Ethicaldigest

Terapi Penderita OSA

Mendengkur dan obstructive sleep apnea (OSA) dapat diatasi dengan berbagai pilihan terapi, baik terapi  konservatif mau pun operatif. Terapi bedah atau non bedah, tidak dapat menghilangkan suara dengkuran 100%. Namun, suara dengkuran yang ditimbulkan menjadi sangat halus dan tidak lagi mencetuskan terjadinya OSA. Dengan sendirinya, juga tidak mengancam jiwa penderita.

Menurut dr. Syahrial MH, SpTHT, ketika seseorang sudah didiagnosa OSA, hal pertama yang harus dilakukan adalah klasifikasi derajat keparahan OSA berdasarkan polisomnografi (PSG). Bila perlu, dilakukan pemeriksaan THT lainnya untuk mengetahui level dan lokasi obstruksi. “Berdasarkan data pemeriksaan, dapat ditentukan tatalaksana yang sesuai untuk pasien,” katanya.

Penurunan Berat Badan

Penderita OSA yang mengalami obesitas, dianjurkan untuk menurunkan berat badan. Juga, perlu dilakukan perubahan gaya hidup termasuk diet, olah raga dan medikamentosa. Berbagai studi menunjukkan, penurunan berat badan sekecil apa pun penurunannya, berpengaruh cukup signifikan terhadap perbaikan OSA. “Penurunan berat badan hanya efektif pada penderita yang obesitas, tidak pada overweight,” jelas dr. Syahrial.

Posisi Tidur

Posisi tidur dapat membantu menghilangkan gejala OSA. Beberapa pasien mengalami perbaikan, setelah tidur dengan psosisi miring atau telungkup. Sebuah studi menunjukkan, pasien OSA dengan hipertensi yang tidur pada posisi telentang selama 1 bulan, mengalami penurunan tekanan darah yang signifikan.

Continous Positive Airway Pressure (CPAP)

Terapi OSA mengalami perubahan yang revolusioner, ketika Sullivan et. al. memperkenalkan nasal CPAP (nCPAP) dan menjadi standar emas pengatasan OSA hingga saat ini. Prnsip CPAP sangat sederhana, yaitu dengan pengaliran udara bertekanan positif melalui masker ke dalam saluran nafas. Dengan demikian, setiap kecenderungan saluran nafas untuk menyempit dan menutup dapat diatasi. Dinding salura nafas juga dapat distabilkan, sehingga menekan suara dengkur, menormalkan kualitas tidur dan menghilangkan gejala pada siang hari.

“CPAP bisa dikatakan first line terapi OSA. Meski penggunaannya sedikit merepotkan, efektivitasnya sangat tinggi (90-95%), bila digunakan minimal 4-5 kali /minggu. Alat ini membutuhkan kepatuhan tinggi dalam penggunaannya,” ujar dr. Rimawati Tedjasukmana, SpS. CPAP efektif untuk mengatasi OSA ringan hingga berat, tapi umumnya diindikasikan untuk mengatasi OSA sedang – berat.

“Setelah pasien terdiagnosa menderita OSA dan direkomendasikan untuk melakukan terapi CPAP, proses selanjutnya adalah melakukan titrasi untuk menentukan tingkat tekanan udara yang diperlukan. Langkah berikutnya adalah pemilihan sistem CPAP yang sesuai,” terang dr. Syahrial.

Menurut dr. Rimawati, sistem CPAP dibedakan menjadi 2, yaitu CPAP manual dan variable CPAP (auto-CPAP). Pada tipe manual, tekanan udara yang dialirkan tetap sesuai tekanan yang diperintahkan pada alat tersebut. Sedangkan auto-CPAP dapat menyesuaikan pola nafas alami sesuai kebutuhan pasien selama tidur, secara otomatis.

“Perubahan kebutuhan tekanan selama tidur tersebut antara lain dipengaruhi posisi tidur, tahapan tidur, konsumsi sedatif atau alkohol, dan sebagainya,” tambah dr. Rima.

Oral Appliance (OA)

Pendekatan terbaru adalah penggunaan oral appliance, berupa alat mandibular advancement dengan beberapa variasinya. Alat ini dipasang pada gigi, menekan mandibula dan lidah ke depan (protrusi parsial dari rahang bawah), sehingga dapat memaksimalkan diameter faring dan mengurangi kemungkinan kolaps pada waktu tidur. Alat ini digunakan pada penderita OSA yang tidak dapat menjalani operasi, dan penderita OSA ringan sampai sedang. Khususnya yang tidak gemuk, atau pada penderita yang intoleran terhadap CPAP.

Pembedahan

Menurut dr. Syahrial, terapi bedah dilakukan bila pasien intoleran terhadap CPAP, atau gagal terhadap terapi konservatif lainnya. Jika indeks massa tubuh pasien >20 direkomendasikan untuk operasi, karena penggunaan CPAP pada pasien tersebut akan menimbulkan ketergantungan berlebihan. Namun, jika IMT < 20, suatu saat OSA akan membaik. Ada beberapa pilihan prosedur operasi, antara lain Tonsilektomi dan Adenoidektomi, Uvulopalatofaringoplasti (UPPP), Septoplasti, Bedah Sinus Endoskopik Fungsional, Konkotomi, Lingual tonsilektomi, Laser Midline Glossectomy, Lingualplasti, Ablasi massa lidah dengan teknik raiofrekuensi,  Hyoid Myotomy dan Suspension, Maxillomandibular Advancement Osteotomy, Trakeostomi dan Somnoplasti dengan teknik radiofrekuensi dan pemasangan implant pada palatum.