Ethicaldigest

Update Guideline Penggunaan Terapi Antiplatelet Ganda

Terapi antiplatelet banyak manfaatnya pada pasien PCI. Namun, komplikasi perdarahan menjadi kekhawatiran. ACC dan AHA mengeluarkan update penggunaan jangka panjang.

Pada pasien dengan penyakit arteri koroner obstruktif yang menjalani intervensi koroner perkutan (percutaneous coronary intervention [PCI] untuk memperbaiki gejala, stent (terutama drug eluting stent (DES)) banyak digunakan. Tapi, beberapa Negara dan daerah masih banyak yang menggunakan bare metal stent.

Trombosis pasca pemasangan stent merupakan komplikasi serius, yang sering berakir dengan kematian dan hampir selalu disertai infark miokard, biasanya dengan peningkatan segment ST. Penggunaan terapi antiplatelet ganda jangka panjang (aspirin plus penyekat reseptor P2Y12 platelet), secara signifikan menurunkan risiko thrombosis pasca pemasangan stent. Beberapa penelitian membuktikan, terapi antiplatelet ganda juga mencegah iskemik di daerah yang jauh dari tempat pemasangan stent.

Idensifikasi terapi antiplatelet, dengan menambahkan penghambat P2Y12 pada monoterapi aspirin, dan pemberian jangka panjang terapi antiplatelet ganda, menimbulkan masalah baru. Di satu sisi, terapi ini dapat menurunkan risiko iskemik. Di sisi lain, terapi ini ternyata dapat meningkatkan risiko perdarahan. Karenanya, pemberian terapi ini harus dipetimbangkan dengan melihat rasio untung ruginya.

Pada 30 Maret 2016, American College of Cardiologi (ACC) dan American Heart Association (AHA) telah memperbarui guideline, berkenaan pemberian terapi antiplatelet ganda jangka panjang. Salah satu rekomendasinya adalah untuk memperhatikan durasi pemberian terapi penyekat P2Y12. Sementara, terapi aspirin harus diteruskan pada pasien dengan penyakit arteri koroner. Beberapa poin rekomendasi lainnya adalah:

  1. Pemberian aspirin dengan dosis harian yang lebih rendah, termasuk pada pasien yang menjalani terapi antiplatelet ganda, dihubungkan dengan komplikasi perdarahan yang lebih rendah dan sama efektifnya dengan pemberian dosis yang lebih tinggi dalam melindungi pasien dari iskemia. Dosis harian aspirin yang dianjurkan pada pasien yang menjalani terapi anti platelet ganda adalah 81 mg (berkisar 75–100 mg).
  2. Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik stabil, yang dirawat dengan terapi antiplatelet ganda setelah pemasangan DES, terapi penyekat P2Y12 dengan klopidogrel harus diberikan setidaknya selama 6 bulan (Kelas I). Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik stabil, yang dirawat dengan terapi antiplatelet ganda setelah pemasangan bare metal stent, terapi penyekat P2Y12 (klopidogrel) harus diberikan minimal 1 bulan (Kelas 1).
  3. Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik stabil yang dirawat dengan terapi antiplatelet ganda setelah pemasangan BMS atau DES, yang dapat menoleransi terapi tanoa komplikasi perdarahan dan tidak berisiko tinggi mengalami perdarahan, terapi klopidogrel lebih dari 1 bulan bisa dilakukan pada pasien dengan BMS, atau lebih dari 6 bulan pada pasien dengan DES (Kelas IIb).
  4. Pada pasien dengan sindrom koroner akut (non-ST elevation [NSTE]-ACS atau  ST elevation myocardial infarction [STEMI]) yang dirawat dengan terapi antiplatelet ganda setelah pemasangan BMS atau DES implantation, terapi penyekat P2Y12 (klopidogrel, prasugrel, atau ticagrelor) harus diberikan setidaknya 12 bulan (Kelas 1).
  5. Pada pasien dengan ACS (NSTE-ACS atau STEMI) yang menjalani pemasangan stent koroner, yang dapat menoleransi terapi antiplatelet ganda tanpa komplikasi perdarahan dan tidak berisiko tinggi mengalami perdarahan, dapat melanjutkan terapi antiplatelet ganda (klopidogrel, prasugrel, atau tikagrelor) selama lebih dari 12 bulan (Kelas IIb). Skor risiko baru (Skor “DAPT”) diambil dari penelitian Dual Antiplatelet Therapy, mungkin bermanfaat untuk memutuskan apakah meneruskan atau tidak terapi antiplatelet ganda, pada pasien yang melakukan pemasangan stent koroner.
  6. Pada pasien dengan sindrom koroner akut (NSTE-ACS vs STEMI) yang dirawat dengan terapi antiplatelet ganda setelah pemasangan stent koroner dan pada pasien dengan NSTE-ACS yang diobati dengan terapi medis saja (tanpa revaskularisasi), lebih dianjurkan menggunakan tikagrelor dari pada klopidogrel, sebagai terapi rumatan (Kelas IIa). Di antara mereka yang tidak berisiko tinggi mengalami komplikasi perdarahan dan tidak memiliki riwayat stroke atau serangan iskemik transien, sebaiknya menggunakan prasugrel daripada klopidogrel untuk terapu rumatan.
  7. Pada pasien dengan ACS (NSTE-ACS atau STEMI) yang diobati dengan terapi platelet ganda, yang menjalani coronary artery bypass grafting (CABG), terapi penyekat P2Y12, harus dimulai lagi setelah CABG untuk menyelesaikan 12 bulan terapi setelah ACS (kelas I).
  8. Pada pasien dengan STEMI yang diberi terapi antiplatelet ganda, bersama dengan terapi fibrinolitik, terapi penyekat P2Y12 (klopidogrel) harus dilanjutkan minimal selama 14 hari dan idealnya selama 12 bulan (Kelas I).