Ethicaldigest

Omalizumab Perbaiki Desensitisasi

Kombinasi obat asma omalizumab dengan imunoterapi oral dapat memperbaiki kecepatan, efektivitas dan keamanan desensitisasi alergi pada anak; ini hasil sebuah penelitian fase 2.

Penelitian buta ganda acak terkontrol, menguji efikasi dan keamanan penambahan omalizumab pada imunoterapi oral pada anak dengan alergi makanan. Hasil ini dipublikasikan secara online 11 Desember 2017 di Lancet Gastroenterology & Hepatology.

Menurut Kari Nadeau, MD, PhD, Direktur Parker Center dan professor kedokteran dan pediatrik di Universitas Stanford di Palo Alto,California, Amerika Serikat, “Penelitian ini menunjukkan perbaikan efikasi dan keamanan yang signifikan, pada pasien multi alergi yang diobati dengan omalizumab dan imunoterapi makanan.”

Pasien multi alergi berisiko lebih besar mengalami reaksi anafilaksis, karena mereka alergi terhadap banyak makanan. Omalizumab membantu pemberian terapi, dengan membuatnya menjadi lebih cepat dan lebih aman.

Sekitar 30% orang dengan alergi bereaksi dengan berbagai jenis makanan, membuat mereka berisiko tinggi mengalami alergi yang fatal atau mendekati fatal. Imunoterapi oral dilakukan dengan memberikan protein dari makanan, yang mencetuskan alergi dalam dosis kecil. Kemudian, dosis ditingkatkan perlahan agar tercapai toleransi.

Ada berbagai penelitian mengevaluasi imunoterapi oral dalam mengatasi alergi terhadap suatu makanan. Meski begitu, karena metode ini bisa menyebabkan alergi, penggunaannya pada orang dengan multiple alergi menjadi lebih berisiko. Karena alasan ini, beberapa penelitian  mengevaluasi metode ini pada populasi dengan multiple alergi.

Omalizumab bisa memperbaiki kondisi ini. Omalizumab adalah suatu antibodi monoklonal manusia, yang bisa menurunkan jumlah IgE dalam sirkulasi darah dan memperkecil efeknya dalam memicu reaksi alergi. Para peneliti menekankan perlunya dilakukan penelitian lanjutan, sebelum kombinasi ini digunakan dalam praktik sehari-hari.

Penelitian ini melibatkan 48 anak usia 4-15 tahun,  dengan alergi terhadap beberapa makanan, sebagaimana dikonfirmasikan tes tantangan makanan (standar emas untuk mendiagnosis alergi makanan).

Para peneliti secara acak memberi anak-anak tersebut suntikan omalizumab (36 anak) atau plasebo (12 anak) selama 16 minggu. Delapan minggu setelah diberi suntikkan, anak-anak memulai imunoterapi oral dengan 2-5 makanan pemicunya. Makanan tersebut mencakup kacang mete, kenari, hazelnut, kacang almond, wijen, susu sapi, telur ayam, kacang tanah, kedelai dan gandum. Seiring waktu, dosis makanan ditingkatkan hingga dosis pemeliharaan 2 gr/ makanan, atau jumlah yang biasa dimakan.

Setelah menghentikan omalizumab atau plasebo, anak-anak meneruskan imunoterapi oral selama 20 minggu lagi. Setelah itu, mereka diberi tes tantangan makanan. Di minggu ke 36, 83% anak yang diobati dengan omalizumab menoleransi tantangan makanan dengan 2 gr protein, dari dua atau lebih makanan pemicunya, dibandingkan dengan 33% dari mereka yang diobati dengan plasebo. Kemungkinan untuk mencapai toleransi 10x lebih tinggi dengan omalizumab, dibanding plasebo (rasio odds, 10,0; interval kepercayaan 95%, 1,8 – 58,3; P = .0044).

Anak-anak yang sama yang mentoleransi 2 gr makanan pemicu, juga mentoleransi 4 gr, atau jumlah rata-rata penyajian (sekitar 1 sendok makan selai kacang). Temuan ini sangat berarti, karena bisa makan porsi rata-rata penting untuk pemenuhan gizi dan kualitas hidup anak.

Omalizumab juga tampak mempercepat desensitisasi. Anak-anak di kelompok omalizumab mencapai dosis perawatan di minggu ke 12,  dibanding anak-anak dalam kelompok plasebo yang butuh 20 minggu. Selain itu, anak yang mendapat omalizumab tampaknya  mengalami perbaikan keamanan imunoterapi oral.

Pada minggu ke 8-16 (selama tantangan makanan dan omalizumab atau pemberian plasebo), efek samping paling umum adalah masalah gastrointestinal, yang secara signifikan lebih sering terjadi pada plasebo (54%) dibanding omalizumab (22%; P = .044).