Ethicaldigest

Peran Diuretik Pada Hipertensi

Keseimbangan asupan garam dapat mengontrol tekanan darah. Diuretik bisa menjadi first line terapi, dan bisa dikombinasi dengan obat antihipertensi.

Riskesdas 2018 menunjukkan, prevalensi penyakit tidak menular naik dibanding dengan Riskesdas 2013. Prevalensi stroke naik dari 7% menjadi 10,9%, penyakit ginjal kronik naik dari 2% menjadi 3,8%, dan hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%. Menurut Indonesian Renal Registry 2016, 24% penderita penyakit ginjal kronis tahap 5 akibat hipertensi.

Ada hubungan kuat antara jumlah asupan garam dengan hipertensi. Dr. Pranawa Martosuwignyo, SpPD-KGH, staf pengajar di Divisi Nefrologi dan Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, menjelaskan, “Garam berpengaruh pada perputaran sodium dan kalsium. Berpengaruh langsung dan tidak langsung pada otot jantung.”

 Garam menyebabkan retensi sodium yang secara langsung meningkatkan volume plasma, yang pada akhirnya meningkatkan tekanan darah. Secara tidak langsung, garam menaikkan kardiak glikosida, yang diikuti dengan kenaikan arterial tone. Sehingga, akan terjadi peningkatan tekanan darah. 

Retensi sodium meningkatkan tekanan darah, karena produksi endogenous ouabin-like steroids. Melalui mekanisme volume-independent, angiotensin memediasi efek sistem saraf pusat dan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis. Terjadi hipertrofi kardiak mioblas dan kontraktilitas sel otot polos pembuluh darah. Juga kenaikan produksi NF-KB, ekspresi AT1r di jaringan ginjal dan produksi TGF-β .

“Pengaruh ginjal itu penting, karena ada hipertensi yang salt-sensitive dan non salt-sensitive. Semua gen yang saat ini diyakini berperan dalam kontrol tekanan darah, terlibat langsung atau tidak langsung dalam penanganan natrium di ginjal. Pada pasien hipertensi dengan fenotipe salt-resistant, reabsorbsi sodium turun. Sebaliknya mereka dengan fenotipe salt-sensitive, reabsorbsi naik,” terang dr. Pranawa, dalam acara 13th Scientific Meeting of Indonesian Society of Hypertension 2019, di Sheraton Grand Gandaria City Hotel, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Diet tinggi garam menaikkan tekanan darah, dan memicu kelainan jantung. Garam juga mempengaruhi keseimbangan flora usus. Dalam Kidney International 2018 dijelaskan, diet tinggi garam mengurangi indoles dan Lactobacillus di usus.

“Berpengaruh pada pro-inflammatory factor Th17 dan IL-17, menyebabkan disfungsi endotelial dan menaikkan reabsorbsi Na Cl, hingga tekanan darah naik,” terang dr. Pranawa. “Ini membuka pemahaman baru tentang gut-renal axis.”

Peran diuretik

 Menurut Claudio Borghi FESC, FAHA, dari Department of Medical and Surgical Sciences University of Bologna, Italia, diuretik direkomendasikan sebagai terapi lini pertama dalam tatalaksana hipertensi. “Efektif pada pasien hipertensi resistant atau salt-sensitive, dan sebagian besar populasi, termasuk orang tua, obes dan diabetes,” katanya.

Ada beberapa jenis diuretik, yaitu  SGLT2 inhibitor yang bekerja di proximal tubule, loop diuretic, mineralocorticoid receptor antagonists dan thiazide/thiazide-like diuretic, yang bekerja di distal tubule. Kelompok thiazide-like diuretic, khususnya indapamide, akan terakumulasi di arteriol yang kemudian menghambat masuknya kalsium dan natrium, dan menghambat keluarnya kalium. Ini akan menyebabkan vasodilatasi.  

Diuretik yang mana yang harus dipilih? Lebih disarankan thiazide-like diuretic, seperti chlorthalidone 12,5 – 25 mg 1x sehari, atau indapamide 1,5 mg SR atau 2,5 mg 1x sehari.

Ini sesuai rekomendasi ESH-ESC  guideline bahwa untuk terapi pertama disarankan kombinasi antara RAS blocker (ACE inhibitor atau ARB) + CCB atau diuretik. Jika dua kombinasi tidak efektif, terapi ditingkatkan menjadi kombinasi 3 obat : RAS blocker + CCB + thiazide/ thiaside like diuretic.

EFFICIENT Study membuktikan dari 196 partisipan, 85%-nya mencapai tekanan darah terkontrol  (<140/90 mmHg) dengan pemberian pil tunggal berisi kombinasi sustained-release (SR) indapamide dan amlodipine (CCB). Setelah intervensi selama 45 hari, rata-rata  tekanan darah sistolik turun 28,5 mmHg, dan diastolik 15,6 mmHg.

Chen P et al (American Journal of Hypertension 2015) melakukan meta analisa pada 19 penelitian (RCT). Didapatkan thiazide-like lebih baik dibanding thiazide-type, dalam menurunkan risiko kejadian kardiovaskuler 0,78 (0,68-0,90) vs 0,92 (0,79-1,07); stroke 0,82 (0,70-0,96) vs 1,03 (0,67 – 1,56); dan gagal jantung sebanyak 0,57 (0,41 – 0,76) vs 0,71 (0,44 – 1,15).

Thiazide-like diuretic memiliki manfaat lebih banyak, dibanding thiazide konvensional. Diuretik ini mampu mengurangi risiko kejadian kardiovaskuler dan tahanan vaskular perifer dalam jangka panjang, thiazide-like diuretic bekerja sebagai penghadang saluran ion kalsium (Ca++), meningkatkan PG12 , memiliki efek antioksidan, serta berperan sebagai penghadang karbonat anhidrase yang luas. “Ini mengurangi agregasi platelet, memperbaiki angiogenesis dan meningkatkan generasi NO,” jelas Prof. Borghi. The Hypertention in the Very Elderly Trial (HYVET) memaparkan, indapamide signifikan menurunkan komplikasi kardiovaskular; stroke -30%, kematian secara umum -21% dan kematian akibat kejadian kardiovaskuler -23%.