Ethicaldigest

Rumah Sakit Angkatan Udara Dr. M. Salamun Paripurna Melayani Pasien

Terletak di Ciumbuleuit yang berhawa dingin, rumah sakit militer ini banyak melayani pasien umum dan BPJS. Kiat-kiatnya sederhana tetapi mengena.

Dini hari di daerah Ciumbuleuit, Bandung, udara terasa dingin, gelap dan sunyi. Sejumlah orang berbaju tebal tampak dalam keadaan jaga di Rumah Sakit Angkatan Udara Dr. M. Salamun, Jalan Ciumbuleuit No. 203, Bandung. Mereka adalah anggota masyarakat yang antri mendapat nomor untuk berobat. Ada yang berdomisili dekat rumah sakit, sebagian lagi berasal dari Bandung,Cimahi, Majalaya dan daerah lain. Mereka seperti tak hirau diterpa angin malam yang dingin dari arah Punclut di utara.

Loket sudah dibuka sejak jam 00.00, namun sampai jam 07.00 masih ada pasien atau keluarganya yang antri. “Sehari paling tidak ada 700-800 pasien yang mendaftar,” ujar Kolonel Kes dr. Bambang S. Gunadi, Sp.Rad, MARS, yang menjabat Kepala RSAU Dr. M. Salamun sejak April 2015.

Diresmikan 19 Agustus 1961, rumah sakit bercat biru – warna khas TNI AU – ini semakin berkembang, ditandai antara lain dengan banyaknya jumlah pasien. Keberadaan rumah sakit ini semakin tak terpisahkan dari masyarakat Kota Bandung, Jawa Barat, dan sekitarnya. Masyarakat tidak lagi menganggap rumah sakit ini sebagai milik TNI AU, melainkan sudah menjadi “milik bersama”.

Masyarakat tidak ragu-ragu datang untuk mendapat pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Mayoritas pasien RSAU Dr. M. Salamun adalah masyarakat umum termasuk pasien BPJS. Mengapa pendaftaran pasien dibuka tepat tengah malam, jam 00.00? “Awalnya dibuka pagi hari,” ujar dr. Bambang. “Karena jumlahnya ratusan, antriannya panjang sekali. Seperti mau demo atau menyaksikan seleksi Indonesia Idol.”

Akreditasi Paripurna

RSAU Dr. M Salamun merupakan Rumah Sakit Tingkat II (Kelas B), berdiri di atas areal sekitar 4 Ha, dan sudah memperoleh Akreditasi Paripurna dengan predikat Bintang 5, dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS).  Dokter Moch Salamun yang dijadikan nama RS ini lahir di Ambawara 1919, pemegang 13 Bintang Jawa (termasuk Bintang Gerilya dan Grooses Verdienstkrees dari Jerman) dan terakhir menjabat Panglima Kowilu III.

Rumah sakit ini  mengemban tiga tugas utama: Mendukung kesehatan personel TNI AU dalam kegiatan operasi latihan militer, yang diselenggarakan Komando/Markas Besar mau pun Pangkalan Udara Husein Sastranegara; memberi pelayanan kesehatan bagi anggota militer dan pegawai negeri sipil (PNS) TNI AU beserta keluarga, termasuk melayani anggota TNI beserta keluarga; dan melakukan uji keseharan secara periodik bagi seluruh anggota militer di jajaran Lanud Husein Sastranegara, serta uji kesehatan non periodic dalam rangka pengikuti pendidikan / penugasan, dan melaksanakan uji kesehatan pada seleksi calon tamtama, bintara dan perwira.

Dalam perkembangannya, pasien dari lingkungan TNI AU dan anggota TNI umumnya, jumlahnya kalah jauh dibanding pasien umum dan pasien BPJS. Hal ini sejalan dengan UU No.36/2009 tentang Kesehatan dan UU No.44/2009 tentang Rumah Sakit. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat merekomendasikan RSAU Dr. M. Salamun sebagai rumah sakit rujukan Kelas B. Banyaknya pasien umum dan BPJS, merupakan win-win solution.

Kenyataannya, tidak semua biaya rumah sakit anggota TNI AU dan keluarganya ditanggung program BPJS (dulu Askes). Misalnya, anggota militer yang mengalami patah kaki saat latihan terjun payung. Kelebihan biaya diambil dari dana BPJS, sehingga pasien militer tidak dipungut biaya. Kata dr. Bambang, “Sebagian pasien BPJS tidak membayar, tetapi mereka kan dibayari pemerintah.”

RSAU Dr. M. Salamun memiliki ruang perawatan VIP, Kelas I, II, III, ICU dan ICCU.UGD, Lab dan Radiologi buka 24 jam. Ada 16 poli mulai Penyakit Dalam, Bedah, Obgyn, Saraf, Jantung sampai Gizi Klinik dan Medical Check Up. Termasuk fasilitas HD.

