Tata laksana DM pada anak dimaksudkan untuk memastikan tumbuh kembang dan maturasi normal. Yang tak kalah penting, pencegahan komplikasi akut dan kronik.
Diabetes anak (DM1) memiliki gambaran klinis yang khas. Sebagian besar penderita DM1 mempunyai riwayat perjalanan klinis yang akut. Mempunyai gejala klinis seperti poliuria, polidipsia, nokturia, enuresis dan berat badan turun terjadi 2-6 minggu sebelum diagnosis ditegakkan. Kadang disertai polifagia dan gangguan penglihatan. Bila gejala klinis ini disertai hiperglikemi, diagnosis DM tidak diragukan lagi.
Kerap DM1 pada anak terlambat terdiagnosis, akibat disangka menderita bronkopneumonia dengan asidosis, atau syok berat akibat gastroenteritis. Pada beberapa anak, mulai ada gejala sampai menjadi ketoasidosis dapat terjadi sangat cepat.
Diagnosis DM1 sebaiknya dipikirkan sebagai diferensial diagnosis pada anak dengan enuresis nokturnal (anak besar), atau anak dengan dehidrasi sedang –berat tetapi masih ditemukan diuresis (poliuria), terlebih lagi disertai pernapasan Kussmaaul dan bau keton. “Sayangnya, anak sudah mengalami ketoasidosis tetapi bau keton belum keluar,” ungkap Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, SpA(K), FAAP, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). “Ada baiknya pasien anak yang masuk IGD diperiksa gula darahnya.”
Tujuan tata laksana DM pada anak adalah memastikan tumbuh kembang dan maturasi normal. Memastikan target realistis untuk anak dan keluarga, dengan glukosa darah atau HBA1c mendekati normal. Yang tak kalah penting, pencegahan komplikasi akut dan kronik seperti ketoasidosis atau koma diabetik, hipoglikemia berat dan komplikasi makro/mikrovaskular.
Anak diusahakan mendapat kontrol metabolik yang baik, atau kadar glukosa darah diusahakan mendekati nilai normal. “Berbeda dengan orang dewasa, pada anak targetnya sedikit berbeda, HbA1c-tidak terlalu ketat karena mereka masih tumbuh kembang,” terang Prof. Dr. dr. Sidartawan Soegondo, SpPD-KEMD, FACE. “Gula darah setelah makan yang kita ingin capai sekitar 180mg/dl. Kalau HbA1c bisa <7% oke, tetapi untuk mempertahankan susah. Kadang anak makannya banyak.”
Awitan baru
Tidak mudah melakukan tatalaksana diabetes pada anak. Menurut dr. Aman, bila didapati ada anak menderita diabetes dalam keluarga, ini adalah ‘kiamat kecil’ untuk orangtua/keluarga. “Insulin harus tiap hari, makan dan aktivitas fisik diatur, periksa gula darah 6-7 kali sehari. Banyak orangtua yang tidak bisa menerima anaknya menderita diabetes, sampai terjadi perceraian,” tukasnya.
Tata laksana dan edukasi awal, dibagi dua fase. Pertama, stabilisasi dan edukasi mengenai survival skills pada beberapa hari pertama. Kedua, tata laksana diabetes jangka panjang yang disesuaikan untuk setiap pasien dan keluarga.
Tentang survival skill, dijelaskan oleh Prof. Sidartawan, membuat manajemen terapi insulin fluktuatif. “Kalau anak makan banyak suntik banyak, sebaliknya kalau makannya sedikit. Tidak harus 3×10 unit. Dia sudah diajari cara menyuntik dan bagaimana menghitung perubahan kalori dan insulin. Misalnya, makan mie harus suntik 10 unit. Kalau mie tambah makanan lain butuh 12 unit, lama-lama pasien akan tahu penyesuaiannya.”
Perjalanan alamiah DM1 ditandai adanya fase remisi (parsial/total), dikenal sebagai honeymoon periode. Fase ini terjadi akibat berfungsinya kembali jaringan residual pankreas, sehingga pankreas mensekresikan kembali sisa insulin.
