Ethicaldigest

Tatacara Penyimpanan dan Pemberian Vaksin

Vaksin tidak dapat member perlindungan sampai 100%. Selain dipengaruhi kondisi pasien, efikasi vaksin sangat dipengaruhi oleh vaksin itu sendiri; proses penyimpanan mau pun pemberiannya. “Begitu kita menerima vaksin, harus paham apakah itu vaksin hidup atau mati? Berisi komponen mikrooorganisme atau toksinnya? Biasakan seperti itu,” ungkap dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), Msi, Sekretaris Satgas Imunisasi IDAI. Hal ini perlu dipahami, karena akan menentukan proses penyimpanan dan teknik pemberiannya.

Vaksin, hidup atau mati, harus disimpan dalam suhu 2-8oC. “Tidak boleh ditawar-tawar,” tegas dr. Soedjatmiko. Vaksin mati tidak boleh beku. Vaksin hidup tidak boleh disimpan dalam suhu lebih dari 8oC, dan tidak boleh terkena cahaya matahari. Vaksin polio oral (OPV) bias bertahan lebih lama bila disimpan dalam freezer, tapi hal ini tidak berlaku untuk vaksin hidup lainnya. Memang, vaksin hidup aman-aman saja bila disimpan dalam freezer, namun (selain OPV)  hanya membuat ribet dan tidak memperpanjang usia vaksin.

Banyak klinik yang menyimpan vaksin di lemari es bukaan depan; hal yang sebenarnya tidak direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia WHO. Penyimpanan di lemari es bisa optimal, asalkan sesuai rambu. Jangan menyimpan makanan/minuman atau apa pun selain vaksin.  Beri jarak dua jari di antara kotak-kotak vaksin agar aliran udara dingin tetap lancar.

Susunan vaksin juga perlu ditata. Di bagian atas lemari es (dekat freezer), letakkan hanya vaksin hidup. “Vaksin mati harus jauh dari freezer,” kata dr. Soedjatmiko. Ini untuk menghindari suhu lemari es yang tidak stabil. Di tengah malam, sekitar pukul 23.00-03.00, suhu bias turun menjadi nol bahkan kurang. Bila vaksin mati diletakkan di atas, bias beku. Jangan terkecoh suhu yang ditunjukkan termometer; sangat mungkin suhunya berubah di malam hari tanpa sepengetahuan kita.

Bagian freezer hanya boleh diisi batu es. Sebelumnya, air harus dimasak dulu agar kumannya mati. Lalu, masukkan kekantung-kantung plastik. Ini penting untuk berjaga-jaga seandainya listrik mati. Bila ini terjadi, letakkan batu es di antara vaksin sehingga suhunya tetap terjaga 2-8oC. Ini juga bias digunakan saat mengambil vaksin. Isi termos dengan es batu, lalu letakkan vaksin. Aturan bahwa vaksin mati tidak boleh beku, tetap berlaku. Maka saat meletakkan vaksin dalam termos, hindari vaksin langsung bersentuhan dengan es. Bisa dengan memasukkan kekantung plastik yang digembungkan, atau melapisi vaksin dengan plastik. Prinsipnya, vaksin mati tidak boleh menempel pada es.

Ada pengalaman, freezer yang diisi batu es membuat lemari es sangat dingin di malam hari. Untuk menghindarinya, kosongkan freezer dan kantung-kantung plastic bias diletakkan di laci bawah freezer. Selain suhu lemari es lebih stabil, saat membawa vaksin mati dalam termos lebih aman karena kantung tidak berupa es, melainkan air dingin.

Prosedur pemberian vaksin tak kalah penting. Ingat selalu “satu spuit, satu jarum, satu anak”. Sebelum menyuntikkan vaksin, pastikan daerah yang akan disuntik sudah dibersihkan dengan alkohol, dan tunggu sebentar hingga kering.

Untuk vaksin mati, penyuntikan harus dalam (intra muscular/IM); jarum tegak lurus. “Pada bayi, suntikan sebaiknya dilakukan di paha, karena otot paha lebih besar,” ujar dr. Soedjatmiko. Bila anak sudah berusia 18 bulan, suntikan dilakukan di lengan. Saat itu, otot lengan anak sudah cukup besar; sebaliknya bila dilakukan di paha akan mengganggu mobilitas anak. Vaksin hidup seperti campak dan MMR, diberikan melalui suntikan subkutan. Jarum yang digunakan lebih pendek dibandingkan pemberian IM; posisi jarum 30-45o. Untuk vaksin yang diberikan secara intradermal, seperti BCG atau influenza, lakukan hingga timbul benjolan jarum di kulit. (nid)