Ethicaldigest
dampak covid-19

Dampak COVID-19 di Luar Paru, Hati, Saluran Pencernaan dan Ginjal

Dampak COVID-19 bisa di berbagai organ, di luar paru. Badai sitokin bisa merusak hati, saluran pencernaan dan ginjal sering mengalami gangguan

Ketika virus Corona zoonosis menyebar dari sistem pernapasan, hati seringkali merupakan organ hilir yang terkena dampak. Dokter telah melihat indikasi cedera hati pada pasien SARS, MERS, dan COVID-19. Seringnya komplikasi bersifat ringan, meski pada kasus-kasus yang lebih parah telah menyebabkan kerusakan hati yang parah dan bahkan gagal hati.

Merngapa ini bisa terjadi? Hati adalah organ yang dilewati banyak pembuluh darah. Begitu virus masuk ke aliran darah, mereka bisa berenang ke bagian tubuh mana pun, termasuk ke hati.

Hati bekerja sangat keras untuk memastikan tubuh dapat berfungsi dengan baik. Tugas utamanya adalah memproses darah setelah meninggalkan lambung, menyaring racun dan menciptakan nutrisi yang dapat digunakan tubuh. Ini juga membuat empedu yang membantu usus kecil memecah lemak. Hati juga mengandung enzim, yang mempercepat reaksi kimia dalam tubuh.

Dalam tubuh normal, sel-sel hati mengalami apoptosis dan melepaskan enzim ke dalam aliran darah. Organ ini kemudian menghasilkan sel-sel baru dengan cepat. Karena proses regenerasi itu, hati bisa bertahan jika terjadi cidera. Namun, ketika kadar enzim tinggi dan abnormal dalam darah — seperti yang sudah menjadi ciri umum penderita terinfeksi SARS dan MERS — ini bisa jadi alarm adanya masalah pada hati. Mungkin saja itu adalah cedera ringan yang bisa sembuh dengan cepat atau bisa menjadi sesuatu yang berat, bahkan bahkan gagal hati.

Para ilmuwan tidak sepenuhnya memahami bagaimana virus pernapasan ini bekerja di hati. Virus mungkin secara langsung menginfeksi hati, mereplikasi dan membunuh sel hati. Atau sel-sel itu mungkin menyebabkan kerusakan secara tidak langsung, ketika mencetuskan respon imun yang memicu reaksi peradangan yang parah di hati.

Dengan cara apa pun, gagal hati tidak pernah menjadi satu-satunya penyebab kematian bagi pasien SARS. Pada saat hati gagal, seringkali akan ditemukan masalah pada masalah paru-paru dan juga mungkin masalah ginjal.

Saluran pencernaan

Dampak COVID-19 juga pada saluran cerna. Selama wabah SARS dan MERS, hampir seperempat penderita mengalami diare, satu karakter tipikal dari virus korona zoonosis. Tetapi masih belum jelas apakah gejala gastrointestinal memainkan peran utama dalam wabah virus corona baru. Sebab, kasus diare dan nyeri perut jarang terjadi. Tetapi mengapa virus pernapasan mengganggu usus?

Ketika virus memasuki tubuh, ia mencari sel manusia dengan pintu favoritnya—protein di luar sel yang disebut reseptor. Jika virus menemukan reseptor yang kompatibel pada sel, ia dapat menyerang.

Beberapa virus pilih-pilih pintu mana yang mereka masuki, sedangkan lainnya bisa masuk lewat pintu mana pun. “Mereka dapat dengan mudah menembus ke semua jenis sel,” kata Anna Suk-Fong Lok, asisten dekan untuk penelitian klinis di University of Michigan Medical School dan mantan presiden American Association for Study of Liver Diseases.

Virus SARS dan MERS dapat mengakses sel-sel yang melapisi usus besar dan kecil, dan infeksi-infeksi tersebut tampaknya berkembang di usus, berpotensi menyebabkan kerusakan atau kebocoran cairan yang menjadi diare. Namun, Frieman mengatakan,” kami belum tahu apakah virsu korona baru melakukan hal yang sama.” Para peneliti percaya COVID-19 menggunakan reseptor yang sama dengan SARS, dan pintu ini dapat ditemukan di paru-paru dan usus kecil.

Dua penelitian , satu dipublikasikan di New England Journal of Medicine dan satu preprint di medRxiv yang melibatkan 1.099 kasus, juga mendeteksi virus dalam sampel tinja, yang mungkin mengindikasikan virus dapat menyebar melalui kotoran. Tapi hasil penelitian ini tidak bisa disimpulkan.

Ginjal

Dampak COVID-19 sepertinya juga dialami ginjal. Enam persen pasien SARS dan seperempat pasien MERS mengalami cedera ginjal akut. Penelitian telah menunjukkan virus korona baru dapat menyebabkan hal yang sama. Ini mungkin fitur yang relatif tidak umum dari penyakit ini, tetapi bisa berakibat fatal. Pada kenyataannya, menurut suatu penelitian tahun 2005 di Kidney International, sekitar 91,7 persen pasien SARS dengan gangguan ginjal akut mengalami kematian.

Seperti halnya hati, ginjal berfungsi menyaring darah. Setiap ginjal diisi dengan sekitar 800.000 unit penyulingan mikroskopis yang disebut nefron. Nefron ini memiliki dua komponen utama: filter untuk membersihkan darah dan tabung kecil yang mengembalikan zat-zat yang bagus kembali ke tubuh atau mengirim limbah ke kandung kemih sebagai urin.

Tubulus ginjal tampaknya paling terpengaruh oleh virus korona zoonosis ini. Setelah wabah SARS, WHO melaporkan bahwa virus itu ditemukan di tubulus ginjal. Tidak jarang  virus yang terdeteksi di tubulus jika ada dalam aliran darah. Karena ginjal secara terus menerus menyaring darah, kadang-kadang virus terjebak di sel tubular dan menyebabkan cedera sementara, atau lebih ringan.

Cedera itu bisa menjadi mematikan jika virus menembus sel dan mulai bereplikasi. Tetapi penelitian-penelitian awal pada SARS tidak menunjukkan bukti adanya replikasi virus SARS di ginjal.

Temuan itu menunjukkan bahwa terjadinya cedera ginjal akut pada pasien SARS mungkin karena beragam penyebab, termasuk tekanan darah rendah, sepsis, obat-obatan, atau gangguan metabolisme. Sementara itu, kasus yang lebih parah yang menyebabkan gagal ginjal akut menunjukkan tanda-tanda badai sitokin.

Gagal ginjal akut terkadang bisa disebabkan oleh antibiotik, gagal multiorgan atau karena pemasangan ventilator yang terlalu lama.

Badai Darah COVID-19, Penyebab Komplikasi di Luar Paru