Ethicaldigest

dr. Ponco Agus Prasojo, SpB-KBD.

Ketertarikannya dalam bidang ilmu kedokteran, karena saat ia kecil dulu melihat sosok ayahnya yang saat itu bekerja sebagai perawat kesehatan angkatan darat. “Dimasanya, ketika melihat ayah  saya nyuntik dan mengobati orang sakit dan bisa sembuh itu rasanya sangat luar biasa,” jelas dr. Ponco Agus Prasojo, SpB-KBD. Pria yang lulus Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Surakarta, tahun 1985 ini mengatakan hal itu sedkit banyak masuk didalam ingatannya. Sebelumnya, kakak kandungnya juga masuk terlebih dahulu di Fakultas Kedokteran (FK).

Bisa dibilang, keluarga besarnya memang menekuni bidang kesehatan. Menurutnya tidak ada kendala yang berarti saat pendidikan, “Kalau suka dan duka mungkin ada, tapi biasa saja menurut saya,” jelasnya. Memang ketika menjadi mahasiswa kedokteran saya itu lebih sibuk dibandingkan dengan fakultas lain. “Kalau fakultas lain selesai kuliah ya pulang ke rumah, kalau saya tidak setelah selesai kuliah harus mengikuti praktikum,” jelasnya.

Mesti demikian kebersamaan yang selama itu terjalin dengan teman-teman di FK, membuat hal ini tidak terasa berat. “Lama-lama malah nyaman dengan kondisi demikian,” jelasnya.

Setelah lulus dokter umum, dr. Ponco langsung dipangil untuk wajib militer. “Jadi saya tidak ada pengalaman Inpres,” jelasnya. Setelah wajib militer, ada dua pilihan lanjut terus menjadi tentara, atau berhenti,” jelasnya. Ia pun memilih untuk terus menjadi tentara. “Jujur saat itu saya sudah terlanjur enjoy jadi tentara,” jelasnya. Baginya, tidak ada hal yang berat. Setelah dipelajari dan dikerjakan tidak ada kesulitan sama sekali, dan terus berkembang.

Bidang Spesialis Bedah Digestif dipilihnya karena bidang ini lumayan seru. Seru dalam artian bidang ini banyak tantangan. “Masalah di perut biasanya sulit didiagnosa, itu tantangan yang menarik untuk saya,” jelasnya.

Setidaknya dr. Ponco, pernah menjadi Kepala Rumah Sakit Tetara, Wira Husada di Dili, Timor Timur. “Saat itu masih terjadi konflik,” jelasnya. Bagi dr. Ponco, tidak ada ketakutan sama sekali saat itu. Baginya, masuk ke hutan-hutan dan turun gunung itu mengasikan, bersama rekannya sesama aggota TNI yang berjuang kala itu. Mendengar suara tembakan bahkan suatu tantangan menarik baginya. Bakar-nakaran, demo kerusuhan bukan hal menakutkan buatnya. “Kondisi semacam itu selalu saya sikapi sikapi dengan penuh kehati-hatian,” ujarnya.

Pria yang menjabat sebagai Kepala RSPAD, sejak tahun 2014 rutin berolahraga untuk menjaga kesehatannya, terutama bersepeda. Selain itu, saat week end tiba, ia tak lupa untuk berkumpul dengan keluarga tercinta untuk sekedar makan bersama atau jalan-jalan. Tapi karena kegiatan kerjaan yang cukup padat maka ketika weekend, saya inginya itu bersama dengan keluarga. Bisa makan bersama atau bersepeda dengan anak. Anak ada 3. Tiga-tiganya tidak ada yang jadi dokter. 18 agustus 1957 lahir di Surakarta. Pria kelahiran, Surakarta, 18 Agustus 1957 ini berharap RSPAD Gatot Soebroto, kedepan bisa lebih baik dan terus berkembang. “Cita-cita saya bahkan rumah sakit ini bisa menjadi unggulan berkelas dunia.” Terutama setelah dimilikinya akreditasi internasional – Joint Commission International, beberapa waktu lalu.