Bercak-bercak putih di punggung tangan, sebagian menutupi siku, beberapa di area wajah. Kondisi yang disebut vitiligo ini tidak berbahaya, tapi mengganggu secara estetis.
British Skin Foundation mencatat, vitiligo diderita 1% orang dari seluruh populasi di dunia. Vitiligo merupakan kondisi, di mana kulit kehilangan pigmen normalnya dan menjadi putih. Menyerang pria atau wanita sama banyaknya. Karena kondisi ini (belang putih) yang secara penampilan mengganggu, kerap dianggap sebagai masalah kosmetik. Padahal, vitiligo lebih pada sebuah kondisi medis.
Para ahli sepakat penyakit ini merupakan suatu kondisi autoimun; beberapa penderita vitiligo juga mengalami hipertiroid. Antibodi tubuh menyerang melanosit dan menghambat produksi melanin.
Sel ini berada di area kulit, rambut, bibir, di dalam mulut, area genital, rektum, bahkan mata dan bagian dalam telinga. Saat antibodi tubuh menyerang melanosit, sebagian muncul berbentuk bercak-bercak putih, lainnya mengubah warna rambut (kepala, alis, atau bulu mata). Vitiligo terbagi menjadi 2 kategori, yakni vitiligo menyeluruh (generalized vitiligo), di mana menyerang kedua sisi tubuh. Satunya lagi, vitiligo di salah satu area/bagian tubuh (segmental/localized vitiligo).
American Academy of Dermatology (AAD) menyatakan, bila menyerang sel melanosit di bagian telinga, pasien berisiko menderita gangguan dengar. Tercatat antara 12-38% penderita vitiligo mengalami penurunan pendengaran. Demikian pula pada fungsi penglihatan, beberapa pasien vitiligo dilaporkan mengalami gangguan penglihatan dan produksi air mata.
Iranian South Medical Journal (2017) menyatakan, terjadi penurunan zinc pada penderita vitiligo; yang juga dicurigai sebagai pemicu munculnya vitiligo. Responden sebanyak 103 pasien vitiligo dan 103 orang sehat (kelompok kontrol). Level serum zinc diukur menggunakan metode spectrometery.
Tim peneliti dari Arak University of Medical Science, Iran, mendapati kadar serum zinc adalah 92,1 ± 13,8 pada vitiligo lokal, 81,3 ± 12,7 di kelompok generalized vitiligo dan 91,8 ± 16,2 di kelompok kontrol. Kadar zinc pada generalized vitiligo secara signifikan kurang, dibanding kelompok kontrol.
Vitiligo bisa bersifat herediter. Dr. Suksmagita Pratidina, SpKK, dari Skin and Aesthetic Clinic, RS Pondok Indah, Jakarta, dalam suatu kesempatan mengatakan, “Ketika bayi dibentuk, ada percampuran kromosom X dan Y dengan persentase tertentu. Kemungkinannya sekitar 1,7% dari ayah dan ibu, atau salah satu orangtua, atau keluarga yang ada vitiligo.” Katanya lagi, “Jadi, belum tentu juga kalau ada riwayat vitiligo dalam keluarga, bakal kena vitiligo.”
Pemicunya bisa bermacam-macam: emosional (stres), kerusakan kulit seperti sunburn atau teriris (dikenal sebagai respon Koebner) atau karena eksposur bahan-bahan kimia. Keparahan vitiligo berhubungan dengan onset. Semakin muda usia seseorang terdiagnosa vitiligo, misalnya saat anak-anak, semakin berat penyakitnya dibandingkan jika tanda-tanda vitiligo muncul di usia dewasa.
Terapi
Terapi repigmentasi pada vitiligo termasuk memakai psoralen dan kortikosteroid; secara topikal atau sistematikal. Dipadukan dengan terapi fotoaktivasi. Salah satu jenis psoralen yang digunakan adalah methoxsalen, zat yang terkandung dalam biji Gulma Uskup (Umbelliferae) dan akar Heracleum Candicans yang tumbuh di Asia Tengah. Dall’Acqua et al., menyatakan, methoxsalen bersamaan dengan terapi fotoaktivasi, membentuk ikatan kovalen dengan DNA sel kulit.
Methoxsalen berperan sebagai photosensitizer. Menurut Omudhome Ogbru, PharmD., Professor of Pharmacy Practice and a Regional Clerkship Coordinator for the University of the Pacific School of Pharmacy, obat ini bekerja dengan beberapa mekanisme. Pertama, sebagai photosensitizer meningkatkan reaksi sel-sel kulit pada paparan sinar UVA (ultra violet A). Kedua, menstimulasi melanosit untuk menggerakkan folikel rambut ke atas dan merangsang pertumbuhan epidermis. Ketiga, methoxsalen berikatan dengan DNA sel kulit, dan menghambat sintesis DNA, penggandaan sel , serta mengurangi pembentukan sel kulit baru.
Pemakaian methoxsalen bersamaan dengan paparan sinar UVA, buatan atau cahaya matahari, akan menciptakan reaksi peradangan. Gejala erythema atau kemerahan kulit muncul dalam beberapa jam, baru akan tampak dalam 2-3 hari. Reaksi ini akan bertahan beberapa hari atau minggu. Namun, di sana terjadi perbaikan kulit dengan peningkatan melanisasi di epidermis dan penebalan stratum corneum.
Methoxsalen losion seyogyanya diaplikasikan pada area kulit, dua jam sebelum terpapar sinar UV. Perlu waktu beberapa minggu sampai proses pigmentasi kulit mulai. Efek perbaikan akan terlihat dalam 6-9 bulan terapi. (jie)
Ilustrasi: <a href=”http://www.freepik.com”>Designed by brgfx / Freepik</a>