Ethicaldigest

Antioksidan Hambat Penuaan Kulit

Layaknya organ lain dalam tubuh manusia, kulit mengalami proses penuaan secara alamiah. Data demografis menunjukkan, terjadi peningkatan usia harapan hidup, perbaikan gizi dan menurunnya angka kematian bagi bayi. Semua itu menjadikan populasi tua di dunia semakin banyak. Kondisi ini  menjadi perhatian banyak pihak, terutama mengenai perawatan kesehatan yang disebabkan proses menua. Salah satu yang paling diinginkan pasien adalah mengembalikan proses penuaan pada kulit atau mencegahnya, dengan penggunaan teknik tertentu, penggunaan obat-obatan topikal, kosmetik, pemanfaatan teknologi laser atau prosedur bedah.

Mekanisme pasti dari penuaan kulit belum bisa diketahui secara pasti. Bukti penelitian menunjukkan ada peran yang cukup besar dari sinar UV, yang mengubah mitokondria dan nuclear DNA.  “Demikaian halnya dengan peran stress oksidatif, termasuk faktor eksternal seperti paparan asap rokok, radikal bebas, reactive oxygen species (ROS) dan lain-lain,” ujar dr. Lalita Drijono, SpKK.

Dalam beberapa penelitian, radiasi sinar UV dianggap sebagai inisiator pembentuk ROS pada kulit. Berdasarkan panjang gelombangnya, sinar UV dibedakan atas UVA (320- 400 nm), UVB (290-320 nm) dan UVC (200-290 nm). Sinar UV yang dapat mencapai bumi dan kulit hanya 5-10% UVB dan 90-95% UVA. Sebagian besar UVB dan UVC tertahan lapisan ozon.

Selain faktor lapisan ozon, jumlah sinar UV dipengaruhi faktor musim, ketinggian, garis lintang dan waktu pajanan. Sinar UVB terutama memicu produksi anion superoksida (+O2-), melalui aktivasi nicotinamide adenin dinucleotide phosphate (NADPH) oksidase dan rantai reaksi pernafasan di mitokondria. UVA terutama memicu terbentuknya 1O2 . Selain melalui aktivasi NADPH oksidase, 1O2 dibentuk melalui reaksi fotokimiawi saat UVA diabsorpsi riboflavin dan porfirin. Kromofor adalah berbagai substansi pada kulit, yang mampu menyerap UV.

Sinar UVB yang diserap oleh DNA, menyebabkan kerusakan langsung. Sedangkan kromofor penyerap UVA, menimbulkan kerusakan melalui pembentukan ROS. Oksigen tunggal yang merupakan ROS utama di permukaan kulit, dapat menyerang membran sel dan selanjutnya membentuk ROS yang baru. Proses oksidasi pada lipid dan protein yang ditimbulkan, menyebabkan stres oksidatif seluler dan kerusakan DNA, dan menyebabkan berbagai kelainan pada kulit. Diperkirakan setiap hari terjadi kerusakan DNA pada sel manusia, akibat 10.000 reaksi oksidasi. Reaksi ini berdampak terhadap berbagai proses kerusakan kulit, antara lain photoaging, imunomodulasi, melanogenesis dan fotokarsinogenesis.

Terhadap melanosit, ROS dapat menyebabkan efek paradoksikal karena dapat menimbulkan depigmentasi maupun hiperpigmentasi, meski mekanismenya belum diketahui pasti. Vitiligo merupakan contoh terjadinya degenerasi melanosit akibat stres oksidatif. Di sisi lain, kerusakan DNA yang menstimulasi produksi pigmen pada sel melanosit melalui peningkatan kadar tirosinase, akan memicu pigmentasi. Terhadap kolagen, ROS mengaktifkan matrix metalloproteinase (MMP), suatu enzim yang berperan dalam degradasi matriks ekstraselular dan penurunan sintesis kolagen. Selain itu, radiasi UV  memicu penurunan ekspresi transforming growth factor B (TGF-B) pada epidermis dan dermis yang merupakan promotor sintesis kolagen.

Hal ini menjelaskan terjadinya keriput pada kulit, yang mengalami photoaging. Terdapat perbedaan gambaran klinis penuaan kulit, pada kulit putih dibandingkan kulit Asia dan Afrika. Pada ras Asia, melasma lebih menonjol dibanding keriput, yang umumnya baru akan muncul pada dekade keenam, khususnya pada kelompok yang banyak terpajan sinar matahari. Photodamage berbeda pada masing-masing ras, dipengaruhi faktor genetik dan jumlah pajanan sinar UV. Perbedaan ini terutama ditentukan sistem pertahanan terhadap UV. Pada ras Asia dan Afrika melanin merupakan faktor utama. Sedangkan pada kulit putih, melanin kurang berperan dibanding peran penebalan stratum korneum.