Secara klinis, ada tidaknya fase remisi harus dicurigai bila penderita baru DM1 sering mengalami serangan hipoglikemia sehingga kebutuhan insulin harus dikurangi. Bila dosis insulin yang dibutuhkan sudah mencapai < 0,5 U/kgBB/hari dan HbA1c <7%, bisa dikatakan penderita berada pada fase “remisi parsial”. Selama periode ini, kadar glukosa darah dalam kisaran normal, walau pengaturan makan dan olahraga sangat berfluktuasi. Fase ini berakhir, bila pankreas sudah menghabiskan seluruh sisa insulin.
Tata laksana
Untuk mencapai sasaran kontrol metabolik yang baik, pengelolaan DM1 meliputi pemberian insulin, pengaturan makan, olahraga dan edukasi. Dua hal penting pada pemberian insulin pada anak, adalah efek Somogyi dan efek Subuh (dawn effect); keduanya mengakibatkan hiperglikemi di pagi hari.
Efek Somogyi merupakan kompensasi terhadap hipoglikemia, yang terjadi sebelumnya (rebound effect). Akibat pemberian insulin berlebihan, terjadi hipoglikemia pada malam hari (pukul 02.00-03.00), diikuti peningkatan sekresi hormon glikogenik. Sebaliknya, efek subuh terjadi akibat kerja hormon kontra insulin (glikogenik) pada malam hari. Efek Somogyi perlu penambahan makanan kecil sebelum tidur, atau pengurangan dosis insulin malam hari. Sedangkan efek subuh membutuhkan penambahan dosis insulin malam hari.
“Pemantauan sangat penting, sama pentingnya dengan pengobatan itu sendiri. Kalau memakai insulin apalagi 3-4 kali sehari, pemantauan bisa sampai 7 kali; 2 kali sebelum dan sesudah makan pagi, siang dan malam, ditambah satu kali sebelum tidur,” tutur Prof. Sidartawan.
Terapi insulin
Insulin merupakan elemen utama kelangsungan hidup penderita DM1. Awitan, puncak kerja dan lama kerja insulin merupakan faktor yang menentukan. Berdasarkan lama kerjanya, sediaan insulin terbagi menjadi insulin kerja cepat (awitan 15-30 menit, puncak kerja 1-3 jam, dan lama kerja 3-5 jam); insulin kerja pendek (awitan 30-60 menit, puncak kerja dalam 2-4 jam, lama kerja 5-8 jam); insulin kerja menengah (awitan 1-4 jam, puncak kerja 4-15 jam, lama kerja 8-24 jam); insulin basal (awitan 1-4 jam, puncak kerja tidak ada, lama kerja 20-24 jam); insulin kerja panjang (awitan 4-8 jam, puncak kerja 12-24 jam, lama kerja 20-30 jam). Insulin campuran terbagi menjadi campuran cepat-menengah atau pendek-menengah (awitan 30 menit, puncak kerja 1-12 jam, lama kerja 16-24 jam).
Insulin kerja cepat
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan DM1 (2015), insulin kerja cepat direkomendasikan digunakan pada jam makan, atau penatalaksanaan insulin saat sakit. Dapat diberikan dalam regimen 2 kali sehari, atau regimen basal-bolus. Insulin ini efektif dipakai saat snack sore; pada penggunaan regimen 2 kali sehari yang dikombinasi insulin kerja menengah. Atau diberikan setelah makan pada anak pra-pubertas, dengan kebiasaan makan yang sulit diramalkan.
“Untuk mencegah risiko hipoglikemi, harus ada makanan di depan mata baru suntik. Jangan baru pesan makanan tetapi sudah suntik, efek obat sudah kerja makanan belum ada, jeblok deh,” tukas Prof. Sidartawan.
