastuzumab subkutan selama 18 siklus dalam setahun, 35% lebih hemat dibandingkan yang IV,” terang Dr. Diah. Biaya obat lebih rendah 33% dengan trastuzumab subkutan, dan biaya RS yang harus dibayar untuk tindakan medis lebih rendah 63% dengan trastuzumab subkutan. Dengan segala keuntungan ini, “Delapan puluh persen tenaga kesehatan memilih trastuzumab subkutan.”

Trastuzumab subkutan telah mendapat persetujuan BPOM pada 23 Mei 2018. Tengah diupayakan agar bisa masuk formularium nasional sehingga bisa ditanggung oleh JKN. (nid)