Ethicaldigest

Kemenkes Tandatangani Perjanjian Pembelian 50 Juta Dosis Vaksin AstraZeneca, Harga Lebih Murah dari Vaksin Pfizer

Pada 30 Desember 2020 lalu Kementerian Kesehatan telah menandatangani perjanjian pembelian di muka untuk pasokan 50 juta dosis vaksin COVID-19 produksi AstraZeneca.

Perjanjian ini menyusul sebuah komitmen yang telah ditandatangani oleh Kementerian Kesehatan dan AstraZeneca pada bulan Oktober tahun ini. Pengiriman pertama vaksin yang diberi kode AZD1222 ini diharapkan terjadi pada paruh pertama tahun 2021.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dalam keterangan pers mengatakan, “Saya mengonfirmasi bahwa kami telah menandatangani Perjanjian Pembelian di Muka untuk 50 juta dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca/Universitas Oxford.”

“Otorisasi vaksin yang dilakukan oleh Badan Pengelola Obat dan Kesehatan Inggris telah menyatakan bahwa vaksin tersebut aman dan efektif, serta akan membantu kita untuk terus melindungi masyarakat Indonesia dan mempercepat upaya negara untuk memerangi pandemi.”

Se Whan Chon, Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia mengatakan,“AstraZeneca dengan bangga mendukung strategi vaksin COVID-19 Pemerintah dengan menyediakan 50 juta dosis vaksin potensial AstraZeneca/Universitas Oxford, AZD1222 secara nirlaba selama periode pandemi.”

Berdasarkan perjanjian ini, AstraZeneca akan memperluas kapasitas produksi globalnya untuk memastikan pasokan khusus AZD1222 untuk Indonesia. Hal ini dilakukan secara paralel dengan uji klinis yang sedang berlangsung di AS, Inggris, Brasil, Afrika Selatan, Jepang, Rusia, Kenya, dan rencananya akan dilakukan juga di Eropa dan Tiongkok.

Uji coba ini menilai kemanjuran, keamanan, dan tanggapan kekebalan (respon imun) hingga 60.000 peserta di seluruh dunia dengan rentang usia yang luas dan dari beragam kelompok ras, etnis, dan geografis.

Analisis sementara dari uji klinis fase III yang dilakukan oleh Universitas Oxford dengan AZD1222 – diterbitkan di The Lancet pada 8 Desember 2020 – menunjukkan bahwa vaksin tersebut aman dan efektif dalam mencegah COVID-19 simptomatis dan melindungi dari penyakit yang parah dan rawat inap.

AZD 1222 disimpan pada suhu 2-8℃, memungkinkan penggunaan yang mudah dalam pengaturan perawatan kesehatan yang ada, seperti di rumah perawatan dan apotek, serta di negara-negara berpenghasilan rendah.

Sebagai informasi, di Inggris, hari ini mulai dilakukan vaksinasi menggunakan vaksin AstraZeneca, setelah sebelumnya uji cobanya sempat dihentikan sementara.  Izin penggunaan darurat diberikan lembaga kesehatan terkait di Inggris pada 30 Desember.

Harga lebih murah dibanding vaksin Pfizer

Dilansir dari laman astrazeneca.com, vaksin ini diperuntukkan bagi 18 tahun ke atas, diperlukan dua dosis dengan interval antara 4-12 minggu untuk tiap suntikan.

Profesor Andrew Pollard, Direktur Oxford Vaccine Group dan Kepala Investigator Uji Vaksin Oxford, mengatakan, “Penilaian regulator bahwa ini adalah vaksin yang aman dan efektif adalah momen penting. Meskipun ini baru permulaan, kita akan mulai mengatasi pandemi, melindungi kesehatan dan ekonomi, ketika mereka yang rentan divaksinasi sebanyak dan secepat mungkin.”

Salah satu kelebihan dibandingkan dengan vaksin lain adalah harganya. AstraZeneca berjanji tidak akan mengambil untung dari vaksin selama pandemi. Biayanya yang dipatok antara 3 – 4 dolar AS per dosis di seluruh dunia. Bandingkan dengan 25 – 37 dolar per dosis untuk vaksin produksi Moderna, dan sekitar 20 dolar untuk satu dosis vaksin Pfizer.

Menggunakan vektor virus

Vaksin COVID-19 buatan Oxford-AstraZeneca menggunakan “vektor virus”. Menggunakan virus flu biasa yang tidak aktif, dimodifikasi dengan protein paku virus COVID-19 untuk merangsang respon kekebalan.

Vaksin COVID-19 lainnya yang sedang dalam proses juga menggunakan metode vektor virus, termasuk vaksin dari Johnson & Johnson dan Sputnik V. Rusia. Teknik ini telah terbukti berhasil di masa lalu, termasuk dengan vaksin Ebola. Vaksin Pfizer dan Moderna menggunakan metode baru, yakni kode genetik mRNA dari virus Corona untuk melatih pertahanan tubuh. Sementara vaksin Sinovac yang sudah ada di Indonesia menggunakan platform virus yang sudah dimatikan (inactivated) -tidak mengandung virus hidup atau yang dilemahkan. (jie)

Gambar: Wilfried Pohnke from Pixabay