Ethicaldigest

Skrining Hipotiroid Kongenital

Hipotiroid kongenital kerap tak terdeteksi. Bayi yang terlambat diterapi berisiko mengalami keterbelakangan mental. 

Prevalensi hipotiroid kongenital (HK) di dunia 1: 2.500-3.000 anak; di daerah endemik angkanya  1 : 900. Di Indonesia, dari angka kelahiran 5 juta bayi / tahun, diperkirakan 1.600 – 1.700 yang menderita hipotiroid kongenital.  

Hiportiroid merupakan kondisi kekurangan hormon tiriod,  akibat gangguan di kelenjar tiroid. Bisa karena cacat bawaan atau belum terbentuk sempurna. Pada 80-85% kasus, kelenjar tiroid tidak ada atau kecil (hipoplasia). Pada kasus-kasus lain, kelenjar tiroid berukuran normal atau besar, tetapi produksi hormon tiroid kurang atau tidak ada.

Perlu mencegah hipotiroid kongenital dengan skrining dalam 48-72 jam pascalahir, walau tanpa gejala.  “Kalau menanti ada gejala, takutnya pengobatan sudah terlambat. Idealnya skrining, ketahuan hipotiroid, langsung diobati. Jika terapi dilakukan sejak awal, retardasi mental bisa dihindari,” papar dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp(A)K, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pada acara Pekan Kesadaran Tiroid Internasional ke 8, Mei 2016. 

Dilakukan tes darah sederhana dan singkat, untuk mengukur kadar thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormon tiroid dalam darah (T3 dan T4). Darah (2-3 tetes) diambil dari tumit bayi oleh petugas, diteteskan ke atas kertas saring, kemudian diperiksa di laboratorium. Biaya tes di laboratorium pemerintah relatif murah, <Rp 50 ribu.

Kurang dari tiga minggu hasil dapat diketahui. Nilai cut-off adalah 25µU/ml. Nilai TSH <25µU/ml dianggap normal. Kadar TSH >50 µU/ml dianggap abnormal dan perlu pemeriksaan klinis dan pemeriksaan TSH dan T4 plasma. Bila kadar TSH  tinggi > 40 µU/ml dan T4 rendah, < 6 µg/ml, bayi diberi terapi tiroksin dan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Bayi dengan kadar TSH  antara 25-50 µU/ml, dilakukan pemeriksaan ulang 2-3 minggu kemudian.

Terapi dengan tablet hormon tiroid. Obat digerus, diminumkan bersama air atau ASI.  Dosisnya 10-15 µg/kg berat badan/ hari. Pemeriksaan kadar obat dilakukan teratur, sesuai jadwal. “Diberikan setiap hari pada jam yang sama. Idealnya tiap bangun pagi atau sebelum tidur,” kata dr. Aman.

Hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir, dapat bersifat menetap atau transien (sementara). Disebut transien bila setelah beberapa bulan atau tahun sejak lahir, kelenjar tiroid mampu memproduksi hormon tiroid sendiri, sehingga pengobatan dapat dihentikan.

“Dari yang transien, 10% dapat menjadi hipotiroid tetap yang butuh pengobatan seumur hidup. Perlu pemantauan setidaknya selama 1 tahun pertama setelah skrining,” katanya.

Anak penderita HK harus dipantau secara klinis dan biokimia. Parameter klinis mencakup pertumbuhan linier, berat badan, perkembangan dan kesejahteraan secara keseluruhan. Pengukuran laboratorium T4 (total atau gratis T4) dan TSH diulang 4-6 minggu setelah memulai terapi; setiap 1-3 bulan selama tahun pertama kehidupan dan setiap 2-4 bulan selama tahun kedua dan ketiga.

Risiko terlambat skrining

Saat lahir, bayi tidak menunjukkan gejala karena masih tingginya kadar hormon tiroid yang didapat dari plasenta ibu. Akan normal dalam 24 jam sampai minggu pertama pascalahir. Gejala khas mulai muncul 2 minggu sampai 1 bulan pascalahir. Gejala tergantung besarnya kekurangan hormon tiroid. Gejala antara lain keterlambatan motorik, konstipasi, aktivitas menurun, makroglosia, hidung pesek, hernia umbilikalis, pucat sampai kulit kering. Yang paling awal terpengaruh adalah retadasi mental.

Jika gejala muncul di usia >1 tahun, manifestasi berupa terlambat tumbuh kembang. Gangguan perkembangan motorik, mental, gigi, tulang dan pubertas. Tekanan darah dan metabolisme rendah, dan intoleransi terhadap dingin.

Di masa pertumbuhan, hormon tiroid berperan dalam produksi dan pengeluran growth hormone, termasuk merangsang pertumbuhan jaringan tubuh dan sistem saraf. Juga merangsang pertumbuhan dan metabolisme tulang.  Hormon tiroid bekerja dalam proses mielinisasi. Di otak, ia mengatur migrasi sel otak, pembentuk lapisan korteks dan membedakan pembentukan sel neuron dan sel glia.

 “Kalau sudah menunjukkan gejala klinis, biasanya sudah terjadi penurunan IQ,” tegas dr. Aman. “Dengan terapi, masalah pada gejala klinis bisa dikejar menjadi normal, kecuali IQ karena proses mielinisasi tidak bisa diulang.”

Hasil meta-analisa Klein R tahun 1996 menyebutkan, jika penderita HK terdiagnosis di usia 0-3 bulan tingkat IQ > 85, atau otak berfungsi 78%. Diagnosis saat 3-5 bulan turun menjadi 19% dan setelah 7 bulan 0%. Data RS Cipto Mangunkusumo, tahun 1992-2002 ada 30 kasus HK (9 laki-laki, 21 perempuan), dengan rerata kunjungan pertama (terdeteksi) saat berusia 1-5 tahun. Hanya tiga kasus yang terdiagnosa sebelum tiga bulan. Tahun 2012-2013, ada 31 anak positif HK (rerata terdiagnosis usia 1-5 tahun).