Ethicaldigest

Gangguan Nafas Saat Tidur

Gangguan nafas saat tidur menyebabkan penderita terbangun. Ada beberapa kategori, OSA, CSA dan campuran.

Sleep Disorder Breathing adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan adanya apnea (henti nafas) dan hipopnea (kurang nafas) sewaktu tidur. Umumnya akan menyebabkan penderita terbangun sesaat dari tidur, dan kekurangan oksigen (hipoksemia). Apnea didefinisikan sebagai terhentinya aliran udara ke saluran nafas selama 10 detik atau lebih. Sedangkan, hipopnea adalah berkurangnya aliran udara, setidaknya 50% selama 10 detik atau lebih. Sebagai bentuk gangguan tidur yang paling sering ditemukan, sleep apnea dikategorikan menjadi:

  • Obstructive Sleep Apnea (OSA). Terjadi sumbatan mekanik (kolaps saluran pernafasan) yang mengakibatkan apnea, namun gerakan dinding dada tetap ada. OSA merupakan jenis apnea saat tidur yang paling umum.  “Gejala utama OSA adalah mendengkur dan mengantuk berlebihan di siang hari,” ujar dr. Syahrial.
  • Central Sleep Apnea (CSA). Pada tipe ini, aliran udara pernafasan mau pun gerakan dinding dada terhenti. Ini terjadi akibat hilangnya upaya bernafas, yang mengakibatkan berkurangnya atau bahkan terhentinya aliran udara ke saluran nafas. “Berbeda dengan OSA, pada CSA tidak ada sumbatan mekanik di sepanjang saluran pernafasan. Tetapi, otak gagal memberi sinyal pada otot-otot untuk bernafas. Umumnya tidak dijumpai dengkuran,” jelasnya.
  • Apnea Campuran. Terjadi ketika pada bagian awal apnea sentral, diikuti apnea obstruktif.

Patofisiologi Mendengkur dan OSA

Faring adalah struktur yang sangat lentur. Saat inspirasi, otot-otot dilator faring berkontraksi 50 milidetik sebelum kontraksi otot-otot pernafasan. Kondisi ini membuat lumen faring tidak kolaps akibat tekanan intrafaring yang negatif, karena kontraksi otot dinding dada dan diafagma. Berbeda pada saat tidur, seperti kata dr. Rimawati Tedjasukmana, SpS dari RS Medistra, Jakarta, “Aktivitas otot dilator faring berelaksasi sehingga ada kecenderugan lumen faring menyempit saat inspirasi.”

Kondisi ini terutama berhubungan dengan ukuran faring dan faktor-faktor yang mengurangi dimensi statik lumen, sehingga menjadi lebih sempit atau menutup saat tidur. Faktor yang paling berperan adalah obesitas, pembesaran tonsil, dan posisi relatif rahang atas dan bawah. Faktor statik lain meliputi gaya adhesi permukaan, bentuk dan ukuran leher serta rahang, tarikan trakea dan gravitasi. “Gaya gravitasi menyebabkan lidah dan palatum lunak tertarik ke belakang, sehingga mempersempit faring. Karena itu, bagi banyak pasien, OSA memburuk saat tidur dengan posisi telentang,” tutur dr. Rimawati.

Suara mendengkur (snoring) karena terjadi turbulensi aliran udara pada saluran nafas atas akibat sumbatan. Sumbatan dapat terjadi sepanjang saluran nafas atas, umumnya di basis lidah atau palatum. “Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas menstabilkan jalan nafas saat tidur, di mana otot-otot faring berelaksasi, lidah dan palatum jatuh jatuh ke belakang sehingga terjadi obstruksi,” jelas dr. Syahrial.

Trauma pada jaringan saluran nafas atas pada waktu mendengkur, mengakibatkan kerusakan pada serat otot dan serabut saraf perifer. Akibatnya, kemampuan otot untuk menstabilkan saluran nafas terganggu dan meningkatkan kecenderungan saluran nafas untuk mengalami obstruksi. Obstruksi yang diperberat oleh edema karena vibrasi yang terjadi saat mendengkur, dapat berperan pada progresivitas menjadi sleep apnea.

OSA ditandai kolaps berulang dari saluran nafas atas, baik komplit atau parsial selama tidur. Terjadi hipopnea atau apnea sehingga terjadi hipoksemia dan penderita berkali-kali terbangun (aurosal). Saat terjadi apnea, khemoreseptor membaca kadar CO2 yang terlalu tinggi, kemudian mengirimkan sinyal untuk membangunkan otak.

Menurut dr. Syahrial, kadang penderita terbangun saat apnea dan merasa tercekik. Namun, seringnya penderita tidak terbangun tetapi terjadi partial aurosal  berulang. Umumnya, OSA terjadi pada tidur REM karena otot-otot, termasuk otot saluran nafas melemah. “Pada penderita OSA, saat baru masuk tidur REM, dia terbangun dan kembali ke tidur NREM, sehingga durasi tidur REM menjadi singkat. Bisa dikatakan, penderita OSA tidak pernah bermimpi,” jelasnya.

Gambaran Klinis

Kurang tidur dalam /tenang dan hipoksemia, menyebabkan penderita OSA (saat tidur) mendengkur dengan bunyi keras dan mengganggu, nokturia, nafas berhenti di sela mendengkur diakhiri dengan mendengus, rasa sesak dan tercekik yang membuat penderita terbangun. Tidur tidak nyenyak karena sering terbangun dan berubah posisi. Gejala meliputi sakit kepala di pagi hari, sakit atau nyeri tenggorokan saat bangun tidur, mengantuk berlebihan, lelah berkepanjangan, perubahan kepribadian, gangguan kognitif, depresi, penurunan libido sampai impotensi dan enuresis.