Antioksidan (AO) merupakan molekul yang mampu menghambat oksidasi dari molekul oksidan. Oksidasi merupakan reaksi kimia, yang memindahkan elektron dari satu substansi ke agen oksidan. Sebagai pertahanan terhadap kerusakan oksidatif, sel dilengkapi berbagai jenis AO yang bekerja melalui beragam mekanisme. Integritas selular dipertahankan oleh berbagai AO enzimatik. Antara lain katalase, glutation peroksidase (GPX) dan glutation reduktase (GRD), yang akan menahan dampak negatif H2 O2.

Superoksida dismutase (SOD) merupakan pelindung area ekstraseluler dari dampak negatif (+O2 -). Sedangkan sistem AO nonenzimatik mempertahankan membran sel. Dalam hal ini, termasuk glutation dan asam askorbat (vitamin C) di fase air serta α-tokoferol (vitamin E) dan ubiquinol (CoQ10) di fase lipid. AO dalam sistem biologis, dibedakan atas sistem AO enzimatik dan AO nonenzimatik. Sistem AO enzimatik meliputi SOD, katalase, GPX, GRD, Glukosa–6 fosfat dehidrogenase (G6PD), sistem sitokrom oksidase dan peroksidase. AO nonenzimatik terdiri dari senyawa yang terbentuk in vivo seperti glutation, albumin, transferin/laktoferin/seruloplasmin, feritin, sistein, bilirubin dan lainnya. Atau  senyawa yang digolongkan mikronutrien esensial yakni karotenoid (β-karoten), vitamin E, vitamin C dan sebagainya.

Untuk meredam dampak negatif oksidan, para ahli melakukan pendekatan melalui 2 strategi, yakni: mencegah menumpuknya senyawa oksidan dan mencegah rantai reaksi berkelanjutan. Itu sebabnya, agar dapat bekerja secara optimal, diperlukan kerjasama sistem AO. Hindari penggunaan AO tunggal sebagai panacea. Dalam industri kosmetik, dikenal istilah network antioxidants yang bekerja sinergistik untuk regenerasi dan saling meningkatkan kekuatan masing-masing. Baumann (2002), menyatakan, terdapat 5 jenis network AO yakni, vitamin A dan C, ALA, glutation dan CoQ10.

Dari cara pemberiannya, AO dapat diberikan secara sistemik (oral maupun injeksi) dan topikal. Keuntungan pemberian secara oral antara lain mudah dilakukan, tidak seperti terapi topikal yang dipengaruhi kondisi keringat atau basah. Kelebihan lain, memberi efek sistemik dan mudah dikombinasi dengan strategi proteksi lain. Kelebihan berupa efek sistemik yang terjadi, memberi nilai tambah bila diingat bahwa dampak negatif UV bersifat menyeluruh. Selain itu, perlindungan dapat mencapai dermis, area tempat di mana penuaan juga terjadi.

Terdapat beberapa jenis vitamin, 2 diantaranya vitamin terapeutik (yakni vitamin A dan vitamin D), lainnya adalah vitamin AO (vitamin A dan E). Ada beberapa vitamin lain (vitamin D, B dan K), dan mikronutrien (antara lain mineral zinc, selenium) serta karotenoid dan flavonoid, yang berperan penting dalam kehidupan.

Vitamin C

 Vitamin C merupakan AO yang larut dalam air, pertama kali diisolasi oleh Scent-Gyorgyi tahun 1928. Senyawa ini banyak dijumpai pada sitrus dan sayuran berdaun hijau gelap. Vitamin C sangat esensial dalam biosintesis kolagen dan mampu menurunkan sintesis pigmen, dengan menghambat enzim tirosinase dan dianggap mampu mengurangi keluhan kelopak mata yang gelap. Vitamin C juga merupakan senyawa reduktor terbanyak di tubuh dan merupakan AO yang paling dominan di kulit.

Bentuk radikal bebas yang terjadi sesudah donasi elektronnya, relatif stabil, masih mampu berfungsi sebagai scavenger AO dan dapat direduksi sistem enzim. Vitamin C mampu mendaur ulang radikal bebas vitamin E. Namun adanya logam transisi (Fe2+ atau Cu2+) akan memicu vitamin C menjadi prooksidan. Dosis harian vitamin C yang dianjurkan (Recommended Daily Allowance/RDA) bervariasi dari 40-60 mg/hari sampai 100 mg/hari.

Vitamin E

 Vitamin E merupakan scavenger AO fase lipid utama, yang banyak dijumpai dalam kacang-kacangan, minyak sayur dan sayur-sayuran hijau. Saat terjadi stress oksidatif di stratum korneum, kadar vitamin E menurun, namun keberadaan vitamin C dan CoQ10 dan selenium sebagai co-AO3, dapat mempertahankan proses regenerasi vitamin E. RDA vitamin E ialah 22 IU/hari7 atau 30 mg/hari.

