Penyakit Parkinson adalah penyakit yang menyerang saraf motorik. Lamban laun penderita akan mengalami gangguan motorik, hingga akhirnya sulit melakukan pekerjaan sehari-hari. Penelitian terbaru menunjukkan, dengan melakukan olahraga berintensitas tinggi, progresi gangguan motorik bisa diperlambat.
Ini adalah penelitian acak multisenter fase 2, Study in Parkinson Disease of Exercise (SPARX). Penelitian melibatkan 128 pasien dengan Parkinson. Mereka yang menjalani olahraga treadmill berintensitas tinggi (olah raga 80-85 persen dari detak jantung maksimal) selama 4 hari seminggu. Mereka memiliki perubahan skor motorik Unified Parkinson’s Disease Rating Scale (UPDRS) yang sangat kecil dari baseline sampai 6 bulan, dibanding mereka yang hanya mendapat pengobatan biasa.
“Pasien yang hanya melakukan olahraga treadmill berintensitas moderat (60-65% detak jantung maksimal), tidak memiliki skor 6 bulan yang berbeda secara signifkan, dari mereka yang menjalani pengobatan biasa. Tidak berarti, olahraga berintensitas tinggi yang memiliki manfaat,” kata peneliti Margaret Schenkman, PhD, professor Fakultas Kedokteran di Universitas Colorado, Aurora.
“Yang kita ketahui dari berbagai penelitian, berlatih fisik sekecil apapun lebih baik daripada tidak sama sekali. Jika kita memberi anjuran pada seseorang dengan Parkinson apa yang harus dilakukan, maka anjurkan latihan fisik tiga kali seminggu. Saya tidak akan mengatakan, jangan olahraga berintensitas moderat,” kata Margaret.
Banyak penelitian selama bertahun-tahun menunjukkan, olahraga bermanfaat bagi pasien dengan penyakit Parkinson. Dapat memperbaiki gaya berjalan dan kekuatan otot, memperbaiki keseimbangan dan memperbaiki skor kualitas hidup, serta menurunkan risiko jatuh. Penelitian ini adalah yang pertama melihat dosis olahraga, dibanding tidak melakukan apa pun.
Penelitian SPARX melibatkan orang usia 40-80 tahun, berlangsung Mei 2012 dan November 2015 dari tempat-tempat di Denver, Pittsburgh atau Chicago. Dari 384 pasien yang diskrining melalui telepon, hanya 154 pasien yang memenuhi syarat. Sedangkan, 128 lainnya dibagi secara acak ke dalam tiga kelompok (usia rata-rata 64 tahun, 57% pria).
Pasien diberi salah satu rejimen berikut selama 6 bulan: latihan treadmill intensitas tinggi 4 hari seminggu (n = 43). Latihan treadmill intensitas sedang 4 hari seminggu (n = 45); atau perawatan biasa (n = 40), yang berarti peserta diminta melanjutkan kebiasaan olahraga yang biasa mereka lakukan.
Masing-masing kelompok memulai 5-10 menit pemanasan, diakhiri dengan pendinginan setelah 30 menit latihan treadmill dengan target detak jantung. Intensitas olahraga diukur menggunakan monitor detak jantung. Selain pengukuran outcome klinis dengan skor motor UPDRS di bulan ke enam, outcome penelitian juga meliputi keamanan dan kepatuhan terhadap intensitas olahraga yang diberikan, setidaknya 3 hari seminggu.
Perubahan rata-rata skor motor UPDRS adalah 0,3 (95% confidence interval [CI], –1,7 sampai 2,3) untuk kelompok berintensitas tinggi vs. 3,2 (95% CI, 1.4 – 5,1) untuk kelompok yang mendapatkan pengobatan biasa (P = .03).
Skor 6 bulan untuk kelompok intensitas moderat adalah 2,0 (95% CI, 0.38 – 3.7); tidak berbeda secara signifikan dari skor pada kelompok yang mendapat pengobatan biasa.
Kedua intensitas olah raga aman dan bisa dilakukan. Kelompok yang menjalani olahraga intensitas tinggi memiliki detak jantung rata-rata 80,2% (95% CI, 78.8% – 81.7%), dibanding 65,9% (95% CI, 64,2% – 67,7%) pada kelompok intensitas moderat. Frekuensi olahraga rata-rata adalah 2,8-3,2 hari per minggu, secara berurutan.