Ethicaldigest

Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FACP

“Angka kanker di Indonesia sulit turun kalau hanya mengandalkan obat-obatan dan fasilitas pengobatan yang canggih. Kuncinya, deteksi dini,” tegas Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FACP, Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI). Ia berupaya keras mengedukasi masyarakat untuk melakukan tindakan preventif dengan deteksi dini, bukan hanya kuratif dengan pengobatan.

Meski beberapa kanker mudah dideteksi dini, pelaksanaannya di akar rumput cukup sulit. Misalnya kanker payudara, “Berapa perempuan yang melakukan SADARI rutin setiap bulan?” Juga deteksi dini kanker leher rahim dengan Pap smear dan IVA, kanker kolon dengan pemeriksaan lab feses, atau kanker prostat dengan colok dubur.

“Memeriksakan diri untuk kemungkinan penyakit yang belum tentu terjadi malas banget. Apalagi harus colok dubur,” ujar Prof. Aru, saat diskusi Fight for Your Man: Pentingnya Deteksi Dini Kanker Prostat di Jakarta. Prof. Aru sendiri terbiasa melakukan pemeriksaan colok dubur, mengingat usianya sudah masuk faktor risiko kanker prostat. “Dengan begitu, saya bisa lebih yakin dalam memotivasi pasien untuk melakukan colok dubur, karena saya pun melakukan.” 

Deteksi dini kanker prostat memang unik; tidak bisa dilakukan di usia terlalu dini dan sulit jadi program pemeriksaan rutin. Sebagai skrining awal, dilakukan pemeriksaan lab PSA; dilanjutkan colok dubur bila PSA tinggi. “Skrining dengan PSA tidak dianjurkan dilakukan secara massal pada laki-laki. Bila dilakukan secara umum termasuk pada laki-laki di usia yang lebih muda, bisa timbul kepanikan yang tidak perlu gara-gara PSA tinggi. Padahal belum tentu itu karena kanker.”

Pemeriksaan PSA baru dianjurkan di usia 55 tahun ke atas, ketika risiko kanker prostat mulai mengintai. Kadar PSA bisa naik akibat hal lain, misalnya bersepeda dalam waktu lama.

Kendala lain deteksi dini kanker prostat yakni bawaan laki-laki, yang umumnya cuek dengan kesehatan. “Laki-laki tidak mau mengakui kalau dirinya sakit. Susah disuruh ke dokter dan check-up, kecuali kalau ‘disabet’ oleh istri untuk ke dokter.” (nid)