Ethicaldigest

Obesitas, Risiko LBP

Studi menunjukkan, mereka dengan IMT <20,0 presentasi penderita LBP-nya rendah. Peningkatan IMT dapat menyebabkan berbagai mekanisme terjadinya LBP. LBP sendiri menempati peringkat kedua dalam kasus nyeri.

Nyeri merupakan suatu gambaran pengalaman sensorik dan emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan, yang berpotensi rusak atau sudah terjadi kerusakan. Sampai saat ini, kasus nyeri yang paling banyak ditemui di rumah sakit adalah nyeri punggung bawah (NPB) atau Low Back Pain (LBP). Data menunjukkan, jumlah penderita LBP di rumah sakit daerah Jakarta, Yogyakarta dan Semarang sekitar 5,4% – 5,8 % dan frekuensi meningkat pada usia 45-65 tahun.

World Health Organization (WHO) tahun 2011 melaporkan, sekitar 80% orang di dunia yang menderita LBP. Low Back Pain menjadi perhatian penting karena dianggap berkontribusi cukup besar mempengaruhi sektor industri, yang selanjutnya berpengaruh besar pada pertumbuhan ekonomi negara, terutama di barat.

Setidaknya terdapat 500.000 kasus LBP pada usia 18-56 tahun di Amerika Serikat, dengan persentase yang terus meningkat, 59% dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Data lain dari Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) tahun 2002, dari 4.456 orang mengalami nyeri ditemukan sekitar 819 orang (35,86%) mengeluhkan nyeri punggung bawah dan sekitar 1.598 orang menderita nyeri kepala. Dapat disimpulkan bahwa LBP menempati peringkat kedua dalam kasus nyeri.

Data epidemiologi di Jawa Tengah yang diambil dari kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit,  sekitar 40% orang mengalami LBP (Purnamasari, 2010). Terjadinya LBP dapat berhubungan dengan beberapa faktor risiko seperti karakteristik pekerjaan, faktor lingkungan, aktivitas fisik, dan faktor genetik. Faktor risiko lain yang dapat memicu terjadinya LBP, seperti Indeks Massa Tubuh (IMT) yang tinggi, obesitas morbidity, gaya hidup, dan kebiasaan merokok (Wheeler, 2013). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan gambaran dari status gizi seseorang, terutama pada status gizi orang dewasa yang dapat dinilai melalui tinggi badan dan berat badan. Kategori overweight dan obesitas banyak terjadi pada kalangan remaja dan dewasa.

IMT yang tinggi membuat beban tubuh bertambah, karena ada penimbunan lemak di perut yang mengakibatkan penekanan pada tulang belakang sehingga tulang belakang menjadi tidak stabil. Akibat  tulang belakang tidak stabil, akan mudah mengalami kerusakan pada struktur tulangnya dan sangat membahayakan terutama pada bagian vertebra lumbal. Pada tahun 2009, sebuah data menunjukkan terdapat 15.974 pasien LBP; 47,2% di antaranya dengan IMT >30,0 atau kategori obesitas. Studi kasus yang dilakukan Leboeuf-Yde tahun 1999, didapatkan bahwa terdapat presentasi penderita LBP yang rendah pada kategori IMT < 20,0 atau kategori underweight.

Purnamasari  pada tahun 2010 melaporkan, ada 90 pasien rawat inap yang menderita Low Back Pain, 16,5% di antaranya termasuk dalam kategori obesitas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto.

Menurut dr. Mahdian Nur Nasution SpBS, Low Back Pain (LBP) adalah penyakit atau kelainan yang menyerang pada vertebra lumbosakral, dapat bersifat akut mau pun kronis. LBP didefinisikan sebagai suatu perasaan nyeri di daerah lumbosakral dan sakroiliakal, sering disertai penjalaran ke tungkai dan kaki. LBP yang disebabkan mekanis nyeri bersifat mendadak, mempunyai riwayat penyakit punggung sebelumnya, nyeri akan berkurang saat istirahat dan tidak disertai batuk atau bersin. Pada kasus LBP yang disebabkan infeksi atau peradangan, penderita sering mengeluh kaku di bagian punggung saat pagi hari, onset yang bertahap, nyeri tidak hilang saat istirahat disertai gangguan tidur.

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah berat badan (kilogram) / tinggi badan kuadrat (meter persegi). Indeks yang paling berguna untuk mendeteksi secara dini populasi remaja yang obesitas, karena terdapat kolerasi bermakna dengan lemak subkutan mau pun lemak total dalam tubuh. Menurut WHO, kisaran IMT pada orang berusia lebih dari 20 tahun adalah 18,5 – 24,9, yang disebut berat badan ideal dan memiliki kesehatan yang optimal. Orang akan memiliki peningkatan resiko komorbiditas pada rentang 25,0 – 29,9, dan memiliki resiko tinggi pada komorbiditas bila memiliki IMT >30,0.

Profil lipid merupakan unsur penting dalam tubuh, yang memiliki nilai energi tinggi, mengandung vitamin yang larut dalam lipid dan asam lipid esensial. Botham tahun 2009 mengatakan, peningkatan kadar profil lipid tidak berhubungan langsung dengan IMT. Hal ini dapat terjadi, karena IMT dilakukan hanya dengan mengukur berat badan dan tinggi badan. Berat badan terdiri dari lemak, otot, protein, mineral dan air. Walau pun IMT tinggi seperti pada olahragawan, tidak berarti kadar profil lipidnya tinggi. Sedangkan Soegondo  tahun 2007 mengatakan, pada orang obesitas terutama obesitas sentral yang erat dengan gangguan sindrom metabolik yang akan berpengaruh terhadap konsentrasi asam lemak bebas, trigliserid, dan LDL cenderung lebih tinggi.