Sepuluh pasien di Penn Medicine sembuh dari penyakit hepatitis C (HCV), setelah menjalani transplantasi ginjal dari donor yang meninggal karena terinfeksi penyakit ini. Temuan ini mengarah pada strategi baru meningkatkan pasokan organ, untuk lebih dari 97.000 pasien yang menunggu transplantasi ginjal.
Pada tahun 2016, Penn Medicine meluncurkan uji klinis inovatif, untuk menguji efek transplantasi ginjal dari donor dengan HCV ke pasien dalam daftar tunggu transplantasi ginjal, yang tidak terinfeksi virus ini. Para penerima organ kemudian diobati dengan terapi antiviral, untuk mengeliminasi virus.
Data awal penelitian ini dipresentasikan 30 April 2017, oleh David S. Goldberg, MD, MSCE, Asisten Profesor Kedokteran dan Epidemiologi di Fakultas Kedokteran Perelman Universitas Pennsylvania, pada Kongres Transplantasi Amerika 2017 di Chicago, AS, dan dipublikasikan secara bersamaan di New England Journal of Medicine.
“Kami memulai percobaan ini dengan harapan, jika berhasil, kami bisa mendapat organ donor yang sama sekali baru, dan efektif mentransplantasi ratusan bahkan ribuan pasien yang sedang menunggu organ,” kata Goldberg.
“Secara historis, ginjal yang terinfeksi Hepatitis C sering dibuang, karena diperkirakan rusak atau berisiko tinggi. Data awal kami menunjukkan kemampuan sembuh dari virus yang menulari, setelah transplantasi pada populasi pasien ini. Jika penelitian di masa depan berhasil, ini mungkin pilihan yang tepat untuk pasien yang tidak pernah mendapat organ donor. “
Goldberg yang memimpin penelitian bersama Peter Reese, MD, MSCE, Asisten Profesor Kedokteran dan Epidemiologi di Penn dan Ketua Komite Etika untuk United Network of Organ Sharing (UNOS), mendekati dan melibatkan pasien-pasien yang bergantung pada dialisis, sebagai perawatan untuk menggantikan fungsi ginjal yang rusak. Peserta berusia antara 40 – 65 tahun dan telah menunggu transplantasi setidaknya satu setengah tahun.
Proses melalui tiga tahap, yang meliputi edukasi dan persetujuan dari pasien sebelum transplantasi dilakukan, untuk memastikan pasien dan orang yang mereka cintai diberi pemahaman yang komprehensif tentang risikonya. Setelah terdaftar, dan saat organ tersedia, tim melakukan genotyping donor HCV selama proses alokasi, dan hanya memilih ginjal yang dianggap “berkualitas tinggi.”
Sejauh ini, 10 pasien telah menerima transplantasi menggunakan protokol tersebut. Rata-rata pasien menerima transplantasi 58 hari setelah terdaftar dalam penelitian. Beberapa di antaranya dalam waktu lebih cepat, sekitar11 hari, sementara yang lainnya menunggu lebih dari 100 hari.
Tiga hari setelah operasi, pasien menjalani pemeriksaan HCV, dan ke-10 pasien tersebut dinyatakan positif terinfeksi penyakit ini. Selanjutnya, pasien diobati dengan kombinasi elbasvir/ grazoprevir, yang umumnya dikenal sebagai Zepatier, selama 12 minggu. Zepatier adalah obat oral yang baru disetujui dan sangat efektif untuk HCV. Ke-10 pasien tersebut sembuh dari virus hepatitis C yang menulari mereka.
“Untuk waktu yang lama, HCV adalah virus dengan stigma yang sangat negatif. Jadi, menarik untuk dilihat bahwa pasien dengan cepat memilikikesempatan untuk mendapat transplantasi, walaupun ada kemungkinan mereka terkena Hepatitis C secara permanen,” kata Reese.
“Melalui penelitian ini kami tahu, ada kemungkinan beberapa atau semua pasien akan terinfeksi HCV. Mereka bisa menderita penyakit ini selama sisa hidup mereka, jika kami tidak berhasil. Tetapi untuk pasien ini, berhenti menjalani dialisis dan kembali ke kehidupan normal mereka lebih berharga daripada risiko yang dihadapi.”
Setelah hasil awal yang positif, tim peneliti diberi dana tambahan untuk memperpanjang penelitian mereka, yang memungkinkan untuk melakukan transplantasi dan mengobati 10-20 pasien lainnya. Tim ini telah merancang penelitian baru, yang mengujikan pendekatan yang sama pada pasien transplantasi jantung. Berikutnya, mereka akan melakukannya pada pasien transplantasi liver dan paru.