Ethicaldigest

Cuci Hidung, Terapi Rhinosinusitis Pengganti Penguapan

Cuci hidung atau irigasi nasal kini menjadi terapi anjuran untuk penderita rhinosinusitis. Penguapan saat ini dianjurkan secara luas sebagai terapi pada pasien dengan rinosinusitis. Tapi, satu tinjauan Cochrane penggunaan uap untuk common  cold, tidak memperlihatkan manfaat yang nyata. Penelitian terbaru tidak menemukan manfaat, bahkan beberapa di antaranya berdampak buruk (menyebabkan cidera panas ringan).

Satu tinjauan Cochrane mengenai cuci hidung dengan larutan garam (saline), melaporkan adanya manfaat penggunaan terapi ini untuk rinosinusitis. Yang terbaru, penelitian oleh Paul little dan kawan-kawan membuktikan bahwa irigasi nasal lebih efektif dibandingkan penguapan, untuk pasien dengan gejala-gejala sinus kronis atau berulang. Penelitian yang merupakan penelitian acak kontrol acak, telah dipublikasikan secara online pada 18 Juli 2016 di Canadian Medical Association Journal.

“Anjuran penggunaan irigasi nasal secara rutin dalam mengatasi gejala sinus kronis dan berulang, tidak seefektif hasil-hasil penelitian sebelumnya. Tapi, terapi ini mengurangi beban gejala secara keseluruhan, sakit kepala, penggunaan obat-obatan bebas dan perlu tidaknya berkonsultasi dengan dokter layanan primer di kemudian hari,” tulis peneliti dalam publikasi tersebut.

Peneliti Paul Little, MBBS, dari Universitas Southampton di Inggris, mengikutsertakan 871 pasien berusia 18-45 tahun, dengan gejala sinus akut kronis atau berulang, untuk melihat efektifitas irigasi nasal atau penguapan dalam mengendalikan gejala. Mereka merekrut pasien dari 72 klinik layanan primer, dan mengikutsertakan mereka dalam penelitian antara 11 Februari 2009 dan 30 Juni 2014.

Para peneliti secara acak memberi pasien satu dari empat golongan  pengobatan: irigasi nasal satu kali sehari, penguapan sekali sehari, kombinasi antara dua jenis pengobatan, atau tidak mendapatkan salah satu pengobatan (diberikan pengobatan biasa). Pengobatan tambahan diberikan berdasar pertimbangan dokter.

Pasien yang mendapat  irigasi nasal mengalami perbaikan moderat dalam hal disabilitas dans skor kualitas hidup di bulan ke 3 dan 6 masa follow-up. Para peneliti melihat adanya perbaikan serupa pada kelompok kontrol. Sedangkan pasien dalam kelompok pengupan, tidak menunjukkan perbaikan apapun. Namun, mengingat bahwa sebagian besar dampak positif ditemukan pada pasien yang menggunakan kombinasi, maka peran terapi inhalasi tidak dapat diabaikan.

Selain itu, pasien dalam kelompok irigasi nasal melaporkan sakit kepala yang lebih sedikit, penggunaan obat bebas yang lebih sedikit. Mereka juga lebih sedikit yang berkonsultasi dengan dokter mengenai gangguan nasal yang dialami, dibanding pasien dalam kelompok yang mendapat penguapan.

Para peneliti mencatat bahwa efektivitas irigasi nasal dalam penelitian ini adalah moderat, dibanding dengan penelitian sebelumnya. Disarankan untuk melakukan pelatihan terindividualisasi sebagaimana dilakukan dalam penelitian sebelumnya, agar pasien bisa mengunakan irigasi nasal lebih tepat dan mungkin hasilnya lebih baik.

Peneliti menggunakan Rhinosinusitis Disability Index, the 20-item Sino-Nasal Outcome Test, dan the EuroQol untuk mengevaluasi outcome terapi pada baseline, di bulan ke 3 dan 6. Tinjauan terhadap rekam medis dilakukan di bulan ke 6, untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik dan kunjungan dokter.

Para peneliti menyadari ada beberapa kekurangan dari penelitian ini. Misalnya, kurang dari 80% pasien yang tetap melakukan follow up, mungkin terjadi bias ketika pasien melaporkan secara mandiri outcome primer yang terjadi, dan kriteria inklusi pasien dengan durasi dan tingkat keparahan berbeda-beda.

“Ini adalah satu dari sedikit penelitian yang melihat efektivitas anjuran penggunaan irigasi nasal atau inhalasi uap, untuk gejala sinusitis kronis atau berulang. Dan, merupakan penelitian berskala paling besar dalam kondisi apa pun,” tulis Dr. Little dan kawan-kawan.