Defisiensi vitamin D umum terjadi pada anak-anak dengan kelebihan berat badan dan obesitas, terutama pada anak-anak dengan obesitas berat. Hal ini diungkapkan Christy Boling Turer, MD, MHS, dari Universitas Texas dan rekan dalam publikasi online, 24 Desember 2012 di laman Pediatrics.
“Ini penelitian pertama, sepengetahuan kami, yang memberi angka perkiraan secara nasional prevalensi kategori spesifik persentil-IMT dan faktor risiko terkait defisiensi vitamin D pada anak-anak Amerika usia 6-18 tahun,” simpul Dr. Turer dan rekan.
Menurut para peneliti, berat badan berlebih diketahui berhubungan dengan defisiensi vitamin D. Namun, “Prevalensi nasional dan faktor risiko terkait defisiensi vitamin D pada anak-anak dengan kelebihan berat badan dan obesitas tidak diketahui.”
Penelitian yang dilakukan Dr. Turer mengukur prevalensi defisiensi vitamin D (kadar 25-hydroxyvitamin-D lebih rendah dari 20 ng/mL), pada sampel anak-anak usia 6-18 tahun (n = 12,292), yang terlibat dalam National Health and Nutrition Examination Survey 2003-2006.
Tinggi dan berat badan anak-anak diukur. Partisipan diklasifikasikan menjadi berat badan sehat, kelebihan berat badan, obesitas atau obesitas berat. Kadar vitamin D juga diukur. Defisiensi vitamin D meningkat seiring beratnya obesitas.
Prevalensi defisiensi vitamin D bergantung pada etnis: 27% (95% CI, 3% – 51%). Anak berkulit putih dengan obesitas berat mengalami defisiensi vitamin D, dibanding 52% (95% CI, 36% – 68%) anak dari negara Latin dan 87% (95% CI, 81% – 93%) anak berkulit hitam.
Menurut peneliti, faktor-faktor lain yang dihubungkan dengan tingginya prevalensi defisiensi vitamin D pada anak dengan kelebihan berat badan, meliputi: kemiskinan, musim saat pengumpulan serum, tidak menggunakan suplemen vitamin D, kurang minum susu dan lebih sering nonton TV/komputer.