Implan glaukoma bisa menyelamatkan penglihatan penderita. Penelitian dr. Virna menghasilkan implan lokal, yang murah, aman dan tingkat keberhasilan lebih baik dari implan lain.
Glukoma sebagai penyebab kebutaan merupakan masalah kesehatan serius di Indonesia. Kebutaan mengenai sekitar 2% orang berusia >21 tahun dan 5% orang usia >50 tahun. Sekitar 330.000 kebutaan disebabkan glukoma. “Glukoma merupakan penyebab kebutaan nomor 2, setelah katarak,” kata Dr. dr. Virna Dwi Oktariana Sp.M (K).
Di Indonesia, data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, prevalensi pengidap glaukoma pada 2007 mencapai 4,6 per 1.000 penduduk. Sedangkan prevalensi glaukoma menurut Jakarta Urban Eye Health Study tahun 2008 adalah 2,53%.
“Di Indonesia terjadi peningkatan glaukoma yang sangat signifikan. Termasuk kasus-kasus glaukoma yang sulit ditangani, yaitu sering mengalami refrakter,” kata dr. Virna. Glaukoma refrakter bukan saja glaukoma primer yang mengalami komplikasi, tapi juga kasus-kasus diabetes dan hipertensi yang mengalami komplikasi glaukoma.
Tatalaksana glaukoma saat ini terdiri dari tiga pilar: obat-obatan, laser dan operasi, bergantung klasifikasi dan tingkat keparahan. Operasi bisa berupa TRAB-NPFS atau pemasangan implant; saat ini ada dua implan di pasaran: Molteno (menggunakan bahan polipropylene) dan ahmed baerveldt (silikon).
“Penelitian memperlihatkan, pemasangan implan (molteno) dapat mengurangi tekanan bola mata penderita glaukoma dan memperbaiki penglihatan,” kara Prof. Bill Morgan, dari Lions Eyes Institute, Australia. “Sayangnya, alat implan semacam ini mahal harganya.”
Dengan meningkatnya jumlah penderita glaukoma di Indonesia, permintaan implan glaukoma meningkat. Perlu bahan alternatif yang lebih murah, mudah dibuat dan steril sehingga banyak penderita glaukoma akan mampu memasang implan ini. Implan juga diharapkan mudah dimasukkan dan menghasilkan komplikasi minimal.
Dr. Virna, dibantu Prof. Bill Morgan, telah mengembangkan satu implan glaukoma baru, dengan materi yang lebih murah dan aman. Implan tersebut kini diproduksi oleh ROHTO, yang memiliki kapasitas dan kemampuan produksi implant, yang sejauh ini telah digunakan oleh sekitar 200 penderita glaukoma.
Bahan yang dipilih adalah polymethyl methacrylate (PMMA). Dipilih karena telah digunakan sebagai biomaterial implant, pada berbagai tindakan bedah lain. PMMA adalah senyawa IOL pertama dengan profil biokompatibilitas panjang, halus dipermukaan, mudah dimodifikasi dan murah.
Penelitian pada kelinci
Pada kelinci, implan dibuat dalam ukuran yang lebih kecil. “Kita ingin melihat bagaimana respon kelinci terhadap implan. Kita juga ingin melihat, apakah ada perubahan pada bahan dari implan tersebut. Apakah setelah kita pasang, terjadi perubahan atau tidak,” kata dr. Virna. Kalau terjadi perubahan pada materi implan atau respon terhadap implant tidak bagus, maka harus diganti. “Jadi, kita teliti apakah implan ini aman dan bisa digunakan.”
Total ada 14 kelinci yang dipasangi implan. Dari 14 kelinci tersebut, ada satu yang mengalami glaukoma. Terbukti, pemasangan implan ini bisa mengurangi tekanan intraokuler. Terlihat juga tidak ada perubahan, pada materi yang digunakan. Antara pre dan post operasi, tidak ada perubahan pada bahan yang digunakan.
Penelitian pada manusia
Pada manusia, penelitian dilakukan terhadap 12 penderita. Awalnya dilakukan pada dua orang. Setelah terlihat tidak ada masalah efek samping atau komplikasi, implan dipasangkan pada 10 pasien lainnya. Hingga sekarang, sudah 200 pasien yang telah dipasangi implan.
Proses pemasangan memerlukan waktu 30- 40 menit. Kalau belum terbiasa mungkin butuh waktu sekitar satu jam. Terlihat dari pasien-pasien ini bahwa tekanan intraokuler menurun pasca operasi. Follow up paling lama hingga 1,5 tahun. Penurunannya dari sekitar 40mmHg menjadi 10-20 mmHg. Obat-obatan yang digunakan pasien juga berkurang, dari yang tadinya menggunakan 4-5 obat, menjadi 1-2 obat saja.
“Sejauh ini kita sudah melakukan implantasi pada sekitar 200 pasien, dengan angka keberhasilan yang sangat baik dibanding implan lainnya,” ujar dr. Virna. “Memang belum bisa mencapai 100%, tapi kalau sudah mencapai 80-90%, berarti sudah lebih baik dibandingkan implan-implan lainnya.”
Dr. Virna telah melakukan pelatihan di beberapa senter. Sudah ada beberapa senter, seperti Medan, Palembang, Yogyakarta, yang bisa melakukan pemasangan implan. Diharapkan, nanti akan ada lebih banyak dokter mata yang bisa memasang implan ini, sehingga implan menjadi lebih mudah diakses masyarakat.