Ethicaldigest

Sulfonilurea, Apakah Semua Sama?

Obat-obatan diabetes yang baru tidak menghilangkan peran sulfonilurea yang masih menjadi golden standard dalam pengobatan diabetes terutama di Asia. Sulfonilurea terbukti efektif kendalikan HbA1C dan aman terhadap jantung.

Angka kejadian diabetes meningkat di­semua negara, termasuk Indo­ne­­sia. Data Riset Kesehatan Da­sar tahun 2018 memperlihatkan pe­ningkatan prevalensi diabetes dari 6,9% tahun 2013 menjadi 8,5% tahun 2018. Kon­disi yang sama terjadi di Malaysia. Me­nu­rut prof. dr. Chan Siew Pheng, PhD, Konsultan Endokrinologis Subang Jaya Medical Center, Subang Jaya, Selangor, “Di Malaysia juga tengah terjadi pe­ning­ka­tan penderita diabetes, perubahan gaya hidup dan saat ini juga karena menja­mur­nya makanan minuman berkalori tinggi.”

Target pengobatan A1C <7% me­ru­pa­kan kunci pencegahan komplikasi diabetes. Pe­ne­litian oleh Aidin Rawshani dan kawan-kawan yang dipublikasinya tahun la­lu me­nunjukan kontrol glikemik me­ru­pa­kan faktor uta­ma yang meningkatkan ri­siko penyakit kar­diovaskular pada pen­de­rita diabetes. Faktor lainnya antara lain te­kanan darah, merokok, aktivitas fisik, dan status peni­kahan. “Untuk infark mio­kard akut, ternyata kontrol A1C memiliki hu­bungan sangat kuat, dibanding faktor risiko lain,” kata prof. Chan.

Berdasar hal ini, pengobatan diabetes de­ngan target utama mencapai kon­trol A1C, bisa me­n­­cegah komplikasi diabe­tes. Pene­li­tian STENO 2 menyelidiki efek in­tervensi in­tensif dan multifaktor selama 7,8 tahun, pada pasien di­a­­betes tipe 2 de­ngan mikroal­buminuria. Ada 3 strategi dite­rap­kan: me­nu­runkan HbA1C hing­­ga <6,5%, menurun­kan tekanan darah hing­ga <130/80mmHg, menurunkan koles­te­rol <4,5 mmol/L dan trigliserida <1,7mmol/L. Hasil menunjukkan, pa­da kelompok de­ngan pengobatan intensif didapatkan pe­nam­bahan harapan hidup hingga median 7,9 ta­hun.

“Penelian STENO 2 ini menggunakan obat lama, sederhana yang sangat cost efek­tif, yaitu sulfonilurea,” kata prof. Chan. Apa­kah sulfonilurea aman untuk jantung? Pe­ne­litian TOSCA IT mem­ban­ding­kan pio­gli­tazone dengan sulfonilurea. “Piogli­tazone diguna­kan sebagai pem­ban­ding, karena pada pene­li­tian PRO­ac­tive membuk­tikan pioglitazone le­bih me­lin­dungi terha­dap komplikasi makro­vas­­ku­ler, dibanding plasebo,” terang prof. Chan. Dalam  peneli­tian TOSCA IT tidak ter­lihat adanya perbe­daan, antara piogli­ta­zo­ne dengan sulfonil­urea dalam hal efek­nya pada jantung.

Begitu juga dengan penelitian CARO­LI­NA, yang membandingkan linagliptin dan sul­fonilurea. Penelitian ini tidak me­ne­­mu­kan ada­nya sinyal risiko kardio­vas­ku­ler dari sul­fonilurea, dibanding linaglip­tin dalam 6 ta­hun. Namun penelitian ini mem­perlihatkan, DPP-4 inhibitor tidak seefektif sulfonilurea da­lam menurunkan HbA1C. “Bagi saya ini adalah penelitian head to head, memban­dingkan sul­fo­nil­urea dengan DPP-4 inhibitor. Keduanya aman, dan tidak ada perbeda­an pada ri­si­ko kardiovaskular akibat penggu­naan sul­fo­­nilurea,” kata prof. Chan.

