Ethicaldigest

Olah Raga Memperlambat Penurunan Kualitas Hidup Penderita Parkinson

Olah raga secara rutin memiliki pengaruh positif pada penderita Parkinson. Mereka memiliki kualitas hidup terkait kesehatan (HRQoL) yang lebih baik dan penurunan kualitas hidup terkait kesehatan yang lebih lambat, dibanding pasien yang tidak berolahraga.

Menggunakan database dari 3000 pasien yang mulai berolah raga dalam waktu berbeda, penelitian menemukan bahwa tidak masalah kapan pasien mulai berolah raga, olah raga bisa bermanfaat. “Olah raga berdampak baik, tapi berolah raga lebih dini lebih baik daripada ditunda-tunda,” ujar peneliti Peter Schmidt, PhD, Wakil Presiden Senior dan  Kepala National Parkinson Foundation (NPF) di Miami, Florida, pada Medscape Medical News. Para peneliti mempresentasikan temuan mereka pada 19th International Congress of Parkinson’s Disease and Movement Disorders (MDS).

Tujuan penelitian ini adalah mencari tahu, adakah penderita penyakit Parkinson di satu pusat pengobatan lebih baik dari pasien lain di pusat pengobatan lain, dan ditanya mengapa. “Kami temukan bahwa pusat-pusat kesehatan yang memiliki outcome yang baik, yakin terhadap pendekatan berolah raga. Mereka memiliki pendekatan yang  efektif, untuk meyakinkan pasien agar mau berolah raga,” kata Schmidt.

Sebagai bagian dari NPF Quality Improvement Initiative Dataset, mereka bertanya, apakah pasien berolah raga setidaknya 2,5 jam/minggu. Jika pasien mencapai target itu, yang merupakan pedoman Centers for Disease Control and Prevention Physical Activity, mereka diklasifikasikan sebagai exercisers (E). Jika berolah raga kurang dari 2,5 jam/minggu, mereka dimasukkan dalam “nonexercisers” (N).

Laporan-laporan sebelumnya menyebutkan tidak ada perbedaan outcome, antara yang menjalani gaya hidup sedentari dan mereka yang olah raga kurang dari 2,5 jam/ minggu. “Kami memvalidasi nilai tersebut sebagai nilai cut off, untuk olah raga vs non olahraga,” ucap Dr. Schmidt.

HRQoL diukur menggunakan PD Questionnaire-39 (PDQ-39) pada baseline dan pada kunjungan di tahun pertama dan kedua. Jika skornya lebih tinggi, kualitas hidupnya lebih buruk.

Pasien diklasifikasikan berdasar kapan mereka mulai olah raga. Pada baseline, tahun pertama, tahun kedua, atau tidak sama sekali. Mereka diklasifikasikan sebagai EEE jika berolah raga di awal penelitian, dan terus melakukannya sepanjang penelitian. Diklasifikasikan sebagai NEE, jika mereka tidak berolah raga, tapi mulai berolah raga di awal penelitian. Dan, sebagai NNE jika mereka tidak berolah raga di awal penelitian atau setelah 1 tahun penelitian, tapi berolah raga pada kunjungan di tahun kedua.

Efek dosis olah raga

Menggunakan dataset pasien para peneliti melihat, semakin dini pasien berolah raga hasilnya semakin baik, terutama jika mereka terus berolah raga. Pemburukan HRQoL melambat secara signfikan, jika pasien berubah menjadi berolah raga dini (NEE vs NNE; P < .05). Kelompok EEE memiliki skor PDQ-39 yang lebih rendah di tahun kedua, dibanding kelompok NNN (20.5 vs 30.5; P < .001). Kelompok NEE dan NNE memiliki hasil intermediate, dengan pasien yang mulai olah raga lebih dini memiliki hasil lebih baik di tahun kedua.