Jurnal Drugs (2004) mencatat efikasi insulin aspart (kerja cepat), dalam tatalaksana DM1 dan DM2. Riset oleh Reynolds NA, dkk., menyimpulkan, insulin aspart yang diberikan 30 menit sebelum makan dalam regimen basal-bolus dengan insulin NPH, memberikan kontrol glikemik jangka panjang yang lebih baik, daripada insulin reguler pada pasien DM1. Sama efektifnya dengan insulin reguler pada DM2. Insiden kejadian hipoglikemik mayor atau nokturnal pada pasien dengan insulin aspart, lebih rendah daripada insulin reguler dalam beberapa penelitian.
Insulin kerja pendek
Insulin kerja pendek digunakan untuk mengatasi kondisi akut (seperti ketoasidosis), penderita baru, atau pada tindakan bedah. Kadang-kadang juga digunakan sebagai pengobatan bolus (20-30 menit sebelum makan). Bisa pula dikombinasikan dengan insulin kerja menengah pada regimen 1-2 kali sehari, atau dengan insulin basal.
Insulin kerja menengah
Insulin kerja menengah lebih sesuai dipakai dalam regimen 2 kali sehari, dan sebelum tidur untuk regimen basal-bolus. Lebih disarankan untuk pasien yang telah bisa mengatur pola hidup. Atau pada bayi (usia 0-2 tahun), yang punya pola makan minum dan tidur teratur. Sediaan insulin kerja menengah yang saat ini ada adalah isophane atau insulin NPH (Neutral Protamine Hagedorn) dan insulin lente.
Insulin kerja panjang
Insulin kerja panjang mempunyai masa kerja lebih dari 24 jam, digunakan dalam regimen basal-bolus. Memiliki nama generik insulin detemir. Diciptakan melalui teknologi DNA rekombinan dan diproduksi dari ragi roti. Mengandung zinc, manitol, asam hidroklorat atau natrium hidroksida untuk menyesuaikan tingkat pH, dan bahan kimia lainnya.
Jean-Christophe Philips, dkk., dari Divisi Diabetes Nutrisi dan Penyakit Metabolik, Universitas Liège, Belgia, menyatakan insulin analog ini sebaiknya diberikan sekali sebelum tidur. Bisa juga dua kali sehari (pagi hari dan sebelum makan malam, atau sebelum tidur). Peneliti membuktikan, insulin ini mampu mengurangi risiko hipoglikemia (terutama hipoglikemi nokturnal), pada DM1 atau DM2. Penambahan berat badan yang berhubungan dengan terapi insulin tercatat minimal. Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Vascular Health and Risk Management 2006.
Insulin basal analog
Insulin basal analog (glargine dan detemir) merupakan insulin jenis baru, mempunyai kerja panjang sampai 24 jam. Konsensus Nasional Pengelolalan DM1 tidak merekomendasikan insulin ini, pada pasien anak usia <6 tahun. Dibanding NPH, insulin basal analog bisa menurunkan glukosa darah puasa lebih baik pada kelompok usia 5-16 tahun, namun tidak memperbaiki kadar HbA1c secara bermakna. Insulin ini juga mengurangi risiko hipoglikemia nokturnal berat.
Insulin kerja campuran
Insulin kerja campuran yang biasa dipakai, terdiri dari kombinasi insulin kerja cepat dan menengah, atau pendek dan menengah. Sediaan yang ada kombinasi 30/70; 30% insulin kerja cepat/pendek, 70% insulin kerja menengah.
Salah satu insulin kerja campuran adalah insulin aspart bifasik. Velásquez-Mieyer PA, dari University of Tennessee Health Science Center, Amerika Serikat, mengevaluasi insulin aspart bifasik 30 pada pengobatan DM1. Data diambil dari database Cohcrane dan literatur ilmiah, yang dipublikasikan sampai tahun 2008. Dalam studi tersebut peneliti menyimpulkan, insulin aspart bifasik 30 memiliki efek menyerupai insulin manusia bifasik dalam meningkatkan kadar hemoglobin a(1c), tetapi memiliki keunggulan profil glukosa postprandial yang lebih baik.
Insulin campuran paling cocok diberikan pada anak yang tidak patuh, atau tidak mau terlalu sering disuntik. Juga pada remaja yang tidak senang dengan perhitungan dosis insulin campuran yang rumit. (jie)