Ethicaldigest

Probiotik Dapat Menjaga Imunitas di Musim Hujan

Musim hujan kerap diiringi penyakit seperti diare dan ISPA. Probiotik bisa meningkatkan sistem imun tubuh, sehingga kalau sakit keluhannya lebih ringan dan lebih singkat.

Musim hujan kerap diiringi merebaknya berbagai penyakit. Diare dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) termasuk dua penyakit yang banyak terjadi sepanjang musim hujan.

Genangan air mengundang lalat dan kecoak, yang merupakan vektor berbagai kuman penyebab diare. Saat hujan, suhu relatif juga lebih dingin. Ini bisa menurunkan imunitas tubuh, membuat kita lebih rentan mengalami infeksi.

Baik yang berhubungan dengan saluran cerna, maupun saluran napas. Saat hujan, orang cenderung berdekatan dalam ruangan, membuat kuman/virus penyebab ISPA lebih mudah menular. Ditengarai, bakteri/virus penyebab ISPA lebih bertahan serta bereplikasi lebih efisien di suhu dingin.

Tahun ini, ancamannya bukan sekadar selesma. Virus corona (COVID-19), turut mengintai. Diare dan ISPA sebenarnya bisa dicegah dengan pola hidup sehat, dan rajin mencuci tangan dengan sabun. Dalam kondisi hujan apalagi kalau disertai banjir, kondisi lingkungan tidak bisa dikontrol. Masyarakat harus berupaya menjaga imunitas, agar lebih tahan terhadap infeksi.

Suplemen vitamin C sangat populer di masyarakat, untuk menjaga/meningkatkan imunitas tubuh. Ada berbagai suplemen lain yang juga bermanfaat untuk imunitas, misalnya probiotik. Banyak studi membuktikan manfaat probiotik terhadap imunitas, serta pengaruhnya dalam mencegah/mengatasi diare dan ISPA.

Probiotik dan diare

Peran probiotik dalam pencegahan diare pada anak-anak, antara lain terlihat pada studi oleh Dipika Sur, dkk di India (Epidemiology and Infection, 2011). Ini merupakan penelitian terkontrol, acak dan tersamar ganda. Sebanyak 3.758 anak usia satu sampai lima tahun di area kumuh di Kolkata, India, dilibatkan dalam studi ini. Setiap hari selama 12 minggu, mereka mendapat minuman probiotik yang mengandung L. casei Shirota strain atau minuman bernutrisi. Follow up dilakukan hingga 12 minggu berikutnya.

Luaran primer yakni kemunculan episode diare, selama 12 minggu saat anakanak mendapat minuman, dan 12 minggu setelahnya. Selama 24 minggu periode studi, diare dialami oleh 608 anak di kelompok probiotik, dan 674 anak di kelompok minuman bernutrisi. Kadar efikasi protektif untuk probiotik berdasarkan temuan ini yakni 14%. Dalam studi tersebut disimpulkan, asupan minuman probiotik sehari-hari bisa berperan dalam pencegahan diare akut pada anak-anak di negara berkembang.

Adapun manfaat probiotik terhadap gastroenteritis pada orang lanjut usia (lansia), tampak melalui studi Nagata S, dkk (British Journal of Nutrition, 2011). Sebanyak 77 lansia (rerata usia 84 tahun) disertakan dalam studi ini yang dilakukan selama musim dingin. Selama periode satu bulan, tidak ada perbedaan signifikan pada insiden gastroenteritis akibat norovirus, di antara kelompok susu fermentasi L. casei Shirota strain (n= 39) maupun kelompok yang tidak mendapat L. casei Shirota strain (n=38). Namun, rerata durasi demam >37oC setelah kemunculan gastroenteritis, berbeda secara signifikan antara kedua kelompok, yaitu 1,5 hari pada kelompok probiotik, dibandingkan 2,9 hari pada kelompok non probiotik.

Menariknya, profil bakteri pun berbeda pada kedua kelompok. Pemeriksaan dilakukan dengan menganalisis sampel feses menggunakan PCR RT-kuantitatif, yang menargetkan RNA ribosomal. Pada kelompok probiotik, tampak bahwa Bifidobacterium dan Lactobacillus secara signifikan dominan, sedangkan Enterobacteriaceae turun dan peningkatan asam asetat feses yang signifikan.

Disimpulkan, konsumsi susu fermentasi dengan L. casei Shirota strain secara kontinyu, berkontribusi secara positif untuk meringankan demam yang disebabkan gastroenteritis norovirus. Efek ini berasal dari perbaikan keseimbangan mikroflora usus lansia oleh probiotik.

ISPA

Pengaruh probiotik terhadap penurunan ISPA, bisa dilihat pada studi Fujita R, dkk (2013). Ini merupakan studi multicenter, acak, tersamar ganda, dan kontrol plasebo. Partisipan sebanyak 154 lansia menggunakan layanan day care di empat fasilitas di Tokyo. Mereka secara acak dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok mendapat minuman probiotik berupa susu fermentasi dengan kandungan L. casei Shirota strain, kelompok lain mendapat plasebo.

