Ethicaldigest

Perkembangan Tehnik Sirkumsisi

Sirkumsisi merupakan tindakan membuang kulup (prepusium), yaitu kulit yang menutupi kepala penis. Tindakan ini umumnya dilakukan atas latar belakang budaya dan agama. Belakangan, banyak pria yang melakukannya dengan alasan kesehatan. Dalam melakukan sirkumsisi, dokter perlu memperhatikan teknik yang digunakan untuk menghindari cedera, perdarahan berlebih, dan menghindari komplikasi. Dari segi kosmetik, hasil sirkumsisi sering terlupakan dan bervariasi satu dengan lainnya.

Untuk mendapatkan hasil sirkumsisi yang bagus secara kosmetik, saat ereksi atau tidak, perlu tingkat keahlian dan kecakapan yang tinggi. Hasil ini dapat dicapai oleh dokter yang sudah berpengalaman atau oleh ahli bedah plastik. Saat ini, beberapa dokter bedah plastik dunia melakukan sirkumsisi menggunakan scalpel. Teknik ini tidak lagi menggunakan gunting atau elektrokauter yang biasanya dilakukan dokter di Indonesia.

Ahli bedah plastik J. Francois Eid membuka kepala penis dengan cara membuang sebagian kulit di bagian pangkal penis (proximal), bukan pada prepusium. Untuk memperindah, dilakukan induksi agar terjadi ereksi sebelum sirkumsisi dilakukan. Dengan demikian, panjang kulit yang dibuang dapat ditentukan secara tepat. Hasilnya, kulit tidak terlalu longgar atau terlalu banyak dibuang, sehingga penis  tampak bagus saat terjadi ereksi, maupun saat tidak ereksi. Pasien yang melakukan prosedur ini mengaku cukup puas, dengan tampilan penis setelah disunat yang terlihat indah secara kosmetik, bahkan dapat meningkatkan kepercayaan diri laki-laki.

Sebagai penemu Mahdian Klem, dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS, menyatakan bahwa sirkumsisi yang baik diharapkan tidak hanya mempermudah pria dalam membersihkan penis, tapi juga meningkatkan kepuasan seksual dan rasa percaya diri pemiliknya. Hal ini terlihat pada hasil studi yang dilakukan di Tanzania. Rasa percaya diri ini akan meningkat, jika hasil sirkumsisi bagus dari segi estetik.

Hasil sirkumsisi yang baik secara estetik, akan mempengaruhi seseorang dalam pemilihan teknik dan tempat untuk melakukan sirkumsisi. Studi yang dilakukan Tsikopoulos dkk, menyimpulkan bahwa pada daerah dengan tingkat sirkumsisi rendah atau bukan atas latar belakang agama, pasien dan keluarganya mengharapkan hasil sirkumsisi yang lebih baik secara estetik.

Sebelum melakukan prosedur sunat ini, dr. Eid menyuntikan prostaglandin E-1 untuk menciptakan ereksi buatan. Setelah ereksi terjadi, diukur bagian proximal dari penis, untuk mengetahui seberapa besar kulit yang akan dipotong, sehingga pemotongan tidak berlebih atau terlalu sedikit. Umumnya dokter Eid membutuhkan waktu sekitar 5-10 menit, untuk melakukan proses tersebut.

Setelah diketahui besaran kulit yang akan dibuang di pangkal penis, baru pemotongan dilakukan. Setelah selesai, kulit bagian pangkal disatukan kembali dengan jahitan. Ini mengingat pada anak maupun laki-laki dewasa terjadi ereksi, terutama saat tidur REM (rapid eye movement). Jika tidak dilakukan penjahitan yang baik, kemungkinan lepas atau terjadi pendarahan pada pasien tinggi.

Tanpa kompetensi yang memadai, teknik scalpel yang dilakukan dr. Eid, tidak bisa dilakukan. Dokter Mahdian belum lama ini memberi pelatihan sirkumsisi modern di Yogyakarta dihadapan sekitar 120 dokter umum dan perawat, bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) cabang Yogyakarta. Dalam acara yang diselengarakan oleh PT Visi Sejahtera Medika, dr. Mahdian mengatakan saat ini ada sejumlah teknik sirkumsisi modern yang dapat memberi hasil sirkumsisi yang baik secara kosmetik dengan cara yang cukup mudah.

Salah satu teknik sirkumsisi modern yang dapat memberikan hasil estetik yang baik, adalah teknik klem. “Selain praktis, klem sekali pakai mudah digunakan oleh dokter umum. Cukup dengan menjalani pelatihan khusus, dokter umum dapat melakukan sirkumsisi dengan hasil yang tidak kalah rapi dibanding dokter berpengalaman” ujar dr. Mahdian.

Studi yang dilakukan di Turki oleh Aldemir dkk menunjukkan, sirkumsisi pada bayi dan anak-anak menggunakan klem sekali pakai, lebih cepat dibandingkan teknik konvensional dan memberi hasil yang lebih baik secara kosmetik, tanpa meningkatkan morbiditas.

Studi lain di negara yang sama oleh Senel dkk menunjukkan, tindakan sirkumsisi pada pria dewasa menggunakan klem sekali pakai memiliki tingkat komplikasi yang rendah, tanpa komplikasi jangka panjang dan meningkatkan fungsi seksual.

Teknik klem belum banyak dikuasai oleh dokter umum, meski teknik ini sudah cukup populer di masyarakat. Teknik klem baru tersedia di sejumlah pusat layanan sunat dan dokter pribadi.