Ethicaldigest

Bedah Pada Fistula Ani Belum Bisa Sembuhkan Penderita Secara Total

Bedah pada fistula ani menjadi tatalaksana utama. Namun, ada penyakit yang berulang kali dioperasi, tapi kambuh lagi berulang kali. Itulah fistula ani. Hingga kini, ada berbagai metode bedah pada fistula ani yang dikembangkan, tetapi belum ada yang bisa 100% berhasil. Banyak di antara pasien yang harus kembali lagi dengan keluhan yang sama atau malah lebih berat.

Fistula ani

Secara etimologi, kata fistula berasal dari istilah Yunani yang berarti “pipa” atau “saluran”. Istilah ini kemudian diadaptasi ke dunia kedokteran, untuk menyatakan saluran yang menghubungkan dua organ atau pembuluh yang pada keadaan normal tidak terhubung. Salah satu fistula yang paling akrab dengan para ahli bedah adalah fistula ani.

Fistula ani adalah saluran abnormal yang menghubungkan antara saluran anus dengan kulit di daerah perianal. Sebagian besar kasus fistula terbentuk melalui proses infeksi kriptoglandular, yang terjadi akibat tersumbatnya kripta anus oleh kotoran, atau feses yang padat atau keras. Akibatnya, kelenjar di daerah anus menjadi terinfeksi dan membentuk abses di ruang antar sfingter, akhirnya pecah dan membentuk fistula. Masalahnya, saluran fistula yang terbentuk bisa tidak hanya satu, melainkan beberapa saluran sekaligus.

Namun, teori ini rupanya tidak berlaku pada fistula yang disebabkan oleh penyakit Crohn, tuberkulosis, limfogranuloma venereal dan aktinomikosis. Karena patofisiologinya berbeda, maka strategi pengobatannya juga berbeda. Pada fistula yang disebabkan oleh aktinomikosis, misalnya, untuk mendapatkan hasil yang baik, pasien harus dioperasi dan diberikan terapi antibiotik yang sesuai. Sedangkan pada yang berhubungan dengan penyakit Crohn, terapinya diikuti juga dengan terapi imun.

Parks, Gordon dan Hardcastel membagi fistula ani ke dalam empat kelompok. Klasifikasi yang dikenal dengan klasifikasi Park ini meliputi:

  • Intersfingterik, yaitu fistula yang disebabkan oleh abses perianal. Fistula ini dimulai dari rongga di antara otot interna dan eksterna dan berakhir sangat dekat dengan saluran keluar anus, yaitu di kulit perianal. Jenis fistula ini adalah jenis yang paling sering ditemukan, yaitu hampir 70% dari kasus fistula.
  • Transsfingterik, yaitu fistula yang terbentuk akibat abses di daerah fossa iskiorektal. Salurannya dimulai dari rongga di antara muskulus interna dan eksterna atau di fossa iskiorektal. Saluran ini kemudian menyeberangi sfingter eksterna,  dan berakhir di dua hingga tiga inchi di luar ujung anus. Fistula ini dapat berbentuk seperti huruf U, dengan bukaan di kedua sisi anus, disebut fistula sepatu kuda. Jenis fistula ini merupakan 25% dari seluruh kasus fistula ani.
  • Suprasfingterik, yaitu fistula yang berasal dari abses supralevator. Salurannya dimulai dari ujung dalam linea dentata masuk ke ruang antara otot sfingter interna dan eksterna, mengelilingi  seluruh sfingter dan berbelok ke atas muskulus puborektalis dan levator ani. Kemudian berakhir dua hingga tiga inchi di luar ujung anus. Insidensnya adalah 5% dari seluruh kasus fistula.
  •  Ekstrasfingterik, dapat disebabkan oleh luka tembus di rektum dengan saluran yang melalui otot levator ani, luka tembus di perineum, akibat penyakit Crohn atau kanker serta terapinya, atau akibat penyakit inflamasi panggul. Salurannya bermula dari rektum atau kolon sigmoid, dan memanjang ke bawah, menembus otot levator ani dan berakhir di kulit di sekitar anus.

Karena fistula merupakan komplikasi abses anorektal lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita. Sekitar 30-50% pasien dengan abses anorektal akan mengalami fistula ani, dan sekitar 80% kasus fistula disebabkan oleh infeksi anorektal.

Fistula juga dapat dibagi menjadi jenis simpleks dan kompleks. Fistula disebut simpleks jika merupakan fistula transsfingterik dan intersfingterik yang melibatkan lebih dari 30% sfingter ani eksterna. Sedangkan fistula kompleks adalah fistula yang saluran utamanya merupakan fistula transsfingterik letak tinggi (dengan atau tanpa saluran buntu), atau fistula suprasfingterik dan ekstrasfingterik. Selain itu, fistula juga disebut kompleks jika memiliki bentuk seperti ladam kuda, memiliki beberapa saluran, memiliki saluran yang terletak di anterior pada wanita, dan fistula yang disebabkan inflammatory bowel syndrome, radiasi, keganasan, inkontinensia, atau diare kronik.