Partisipan yang didiagnosis ISPA akut, hampir sama di kedua kelompok (probiotik: 31, plasebo: 32). Namun pada kelompok probiotik, rerata durasi infeksi per episode jauh lebih singkat. Yakni 3,71 hari, dibandingkan 5,4 hari pada kelompok plasebo. Adapun Shida K, dkk (2015) menilai efek dari asupan L. casei Shirota strain terhadap insiden dan durasi ISPA, pada pekerja kantoran paruh baya.

Pada studi kontrol dan teracak ini, 96 lelaki pekerja usia 30 – 49 tahun, dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok mendapat probiotik berupa susu fermentasi yang mengandung L. casei Shirota strain, kelompok lain mendapat susu, diminum sekali sehari selama 12 minggu selama musim dingin. Episode ISPA dievaluasi oleh dokter menggunakan kuisioner terkait gejala ISPA.

Hasilnya, insiden ISPA selama periode intervensi jauh lebih rendah pada kelompok probiotik (22,4%), dibanding kelompok plasebo (53,2%). Analisis time to-event menunjukkan, kelompok probiotik memiliki rerata bebas ISPA yang jauh lebih tinggi ketimbang kelompok plasebo, selama periode pengujian. Jumlah kumulatif episode ISPA dan jumlah hari kumulatif dengan gejala ISPA per orang lebih rendah pada kelompok probiotik, durasi per episode pun lebih pendek. Selain itu pada kelompok probiotik, tampak inhibisi pada pengurangan aktivitas sel NK di sel mononuklir darah perifer serta peningkatan kadar kortisol di saliva.

Disimpulkan, asupan susu fermentasi dengan L. casei Shirota strain bisa mengurangi risiko ISPA pada pekerja kantoran paruh baya kemungkinan melalui modulasi sistem imun.

Imunitas

Pengaruh probiotik terhadap imunitas telah banyak diteliti sejak lama, yang paling awal dan berskala kecil misalnya studi oleh Nagao F. (Bioscience, Biotechnology, and Biochemistry, 2000). Setiap hari, sembilan relawan sehat meminum susu fermentasi dengan kandungan L. casei Shirota strain selama tiga minggu. Aktivitas sel NK (natural killer) dan fungsi imunologis lainnya diukur. Tampak aktivitas sel NK meningkat secara signifikan, tiga minggu setelah asupan probiotik dimulai. Aktivitas ini tetap tinggi hingga tiga minggu berikutnya. Efeknya terutama menonjol pada individu dengan NK rendah.

Studi lain dilakukan Kazuyoshi Takeda dan Ko Okumura (The Journal of Nutrition, 2007). Studi melibatkan sembilan orang paruh baya sehat (usia 30 – 45 tahun) dan 10 relawan lansia (usia 55 – 75 tahun). Mereka dibagi menjadi dua kelompok: kelompok eksperimental dan kelompok kontrol. Setiap hari usai makan siang selama tiga minggu, kelompok eksperimental minum sebotol susu fermentasi dengan L. casei Shirota strain. Kelompok kontrol mendapat plasebo berupa susu yang tidak difermentasi, dalam jumlah yang sama.

Aktivitas sel NK dan fungsi imunologis lainnya diteliti melalui sampel darah yang dikumpulkan lima kali. Yakni sebelum periode asupan susu dan susu fermentasi, satu minggu setelah asupan, tiga minggu setelah asupan, tiga minggu dan dua bulan setelah periode asupan berakhir. Hasilnya pada relawan paruh baya di kelompok eksperimental, aktivitas sel NK naik secara signifikan pada minggu pertama dan minggu ketiga setelah dimulainya asupan susu fermentasi, dibandingkan dengan aktivitas sel NK sebelum asupan.

Aktivitas sel NK tetap tinggi hingga tiga minggu kemudian, dan dua bulan setelah periode asupan, aktivitas sel NK kembali ke level yang hampir sama dengan sebelum asupan probiotik. Sedangkan pada kelompok kontrol, kadar aktivitas sel NK tidak berubah selama keseluruhan periode percobaan.

Pada relawan lansia, kenaikan aktivitas sel NK tidak signifikan dengan asupan probiotik. Namun, aktivitas sel NK pada kelompok kontrol justru turun secara signifikan, tiga minggu setelah asupan plasebo. Temuan ini menunjukkan bahwa asupan susu fermentasi dengan L. casei Shirota strain secara kontinyu, menghambat penurunan aktivitas sel NK pada lansia melalui beberapa mekanisme. Mungkin dengan pemeliharaan aktivitas sitotoksik per sel NK, ketimbang peningkatan jumlah sel NK. Sel NK adalah bagian dari sistem imun yang penting untuk melawan infeksi.

Peningkatan aktivitas sel NK berkorelasi dengan kemungkinan risiko infeksi. Susu fermentasi dengan kandungan L. casei Shirota strain, bisa menjadi cara untuk memelihara/meningkatkan aktivitas sel imun tubuh, dalam menghadapi musim hujan. Dengan konsumsi probiotik secara rutin dan kontinyu, berbagai penyakit yang kerap menyambangi selama musim hujan, seperti diare dan ISPA, bisa dicegah atau setidaknya menjadi lebih ringan. (nid)