Risiko hipoglikemi dan penambahan berat badan

Memang, meta analisa mem­per­li­hat­kan sul­­fonilurea menyebabkan hi­po­gli­ke­mia pa­da 2,5% dan penambahan berat ba­dan 2 Kg. “Na­mun  tidak semua sulfonil­urea sama,” te­rang prof. Chan. Ada tiga peneli­tian besar meng­gunakan sulfonil­urea: ACCORD, UKPDS dan ADVANCE. Ke­tiganya meng­gu­­nakan sulfonilurea berbeda. Dari ketiga pe­nelitian tersebut stu­di  ADVANCE yang meng­gunakan Gli­cla­zide MR dan memiliki ri­siko hipoglikemi terendah (0,7%).

Ada penelitian di lima negara muslim saat Ra­madhan, untuk melihat risiko hi­po­­gli­­kemia pa­da pasien diabetes yang ber­­puasa. Peneliti me­nemukan bahwa meng­­­gan­­ti sulfonilurea de­ngan DPP-4 in­hi­­bitor, me­­nurunkan keja­dian hipoglikemia simp­to­­matik 50%.  Namun da­ri Analisa sub data di­te­­mu­kan tidak semua obat sul­fo­­ni­lurea sama. Glibenclamide menye­bab­kan  hipo­gli­­kemia 19,7% dan  Glimepiride 12,4%. Se­dang­kan, Gliclazide menye­bab­kan hipogli­ke­mia 6,6%, bahkan serupa dengan DPP-4 inhibitor.

Penelitian serupa dilakukan di Malaysia dan India, membandingkan sulfonil­urea dengan sitagliptin. Dari penelitian ini ter­­lihat, risiko hipoglikemia simptomatik ber­­beda untuk setiap sulfonilurea. Glime­pi­ride menyebabkan 9,1%, Glibenclamide 5,2%, Sitagliptin 2,1% dan Gliclazide MR 1,8%.

Bagaimana dengan penambahan berat badan? Penelitian ADVANCE me­nun­jukkan, tidak ada perubahan berat badan pada pasien  yang menggunakan Gliclazide MR.

Pencegahan Penyakit Ginjal Diabetes

Penyakit Ginjal Diabetes atau Nefro­pati Diabetika merupakan komplikasi umum, pada penderita diabetes. “Sampai 50% pasien dengan diabetes tipe 2, me­nga­­lami penyakit ginjal,” kata dr. Wismandari Wisnu, Sp.PD-KEMD. “Kontrol gula darah dalam jangka pan­jang menurunkan risiko kejadian penyakit gin­jal tahap akhir.”

Penelitian ADVANCE dan ADVANCE ON me­ngonfirmasi bahwa Gliclazide MR, ber­man­faat mengendalikan gula darah dan men­cegah terjadinya kerusakan pada ginjal. Da­lam penelitian ADVANCE, pemberian Glicla­zide dalam 5 tahun menurunkan ESRD 65% dan dalam ADVANCE ON, pemberian Glicla­zide MR selama 10 tahun menurunkan ESRD 46%. Regimen yang terdiri dari Gli­cla­zide MR sela­ma 5 tahun menurunkan A1C sam­pai 6,5%, yang bisa memberi perlin­dungan ter­ha­dap ginjal dalam studi yang ber­lang­sung se­lama 10 tahun.

Dari penelitian ADVANCE didapatkan in­formasi bahwa Gliclazide MR me­nu­run­kan mikro­albuminuria 9%, kejadian atau pembu­ru­­kan nefropati 21%, onset baru makroalbu­minuria 30% dan menurunkan ESRD 65%.

Sebagai kesimpulan, tidak semua SU sama, generasi terbaru seperti Gliclazide MR terbukti dalam beberapa studi menun­jukan efektivitas dan risiko hipoglikemi yang rendah setara dengan golongan DPP4i.