Mentoknya pengobatan

Sejak dahulu, fistula ani adalah penyakit yang cukup umum dijumpai. Diskusi mengenai fistula ani dapat kita lihat pada literatur kedokteran yang berasal dari tahun 400 SM. Meski demikian, fistula tetap menjadi topik yang hangat hingga sekarang dan masih menjadi kasus yang menantang bagi para dokter di seluruh dunia.

Pasien dengan fistula dapat mengeluhkan keluarnya cairan perianal yang berbau busuk, gatal, abses berulang, demam, atau nyeri di daerah perianal akibat tersumbatnya saluran. Nyeri dapat timbul baik saat duduk, bergerak, buang air besar, bahkan saat batuk sekalipun. Nyeri dapat ringan hingga berat dan dirasakan terus menerus sepanjang hari. Tak pelak lagi, hal ini tentu dapat menurunkan kualitas hidup dan produktivitas penderitanya, yang sebagian besar adalah orang dengan usia produktif.

Meski nyeri dapat berkurang atau hilang dengan sendirinya jika terbentuk saluran keluar baru, tetapi ini berarti kompleksitas fistula semakin bertambah. Rasa tidak nyaman juga tetap ada dan saluran keluar yang menimbulkan masalah kebersihan. Jika tidak diobati, fistula yang terinfeksi berulang kali dapat menimbulkan masalah sistemik, seperti sepsis hingga mencetuskan terjadinya keganasan. Pengobatan dengan obat-obatan tidak dapat membantu menutup fistula. Pengobatan dengan herbal telah diperkenalkan oleh ahli pengobatan India di zaman dulu, yaitu oleh Sushruta. Meski pengobatan ini masih diwariskan selama bertahun-tahun, tetapi efektivitasnya belum dapat dibuktikan dan tidak menutup kemungkinan fistula kambuh kembali.

Hingga saat ini, bedah pada fistula ani adalah modalitas terapi yang menjadi pilihan saat menghadapi kasus fistula. Namun, bukan berarti setelah dioperasi fistula tidak lagi dapat menimbulkan komplikasi. Pembedahan dapat menimbulkan masalah baru seperti retensi urine, perdarahan, pembentukan abses, tidak dapat menahan cairan dan flatus, dan kambuhnya fistula.

Munculnya bedah invasif minimal

Saat ini, hampir semua jenis pembedahan dapat dilakukan secara invasif minimal. Tidak terkecuali fistula ani. Untuk menjawab tantangan para ahli bedah saat menghadapi kasus fistula ani, muncul teknik bedah invasif minimal baru yang disebut VAAFT (Video-Assisted Anal Fistula Treatment).

Melalui cara ini, kita dapat melihat secara langsung internal dan external opening fistula, bahkan menelusuri bagian dalam fistula dengan mata kepala kita sendiri melalui gambar yang ditampilkan oleh serat optik. Dengan demikian, fistula yang bercabang-cabang dan yang buntu sekalipun dapat dilacak dengan mudah dan tidak mungkin ketinggalan untuk diobati. Hal ini juga dapat diketahui secara langsung pada saat operasi, sehingga pasien tidak perlu mengeluarkan biaya untuk melakukan pemeriksaan yang tidak nyaman.

Teknik invasif minimal terkenal karena luka sayat operasi yang kecil. Dengan demikian, waktu penyembuhan dan rasa nyeri pasca operasi tentu juga lebih singkat dan ringan. Dalam pembedahan fistula invasif minimal, sayatan bahkan tidak diperlukan, karena fistuloskop dapat langsung disisipkan melalui external opening fistula itu sendiri. Bahkan, teknik invasif minimal ini memiliki satu keuntungan yang jauh lebih penting lagi. Karena tidak memerlukan sayatan, maka risiko terjadinya kerusakan sfingter dan inkontinensia fekal jauh berkurang. Dengan demikian, pasien tidak menderita malu seumur hidup dan dapat tetap produktif.

Seperti yang disebutkan di atas, pengobatan fistula ani dapat disebut ideal jika memiliki komplikasi gangguan inkontinesia yang minimal, berhasil meningkatkan kualitas hidup pasien, dan memiliki angka kekambuhan yang rendah. Lalu bagaimana dengan angka kekambuhan pada mereka yang diterapi dengan teknik invasif minimal? Ternyata, teknik baru ini terbukti berhasil guna dalam menekan angka kekambuhan fistula. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh P. Meinero terhadap 136 pasien yang mendapat terapi VAAFT, 87,1% pasien mengalami kesembuhan dalam waktu satu tahun. Dengan teknik ini, internal openign dapat ditemukan pada 82,6% kasus. Bahkan, fistuloskopi yang dilakukan mampu mengidentifikasi saluran sekunder atau abses kronik penyebab fistula. Dengan demikian, fistula dan kroni-kroninya dapat diberantas hingga tuntas.