Vitamin A, retinol dan karotenoid

Retinol dan karotenoid merupakan dua bentuk utama vitamin A di alam. Retinol (preformed vitamin A) banyak dijumpai pada telur, hati dan susu. Sedangkan karotenoid (provitamin A) banyak dijumpai pada buah dan sayuran berwarna. Terdapat 3 jenis karotenoid utama yang berasal dari diet, yakni β-karoten, lutein dan likopen. β-karoten merupakan mikronutrien terbanyak, dengan senyawa yang efektif dalam fotoproteksi sebagai scavenger AO natural terhadap oksigen tunggal. “Karotenoid mempunyai struktur kimia dan mekanisme kerja menyerupai vitamin A, namun dengan efek AO lebih tinggi,” jelasnya.

Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa polifenol aromatik dengan efek AO yang baik. Diantaranya yang paling sering digunakan ialah genistein (berasal dari kacang kedele) suatu fitoestrogen yang juga merupakan scavenger AO terhadap gugus peroksil. Senyawa lainnya ialah ekstrak teh hijau dan silimarin.

ALA

ALA merupakan senyawa scavenger AO terhadap gugus radikal hidroksil, yang utama pada mitokondria dengan efek antiinflamasi yang terbukti secara klinis dan objektif efektif dalam penanganan photoaging. ALA dikenal sebagai outstanding AO, yang dapat menembus sawar darah-otak. ALA juga disebut AO metabolik, karena bentuk reduksinya yakni dihydro lipoic acid (DHLA) dapat didaur ulang sendiri. ALA diperlukan untuk efisiensi fungsi biokimiawi vitamin C dan E. Belum ada RDA yang ditetapkan, namun dosis yang umum digunakan bervariasi dari 25-500 mg/hari.

CoQ10

CoQ10 adalah koenzim yang di pasaran sering dikategorikan sebagai vitamin. CoQ10 dikenal sebagai AO intraseluler. Banyak berperan dalam reaksi biokimiawi di mitokondria dan merupakan komponen GPX. CoQ10 merupakan AO pertahanan lini pertama sesudah pajanan UV, dengan efek AO menyerupai vitamin E, dan mampu meningkatkan vitalitas sel karena berfungsi sebagai stabilisator mitokondria. RDA CoQ10 ialah 30-90 mg/hari.

Selenium

Selenium merupakan mikronutrien esensial, diperlukan untuk bekerjanya enzim GPX yang penting dalam sistem pertahanan terhadap stres oksidatif. RDA selenium 55 μg/hari.

Zinc

Zinc termasuk mineral esensial yang memiliki efek AO yang efektif di jaringan. Kulit dan adneksanya merupakan area yang kaya akan zinc, yakni 20% dari total kadar di tubuh. Zinc dianggap mempunyai 2 mekanisme AO, yakni kemampuan mengganti logam transisi (Fe2+ atau Cu2+) dan menginduksi terbentuknya protein yang dapat menetralisir ROS.

Terlepas dari masih adanya kontroversi,  pemberian AO diyakini akan meningkatkan ketahanan tubuh terhadap stres oksidatif, khususnya dalam mencegah penuaan kulit. Masalah penuaan yang merupakan dampak terbentuknya ROS sepanjang hayat, khususnya photoaging perlu penanganan yang  dimulai dari pencegahan. Kesadaran atas perilaku perlindungan diri terhadap dampak negatif UV, perlu ditekankan.

Pencegahan primer berupa pemilihan pakaian, topi dan kacamata pelindung, serta aplikasi tabir surya (organik, inorganik, spektrum sempit maupun luas). Pada tahun 1996, Australia menetapkan UPF (UV Protection Factor) sebagai standar dalam menentukan kemampuan bahan pakaian, topi, dalam memberikan fotoproteksi. UPF sangat dipengaruhi ketebalan bahan, kerapatan jalinan, warna dan kondisi basah atau kering, serta menciut atau tidaknya bahan sesudah dicuci.

Untuk mendapat efek proteksi yang optimal, baju setidaknya harus menutupi tubuh dari leher ke pinggul dan melewati bahu sampai ke ¾ proksimal lengan atas. Termasuk dalam tatalaksana sekunder ialah aplikasi asam retinoat topikal (yang juga berfungsi dalam terapi, bila sudah terjadi kondisi photoaging) dan pemanfaatan AO, topikal maupun sistemik. Lini ketiga penanganan photoaging berupa beberapa teknik peremajaan termasuk terapi peeling kimiawi, laser, injeksi Botox®, injeksi filler, tehnik radiofrekuensi dan lain-lain.

Draelos (2010) menyatakan, kecenderungan perawatan kulit terkini adalah menggabungkan diet dengan konsumsi suplemen vitamin dan AO. Konsep pendekatan inside-out ini memicu pengembangan produk, yang dikategorikan sebagai nutricosmetic. Dalam konteks ini, dikenal istilah nutraceutical yang mengacu pada istilah cosmeceutical yakni produk suplemen vitamin oral untuk kesehatan.