Ethicaldigest

Masalah Aborsi Spontan2

Wanita dengan diabetes mellitus terkontrol memiliki risiko abortus yang tidak lebih buruk, dibanding wanita tanpa diabetes mellitus. Akan tetapi, terjadi peningkatan signifikan risiko abortus dan malformasi janin, pada wanita pengidap diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada trimester pertama. Wanita pengidap DM tipe 1 dengan kontrol glukosa tidak adekuat, peluangnya 2-3 kali lipat mengalami abortus.

Selain itu, kadar progesteron yang rendah mempengaruhi kepekaan endometrium terhadap implantasi embrio. Dukungan pada fase luteal mempunyai peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu saat di mana trofoblas harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan menyebabkan abortus. Bila progesteron diberikan pada pasien ini, kehamilan bisa diselamatkan.

Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi abortus iminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable abortion), abortus inkompletus (incomplete abortion) atau abortus kompletus (complete abortion), abortus tertunda (missed abortion), abortus habitualis (recurrent abortion), dan abortus septik (septic abortion).

Abortus Iminens (Threatened abortion)

Ditandai adanya bercak vagina atau perdarahan yang lebih berat, umumnya terjadi selama kehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta dapat mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan, sekitar setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus.

Abortus iminens didiagnosa bila seorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu, mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks, kehamilan ektopik dan kelainan trofoblast, harus dibedakan dari abortus iminens karena dapat memberi perdarahan pada vagina.

Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks, sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi.

Abortus Insipiens (Inevitable abortion)

Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak. Kadang-kadang keluar gumpalan darah disertai nyeri, karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi, sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi.

Abortus Inkompletus atau Abortus Kompletus

Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim, yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu merasa nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens.

Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap, disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan, dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali, karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan, abortus inkompletus atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan.

Abortus Tertunda (Missed abortion)

Abortus tertunda adalah keadaan di mana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada abortus tertunda akan dijumpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit.

Abortus Habitualis (Recurrent abortion)

Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil dan kelainan struktural uterus, merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis. Menurut Mochtar (2000), abortus habitualis merupakan abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah, kelainan dari ovum atau spermatozoa dimana sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta. Tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesterone sesudah korpus luteum atrofis, juga merupakan etiologi dari abortus habitualis.

Abortus Septik (Septic abortion)

Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat, dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus buatan, terutama yang kriminalis, yang  tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Bakteri yang dapat menyebabkan abortus septik adalah  Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci dan Staphylococci.

Masalah Aborsi Spontan