Suatu tim yang dipimpin para insinyur di University of California San Diego, Amerika Serikat, mengembangkan kawat nano yang dapat merekam aktivitas listrik neuron secara detail. Teknologi kawat nano suatu hari nanti dapat berfungsi sebagai platform untuk menyaring obat-obatan, untuk penyakit neurologis dan memungkinkan peneliti lebih memahami bagaimana satu sel berkomunikasi dalam jaringan neuron yang besar.
“Kami mengembangkan alat yang memungkinkan menggali lebih dalam, bagaimana otak bekerja,” kata Shadi Dayeh, profesor teknik kelistrikan di UC San Diego Jacobs dan peneliti utama dari tim tersebut.
“Kami membayangkan bahwa teknologi kawat nano dapat digunakan pada model otak dari stem-cell, untuk mengidentifikasi obat-obatan yang paling efektif untuk penyakit neurologis,” kata Anne Bang, Direktur Biologi Sel di Conrad Prebys Center for Chemical Genomics di Sanford Burnham Medical Research Institute.
Proyek ini merupakan hasil kerjasama antara the Dayeh and Bang Labs, ahli neurobiologi di UC San Diego dan para periset di Nanyang Technological University di Singapura, dan Sandia National Laboratories. Para peneliti mempublikasikan karya mereka 10 April 2017 di Nano Letters.
Teknologi kawat nano yang dikembangkan di laboratorium Dayeh, tidak merusak dan dapat mengukur perubahan potensial pada banyak neuron sekaligus, dengan sensitivitas dan resolusi yang tinggi.
Alat ini terdiri dari susunan kawat nano silicon, yang dikemas dalam chip kecil. Kawat ini dimasukkan ke dalam sel tanpa merusaknya dan cukup sensitif untuk mengukur sedikit perubahan arus listrik atau beberapa milivolt. Para peneliti menggunakan kawat nano, untuk merekam aktivitas listrik neuron yang diisolasi dari tikus dan dari stem sel manusia. Neuron ini bertahan dan terus berfungsi setidaknya selama enam minggu, saat dihubungkan dengan alat ini secara in vitro.
Kegunaan inovatif lain dari alat ini adalah bahwa alat ini dapat mengisolasi sinyal listrik, yang diukur tiap-tiap kawat nano. Ini berbeda dari teknologi kawat nano yang ada sebelumnya, di mana peneliti tidak bisa membedakan sinyal dari setiap kawat. Untuk mengatasi masalah ini, para peneliti menemukan pendekatan yang dapat menggabungkan kawat nano dengan elektroda berbahan nikel.
Pendekatan itu melibatkan suatu proses bernama silidisasi, yang merupakan reaksi yang mengikat dua bahan padat (silicon dan logam lain) secara bersamaan, tanpa meleburkan salah satu materi. Proses ini mencegah elektroda nikel mencair, menyebar dan menempel dengan kepala elektroda lainnya.
Dayeh menyadari, teknologi ini perlu dioptimalkan lebih lanjut untuk skrining obat untuk otak. Timnya bekerja untuk memperluas penerapan teknologi ke skrining obat untuk penyakit jantung dan pemetaan otak in vivo, yang masih membutuhkan waktu beberapa tahun lagi karena masalah teknologi dan biologi yang signifikan. “Tujuan utama kami adalah mengaplikasikan eknologi ini ke perangkat yang bisa ditanamkan di otak.”