Ethicaldigest

Efek Pemberian Probotik Pada Gangguan Saluran Cerna

Penggunaan probiotik pada beberapa gangguan saluran cerna telah diteliti, dengan hasil postif. Dan, kini probiotik mulai banyak digunakan sebagai terapi pada kondisi berikut:

Antibiotic Associated Diarrhea (AAD)

Pemberian antibiotik dapat mengakibatkan terjadinya Antibiotic Associated Diarrhea, dengan manifestasi klinis diare ringan sampai kolitis pseudomembran dengan komplikasi megakolon toksik. “Penggunaan antibiotik, terutama spektrum luas, menyebabkan keseimbangan mikroflora saluran pencernaan terganggu. Akibatnya, proporsi kuman patogen lebih dominan sehingga terjadilah diare,” ujar Dr. Ari. Efek samping ini ditemukan pada pemberian ampicillin (5-10%), amoxicillin-clavulanate (10-25%), cefixime (15-20%) dan antibiotik lain (2-5 %).

Beberapa meta analisis dari studi terkontrol plasebo terhadap probiotik Lactobacilli, Saccharomyces boullardii, strain Enterococcus menyimpulkan bahwa probiotik memiliki efek positif dalam mencegah AAD dengan odds ratio 0.39 (CI 0.25 – 0.62; p < 0.001) untuk Saccharomyces boullardii dan 0.34 (CI 0.19 – 0.61;p < 0.01), untuk Lactobacilli.

Irritable Bowel Syndrome (IBS)

Irritable Bowel Syndrome (IBS) merupakan salah satu gangguan saluran cerna yang paling sering dijumpai. Patogenesisnya sampai saat ini belum diketahui pasti, namun diduga mencakup perubahan motilitas usus, hipersensitivitas viseral dan disregulasi aksis otak-usus. Pada sekelompok pasien, ditemukan ketidakseimbangan mikroba usus sebagai salah satu faktor yang berperan.

Pasien IBS memiliki sedikit Lactobacilli dan Bifidobacteria. Tetapi, kaya akan mikroba fakultatif yang memfermentasi sisa makanan, untuk menghasilkan gas dan limbah toksik yang dapat menyebabkan nyeri dan kembung. Pergeseran populasi bakteri komensal ini, berperan dalam terjadinya perubahan motilitas seperti yang terjadi pada IBS.

Studi buta ganda terkontrol plasebo yang dilakukan Kajander K dan kawan-kawan, menguji campuran probiotik yang terdiri dari Lactobacillus rhamnosus GG, L. rhamnosus LC705, Bifidobacterium breve Bb99 dan Propionibacterium freudenreichii ssp. shermanii JS terhadap perbaikan gejala IBS. Studi ini melibatkan 103 pasien, yang memenuhi kriteria Rome I atau II, yang secara acak mendapat kapsul probiotik atau plasebo.

Skor gejala total (nyeri perut + distensi + flatulensi + borboritmis) pada kelompok probiotik, lebih rendah 7,7 (p=0,015). Hal ini menggambarkan suatu penurunan skor gejala sebesar 42% pada kelompok probiotik, dibandingkan dengan 6% pada kelompok plasebo. Secara individu, gejala borboritmis pada kelompok probiotik lebih ringan (p=0,008). Dari studi ini dapat disimpulkan, campuran probiotik efektif dalam meringankan gejala IBS.

Infeksi Helicobacter pylori

Tukak lambung dan dispepsia merupakan masalah sehari-hari, yang sering dihadapi dokter. Dengan diketahuinya Helicobacter pylori sebagai etiologi dari sebagian kasus dispepsia, terapi saat ini tidak lagi berkisar pada pengendalian gejala, melainkan juga terhadap penyebabnya. Terapi dengan triple therapy adalah pilihan utama. Meski demikian, triple therapy sering mengalami kegagalan dan kendala akibat timbulnya resistensi obat, atau efek samping berat sehingga terapi terpaksa dihentikan.

Menurut Dr. Ari, probiotik telah lama dikenal dapat membantu menurunkan Antibiotic Associated diarrhea (AAD). Hal ini juga terbukti pada eradikasi H. Pylori, yang menggunakan kombinasi beberapa jenis antibiotik. Kombinasi antibiotik ini bertujuan agar tidak mudah terjadi resistensi obat, karena H. pylori mudah mengalami resistensi antibiotik.

Penelitian menggunakan Bacillus subtilis dan Streptococcus faecium selama eradikasi sampai 8 minggu setelahnya. Evaluasi dilakukan 4 minggu setelah terapi selesai. Hasilnya, didapatkan angka eradikasi yang lebih besar pada mereka yang mendapat probiotik (83,5% vs. 73,3%, p = 0,027). Efek samping lebih sering ditemukan pada mereka yang hanya mendapat triple therapy. Kepatuhan pasien juga lebih terjaga, pada kelompok probiotik.

Banyak probiotik yang telah diteliti, mengenai penggunaannya sebagai second line-therapy dalam eradikasi H. pylori. Yang paling banyak adalah Lactobacillus spp., yang menunjukkan aktivitas anti-H.pylori secara in vitro, menghambat aktivitas urease dan adhesi dari H. pylori, menghasilkan asam lemat rantai pendek, zat bacteriocin/ seperti bacteriocin, dan bekerja sebagai imunomodulator. “Penambahan probiotik dapat menurunkan efek samping sekitar 11-23%, dan sedikit meningkatkan angka eradikasi sebesar < 5 – 155,” tambahnya. Sementara ini, strain Lactobacillus yang paling aktif adalah L. casei dan L. johnsonii La1.

PROBIOTIK PENGARUHI SISTIM IMUN