Ethicaldigest

Gangguan Mukosa Lambung Terkait Stress

Kelainan mukosa gaster sering terjadi pada pasien dengan penyakit berat atau kritis. Manifestasi klinis yang sering terjadi adalah perdarahan saluran cerna bagian atas. “Biasanya, pada gaster dalam bentuk lesi mukosa superfisial, yang bersifat difus, dengan perdarahan aktif,” kata dr. Chudahman Manan, Sp.PD-KGEH dalam suatu simposium di Jakarta. Kasus-kasus dengan lesi mukosa akibat penyakit berat, merupakan kondisi kegawatdaruratan, sehingga perlu dilakukan penatalaksanaan secara cepat dan tepat. 

Sindrom kerusakan mukosa akibat stress fisik karena penyakit berat, pertama kali dijabarkan pada 1971 oleh Lukas dan rekan, yang menggunakan istilah sindrom erosive terkait stress. Sejak itu, sejumlah istilah digunakan untuk menjelaskan kerusakan mukosa terkait stress pada pasien sakit kritis. Istilahnya antara lain: ulkus stress, erosi stress, gastritis stress, gastritis erosive dan kerusakan mukosa terkait stress.

Perdarahan saluran cerna akut pada pasien sakit kritis, dapat ditemukan dalam pustaka kedokteran sejak 1800. Meski demikian, seberapa besar sebenarnya angka kejadian perdarahan penting secara klinis masih belum diketahui pasti. Ada perbedaan dalam definisi endpoin, kesulitan dalam mengukur endpoin dan heterogenitas populasi pasien.

Angka kejadian kerusakan mukosa terkait stress yang pernah dilaporkan berbeda-beda, dari 6% sampai 100% pada pasien berpenyakit berat atau kritis. Dalam penelitian-penelitian menggunakan pemeriksaan endoskopi, misalnya, terlihat ada sekitar 75-100% pasien sakit kritis memiliki lesi pada mukosa gaster. Itu jika pemeriksaan endoskopi dilakukan dalam 1-3 hari, setelah pasien sakit berat. Sedangkan prevalensi kerusakan mukosa terkait stress, berkisar 15 – 50% jika perdarahan occult (dijabarkan sebagai turunnya kadar hemoglobin atau hasil tes darah pada feses positif), digunakan sebagai endpoin.

Perdarahan overt klinis (hematemesis atau ditemukan darah merah berwarna cerah pada selang nasogastrik), terjadi pada sekitar 5-15% pasien sakit kritis yang tidak mendapatkan terapi profilaksis. Meski demikian, perdarahan overt tidak bisa dijadikan acuan adanya perdarahan signifikan klinis yang bisa mengancam jiwa. Sekitar 20% perdarahan yang secara klinis terlihat, dilaporkan memiliki signifikansi klinis. Insiden perdarahan saluran cerna signifikan klinis, diperkirakan terjadi pada sekitar 3-4%. Pada sebuah penelitian prospektif terhadap lebih dari 2000 pasien, Cook dan rekan melaporkan suatu insiden perdarahan signifikansi klinis, pada 1,5% pasien sakit kritis.

Perdarahan penting klinis atau signifikan, dijabarkan sebagai perdarahan overt yang disertai kondisi berikut dalam 24 jam setelah onset perdarahan (tanpa penyebab lain): 1) penurunan spontan lebih dari 20mmHg tekanan darah sistolik; 2) peningkatan detak jantung lebih dari 20 kali per menit; atau 3) penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10mmHg; atau 4) penurunan kadar hemoglobin lebih dari 2g/dL dan kebutuhan transfusi. Angka mortalitasnya adalah 48,5% pada kelompok dengan perdarahan, dan 9,1% pada kelompok tanpa perdarahan.