Pernah ada yang protes, karena pasien militer sepertinya dinomor satukan. Termasuk, ada loket khusus bagi mereka. Kata dr. Bambang, “Tugas utama kami memang memberi pelayanan kesehatan bagi anggota TNI AU dan keluarga. Kalau tidak, saya bisa dijewer Panglima.” Saat dipanggil DPRD Bandung, karena ada pasien yang merasa tidak puas, hal ini juga ia sampaikan. Setelah dijelaskan bahwa tugas utama RSAU adalah melayani anggota TNI atau pasien dinas, mereka bisa memahami. Meski pasien militer adalah priotitas, tidak berarti pasien umum dinomor duakan. Pasien umum dan BPJS tetap mendapat pelayanan seperi pasien dinas. Jumlah karyawan total 683 orang. BOR-nya sudah 74-84%.

Grand design

Untuk Rumah Sakit Tingkat II, 700-800 pasien/hari adalah jumlah yang banyak. RSAU Dr. M. Salamun merupakan rumah sakit nomor dua terbanyak di Bandung yang  menerima pasien BPJS dan se Jawa Barat di posisi ke 4-5. Setiap hari, setidaknya ada 3-5 pasien UGD yang terpaksa dirujuk ke rumah sakit lain.

 “Kami bukan menolak, tetapi sudah tidak bisa lagi menampung pasien,” ujar dr. Bambang.

Menyadari hal itu, usai melakukan serah terima jabatan ia langsung meminta masukan dari bawah. Dari sekian banyak masukan, dibuat skala prioritas dan disusun grand design pengembangan RSAU Dr. M. Salamun 2015-2019.

Bangunan RSAU di sana sini tampak sudah kurang memadai. Kapasitas 204 tempat tidur, direncanakan secara bertahap ditingkatkan menjadi 350 tempat tidur. Untuk itu akan dibangun gedung 6 lantai.

“Tapi, itu nanti,” ujar dr. Bambang.

Tahap pertama, 24 tempat tidur perwira pada tahun 2016 ditingkatkan menjadi 62 tempat tidur. Sampai Desember 2015, sudah selesai 18. Yang dilakukan bukan membuat bangunan yang sama sekali baru, melainkan merenovasi bangunan yang ada. Mengapa fasilitas ruang perwira yang didahulukan, karena ruang perawatan kelas 1 banyak diminati pasien.

Spiritual Care

Bahwa pasien umum tidak sungkan berobat ke rumah sakit militer, bukan tanpa alasan. Pasien senang karena selain mendapat pelayanan yang cepat dan baik serta obat-obatan, jiwa mereka ikut diobati. Pasien baru mendapat Pelayanan Spiritual Care. Mereka diingatkan bahwa Sang Pencipta memberi cobaan sakit bisa sebagai ujian, penebus dosa, peringatan atau mungkin juga “hukuman”.

Untuk mempercepat penyembuhan, pasien diajak berdoa/dzikir, memperbanyak sedekah, sabar dan menjaga silaturahmi.”Kami berusaha memberi pelayanan yang menyeluruh, yang meliputi aspek bio psikho social spiritual,” ujar dr. Bambang. “Pasien jangan putus asa dari rakhmat Allah. Bila sakit, Dialah yang menyembuhkan.”

Yang dilakukan bukan mendoakan, melainkan mengajak pasien berdoa bersama secara Islam. Luar biasa karena, “Pasien yang beragama lain umumnya senang dan tidak keberatan.”

“Awaknya saya ragu,” komentar seorang pasien. “Saya mendapat semangat baru untuk sembuh dan terima kasih telah diingatkan untuk sholat 5 waktu. Saya malu telah berprasangka sebelumnya.” Pasien Rachmat berterima kasih karena, “Pihak rumah sakit memberi perhatian kepada hamba Allah yang sedang mendapat cobaan.” Pasien Gani Sucipto merasa terkesan mendapat kunjungan dan diajak berdoa bersama. “Terima kasih, semoga RSAU Dr. M Salamun bertambah maju,” ujarnya.

Pelayanan “sederhana” ini nyatanya menjadi promosi dari mulut ke mulut. Promosi model “kuno” ini terbukti efektif. Memanfaatkan waktu pasien di ruang tunggu, dibagikan brosur mengenai penyakit dan pelayanan yang dapat diberikan pihak rumah sakit. Ada edukasi misalnya mengenai cuci tangan dan bincang (seminar) soal penyakit asma, stroke dan lain-lain, untuk awam.

Secara berkala juga diadakan seminar bagi para dokter Puskesmas, klinik dan lain-lain yang sering merujuk pasien ke RSAU Dr. M Salamun. “Seminar sehari dengan 6 SKP,” ujar dr. Bambang.   

RSAU Dr. M. Salamun memiliki misi untuk menjadi rumah sakit rujukan TNI terbaik di Jawa Barat. Dan karena sebagian besar pasiennya adalah masyarakat umum, wajar kiranya bila Pemda & DPRD Bandung dan Jawa Barat memberi dukungan.