Ethicaldigest
dampak paru infeksi COVID-19

Dampak Pada Paru Infeksi COVID-19, Tiga Fase Virus Menyerang Paru

Dampak pada paru infeksi COVID 19 adalah nyata. Sebagian besar pasien, COVID-19 bermula dan berakhir di paru-paru. Sebab, seperti flu, virus corona adalah virus penyebab sakit pernapasan. “Mereka menyebar melalui droplet yang keluar saat penderita batuk atau bersin,” kata dr. Erlisa Burhan Sp.P, dokter spesialis paru dari RS Persahabatan. “Dia akan menularkan virus kepada siapa saja yang berada dalam kontak dekat.”

Virus corona juga menyebabkan gejala seperti flu. Pasien mungkin memiliki gejala awal berupa demam dan batuk, yang berkembang menjadi pneumonia atau lebih buruk. “Saat menjadi pneumonia, penderita akan mengalami sesak nafas,” terang dr. Erlina

Setelah wabah SARS, Organisasi Kesehatan Dunia melaporkan bahwa penyakit ini biasanya memiliki dampak pada paru. Virus menyerang paru-paru dalam tiga fase: replikasi virus, hiper-reaktivitas imun, dan perusakan paru-paru.

Tidak semua pasien menjalani ketiga fase ini. Faktanya hanya 25 persen pasien SARS yang mengalami gagal napas, tanda khas dari kasus yang parah. Demikian juga COVID-19, menurut data awal, virus corona baru ini menyebabkan gejala yang lebih ringan pada sekitar 82 persen kasus, sedangkan sisanya parah atau kritis.

Lebih jauh, virus corona baru nampaknya mengikuti pola lain dari SARS, kata Matthew B. Frieman, Associate Professor Fakultas Kedokteran Universitas Maryland, yang mempelajari virus corona. Di awal-awal infeksi, virus corona baru dengan cepat menyerang sel-sel paru-paru manusia.

Sel-sel paru terdiri dari dua kelas: sel yang membuat lendir dan sel dengan tongkat seperti rambut yang disebut silia. Lendir, meskipun kotor ketika berada di luar tubuh, membantu melindungi jaringan paru-paru dari patogen dan memastikan organ pernapasan tidak mengering. Sel-sel silia berdetak di sekitar lendir, membersihkan puing-puing seperti serbuk sari atau virus.

Frieman menjelaskan bahwa SARS mudah menginfeksi dan membunuh sel silia, yang kemudian mengelupas dan mengisi saluran udara penderita dengan puing-puing dan cairan. Ia kemudian berhipotesa bahwa hal yang sama terjadi dengan virus corona baru. Sebab, penelitian paling awal pada COVID-19 telah menunjukkan bahwa banyak pasien mengalami pneumonia di kedua paru-paru, disertai dengan gejala seperti sesak napas.

Saat itulah perkembangan penyakit masuk fase dua. Karena sistem kekebalan tubuh berhadapan dengan virus, tubuh melawan penyakit dengan membanjiri paru-paru dengan sel-sel kekebalan untuk membersihkan kerusakan dan memperbaiki jaringan paru. Jika bekerja dengan benar, proses inflamasi ini teratur dan bekerja hanya pada daerah yang terinfeksi. Tetapi kadang-kadang sistem kekebalan tubuh rusak dan sel-sel itu membunuh apa saja yang ditemui, termasuk jaringan sehat.

Di fase ketiga, kerusakan paru-paru terus berkembang, yang dapat menyebabkan kegagalan pernapasan. Bahkan jika kematian tidak terjadi, beberapa pasien bertahan dengan kerusakan paru-paru permanen. Menurut WHO, SARS membuat lubang di paru-paru, memberi mereka “penampilan seperti sarang lebah”. Lesi seperti ini juga ada pada mereka yang terinfeksi virus corona baru.

Lubang-lubang ini kemungkinan tercipta oleh respons hiperaktif sistem kekebalan tubuh, yang menciptakan bekas luka yang melindungi dan mengencangkan paru-paru. Kalau ini terjadi penderita harus menggunakan ventilator untuk membantu mereka bernafas.

Sementara itu, peradangan juga membuat membran antara kantung udara dan pembuluh darah lebih permeabel, yang dapat mengisi paru-paru dengan cairan dan memengaruhi kemampuan mereka untuk mengoksigenasi darah. Pada kasus-kasus berat, paru-paru jadi banjir  dan penderita tidak bisa bernafas.