Ethicaldigest

Terjadinya DA Pada Bayi

Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit inflamasi kronik yang terjadi pada masa bayi dan banyak terjadi di tahun pertama kehidupan. Prevalensi DA terus meningkat di berbagai tempat. Menurut International Study of Asthma an Allergies in Childhood (ISAAC) tahun 2001, di Jakarta Timur, anak usia 13-14 tahun sekitar 3,9% mengalami DA. Sedangkan tahun 2006, di Jakarta pada 653 pasien alergi ditemukan 156 pasien (24,6%) dengan gejala (DA).

“Di Inggris, dalam studi prospektif mengenai insiden dan prevalensi DA pada anak 0-42 bulan, ditemukan insiden DA pada usia 0-6 bulan 21%, usia 7-18 bulan 11,2%, dan usia 19-20 bulan sekitar 3,8%,” ujar Dr. dr. Zakiudin Munasir, SpA(K)., saat mempertahankan disertasi untuk meraih gelar doktor, 29 Desember 2010 di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kejadian DA dihubungkan dengan kecenderungan kearah produksi sitokin Th2 (IL-4, IL-5, dan IFN γ). Faktor genetiK berperan terhadap produksi IL-4 yang akan mempengaruhi produksi IgE total. Faktor genetik ini diturunkan ke bayi yang mempunyai riwayat alergi dalam keluarga. DA akan muncul bila bayi terpajan faktor pencetus seperti makanan, aeroallergen, Staphylococcus aureus atau autoalergen.

Penelitian desertasi dilakukan di Jakarta, Desember 2008 – Mei 2009, terhadap bayi yang baru lahir sampai usia 6 bulan. Dr. Zakiudin melakukan penelitian dengan studi kohort dan sebagian dianalisa secara nestedcase control. Bayi baru lahir diambil sampel darah tali pusatnya dan diikuti sampai 6 bulan, lalu dicatat timbulnya gejala DA, konsumsi selama hamil, binatang peliharaan di rumah, karpet di kamar, perokok dalam rumah selama ibu hamil dan konsumsi bayi setelah lahir. 

“Subjek yang ditemukan DA ditetapkan menjadi kasus, sedangkan yang tidak dengan DA diambil menjadi kontrol. Pada kasus dan kontrol dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, antropometri, pemeriksaan kadar IL-5 dan IFN γ dengan cara ELISA; pemeriksaan IgE total dengan CAP sistem FEIA, serta marker genetik (polimorfisme gen IL-4). Analisis statistik menggunakan program SPSS,” ujar Dr. Zakiudin.

Hasilnya, dari 226 subjek yang diikuti selama 6 bulan, angka kejadian DA sebesar 16,4% pada 59,3% subjek dengan faktor risiko rendah, 38,9% risiko sedang dan 2,2% risiko tinggi. Kejadian DA rata-rata  pada usia 2 bulan (57%). Pada pemeriksaan darah tali pusat pada 88 subjek (37 kasus, 51 kontrol) menunjukkan 25% dengan kadar IgE total tinggi (> 1,2 IU/uL), 51% dengan nilai IL-5 absorbansi tinggi (≥ 0,0715, nilai absolut tidak terdeteksi). Sedangkan 52% subjek memiliki IFN γ dengan nilai absorbansi tinggi (≥ 0,0795, nilai absolut = 18,681 pg/uL), dengan OR 0,733 (efek protektif) tapi secara statistik tidak bermakna. ”Dari penelitian ini, ternyata faktor-faktor yang diteliti tidak berperan dalam munculnya DA pada bayi usia 6 bulan. Tapi mungkin berperan terhadap kekambuhan pada pasien yang sudah menderita DA, demikian juga faktor risiko alergi dalam keluarga,” ujarnya.

Sedangkan 52% subjek memiliki IFN γ dengan nilai absorbansi tinggi (≥ 0,0795, nilai absolut = 18,681 pg/uL), dengan OR 0,733 (efek protektif) tapi secara statistik tidak bermakna. ”Dari penelitian ini, ternyata faktor-faktor yang diteliti tidak berperan dalam munculnya DA pada bayi usia 6 bulan. Tapi mungkin berperan terhadap kekambuhan pada pasien yang sudah menderita DA, demikian juga faktor risiko alergi dalam keluarga,” ujarnya.