Ethicaldigest

Diabetesi dan Puasa

Diabetes menjadi hambatan untuk berpuasa. Meski orang sakit boleh tidak  puasa, masih banyak penderita diabetes yang ingin tetap berpuasa. Hal ini terlihat dari survey terbaru yang dilakukan Novonordisk.

Survey dilakukan di empat Negara: Malaysia, Uni Emirat Arab, Afrika Selatan dan Aljazair, melibatkan 407 partisipan. Tujuannya untuk mendapat pemahaman lebih dalam, mengenai dampak penyakit diabetes selama bulan Ramadhan. Survey fokus pada pengalaman, persepsi dan efek perilaku penderita diabetes yang berpuasa.

Sebagian besar penderita diabetes mellitus tipe 2, selebihnya diabetes tipe 1, diabetes gestasional dan diabetes lainnya. Sebanyak 56% berjenis kelamin laki-laki dan 44% perempuan. Dari kelompok usia, 37% berusia 56 tahun ke atas, 23% berusia 46-55 tahun, 19% berusia 36-45 tahun, 18% berusia 26-35 tahun dan 4% berusia 18-25 tahun. Sebanyak 32% memiliki latar belakang pendidikan setara SMA, 22% sarjana, 11% program diploma, 12% setara SMP dan 5% pasca sarjana. Sebanyak besar 78% bekerja.

Sebanyak 47% ingin puasa dengan alasan penyakitnya ringan dan bisa dikontrol. Sebanyak 45% beralasan ingin merasakan ritual Ramadan atau ada dorongan religius, 35% tidak ingin merasakan perbedaan karena diabetes, 14% malu kalau tidak puasa, 6% tidak ingin orang tahu dia mengalami diabetes dan 2% tidak tahu kalau dia dibebaskan dari kewajiban puasa.

Dari hasil survey diketahui, 36% orang membatalkan puasanya, dengan 52% menyatakan kadar glukosa darah rendah sebagai alasan.

Meski dihadapkan dengan tantangan, banyak diabetesi (43%) berpuasa tanpa pengawasan  dokter. Sisanya, 57% berpuasa dengan pengawasan dokter. Dari beberapa yang berpuasa tanpa pengawasan, 36% melakukan perubahan sendiri terhadap regimen pengobatan.

Sebagian besar dokter tidak menghalangi puasa, dan mendukung persiapan sebelum berpuasa. Dari orang-orang yang berpuasa, sebagian besar merasa reaksi dari dokter mereka adalah mendukung 36%, netral 42% dan tidak mendukung tetapi menerima keputusan pasien (19%). Sebanyak 70% orang dengan diabetes yang berpuasa dengan pengawasan dokter, mendapat pemeriksaan medis sebelum puasa.

Dengan atau tanpa pengawasan dokter, puasa dapat menjadi tantangan. Sebanak 48% orang dengan diabetes percaya, berpuasa dengan diabetes sulit /penuh tantangan. Sekitar sepertiga yang berpuasa dengan dan tanpa pengawaan dokter (31% dan 28% masing-masing) khawatir risiko hipoglikemia. Sebanyak 72% mengalami kelelahan atau pusing selama Ramadan.

Satu dari tiga pasien membatalkan puasa karena tantangan yang berkaitan dengan puasa. Yakni hipoglikemia (52%), hiperglikemia (36%), dan kelelahan, pusing dan dehidrasi (72%).

Dokter biasanya tidak mengubah rejimen pengobatan diabetes, ketika pasien  berpuasa. Sebanyak 30% direkomendasi doker untuk meningkatkan tes glukosa darah. Dokter dapat mengubah frekuensi dosis, dosis atau waktu pengobatan saat seorang pasien berpuasa.

Kesimpulanya, lebih dari 40% penderita diabetes berpuasa tanpa pengawasan  dokter. Dari jumlah tersebut, 36% melakukan perubahan sendiri rejimen pengobatan. Lebih dari sepertiga (36%) dengan diabetes membatalkan puasa, dengan 52% menyatakan glukosa darah rendah sebagai alasan utama. Tantangan lainnya yang mendorong orang untuk membatalkan puasa termasuk hiperglikemia (36%) dan kelelahan, pusing  dan dehidrasi (72%). Sebanyak 48% orang dengan diabetes menyatakan bahwa puasa adalah tantangan atau sulit dilakukan.